Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023

Ternyata ada baru pertama kali berbisnis saat Ramadan 2023

Bandar Lampung, IDN Times - Sukacita Ramadan 1444 Hijriah disambut antusias seluruh umat muslim di dunia. Ditambah meredanya pandemik COVID-19 lebih dari 2 tahun ini membawa angin segar bagi semua orang termasuk para wirausahawan untuk memulai kembali bisnisnya.

Rupanya semangat wirausaha ini juga muncul pada generasi muda saat ini yakni Generasi Z. Generasi Z atau Gen Z merupakan sebutan bagi mereka kelahiran 1997-2012. Di usia terbilang muda, mereka berani menjadi entrepreneur dengan menjual barang atau jasa kreasinya sendiri.

Pada artikel kolaborasi pekan ini, kita akan menyimak beragam cerita inspirasi dari gen z di Indonesia berani membuka usaha secara mandiri. Bahkan sudah berpikir untuk berinovasi lebih tinggi untuk meraup cuan di Ramadan 2023.

1. Baru pertama berbisnis, jual minuman unik sampai makanan sahur

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023Gen Z di Mataram manfaatkan momentum bulan Ramadan untuk jualan minuman takjil berbuka puasa. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dua perempuan berjualan minuman segar untuk berbuka puasa di Jalan Majapahit Kota Mataram tepatnya di depan Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB, Jumat (26/3/2023). Dua perempuan itu adalah Nindy dan Nadya, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Mataram.

Mahasiswa semester VIII ini memiliki ide jualan takjil buka puasa yaitu minuman segar tropical sago. Nindy mengatakan, terinspirasi membuat minuman segar Tropical Sago dari Pinterest. Minuman tropical sago menggunakan kuah dari sagu lebih creamy dan buahnya cukup banyak. Sehingga inilah membedakan dengan minuman lain seperti mango sago dan alpukat sago.

Nindy menjelaskan, memulai usaha atau bisnis jualan minuman takjil baru pertama kali yaitu Ramadan 1444 Hijriah. Usaha ini dimulai dengan modal patungan bersama dua orang temannya sesama mahasiswa. Ia menyebut modal dikeluarkan kurang dari Rp1 juta.

"Kalau kesulitan modal gak terlalu. Kita patungan bertiga. Kita sebenarnya coba-coba, baru pertama kali. Dan setahu saya baru kita yang jualan minuman tropical sago di sini," kata Nindy.

Mengenai kendala dihadapi untuk memulai jualan takjil, Nindy mengatakan lebih kepada penentuan rasa produk dijual. "Kayak nentuin rasa yang pas gimana. Terus takarannya, dengan bahan yang premium bisa kita pres gak harganya," tuturnya.

Mengenai pendapatan didapatkan pada pekan pertama Ramadan 1444 H, Nindy mengatakan, belasan barang dagangannya laku terjual pada hari pertama jualan dengan mengantongi omzet sekitar ratusan ribu.

Ada juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram berjualan minuman takjil berupa cocktail buah cedok. Ia adalah Akbar, berjualan bersama adiknya yang juga masih kuliah dan duduk di bangku SMA.

"Cocktail buah cedok, ini dari buah premium. Sangat cocok untuk buka puasa, segar juga. Kalau sudah makan ini akan segar," kata Akbar.

Akbar juga mengaku baru pertama kali jualan takjil saat di bulan Ramadan. Meskipun baru pertama kali buka, tetapi dagangannya banyak yang terjual. 

Dewipurnama (24) juga memanfaatkan momen Ramadan untuk berbisnis kuliner di Medan. Di tengah ramainya bisnis makanan-makanan manis, Dewi memilih untuk menjual menu makanan berat bisa dijadikan menu sahur.

Dewi mengolah daging sapi, hati sapi, ayam, dan ikan teri menjadi sajian makanan kering dipadukan dengan sambal. "Ini agak berbeda ya kak. Ini cocok untuk malas masak saat sahur, tinggal campur nasi panas saja, sudah bisa disantap," ujarnya kepada IDN Times, Sabtu (25/3/2023).

Ia pun menceritakan ide bisnis ini sudah lama dilirik, bahkan sebelum bulan Ramadan. Namun, ide tersebut baru terealisasi pada dua hari belakangan ini. Pada awal bisnis, ia menjual ke kerabat terdekat.

"Percobaannya udah lama, sebelum bulan Ramadan. Ini sambal dagingnya dikirim dulu ke keluarga, ditanya responsnya gimana, apa yang kurang diterima masukannya," ucapnya.

Meski terbilang baru, ia tidak menyangka bisnis memudahkan sejumlah orang untuk menyantap makanan siap saji kemasan ini disambut baik masyarakat Medan. Dikatakan Dewi, ia menjual kuliner ini secara konvensional. Harganya Rp25 ribu untuk ukuran botol sambal 200 ml. Namun ke depan dia akan mengembangkannya di media sosial.

"Ini kan jualnya mulut ke mulut, teman-teman banyak yang suka, kemudian di-review secara sukarela di Instagram. Dari sana banyak yang pesan, ada puluhan beli selama dua hari ini," katanya.

Baca Juga: Jajanan Kekinian ala Gen Z Buatan Gita Laris Manis Saat Ramadan 

2. Jual produk dessert lagi hype, anut konsep PO dan online

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023Salma dan Fruit Sando buatannya. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Salma Koulan Sadida tahun ini berusia 19 tahun. Di usia belianya saat ini, ia sudah mencoba menjajakan sendiri camilan atau japanese dessert buatannya secara online dan offline untuk mengisi kegiatannya selama mempersiapkan masuk PTN.

“Sebenarnya aku udah mulai dagang (makanan) itu sejak kelas 3 SMA. Dulu itu ada ricebowl sama katsu. Tapi sekarang makanan beratnya lagi off dan sekarang fokus ke dessert dulu,” katanya ketika ditemui IDN Times di rumahnya, Jumat (24/3/2023).

Salma menceritakan awal mula dirinya membuka usaha makanan karena pada saat itu semua sekolah di Lampung telah menerapkan pembelajaran jarak jauh alias daring. Sehingga aktivitasnya lebih banyak ia habiskan di dalam rumah.

“Banyak waktu luangnya kan waktu itu terus aku juga suka nyoba masak-masak dan akhirnya coba buat makanan-makanan yang aku liat di YouTube dan TikTok. Ternyata enak, sekalian aja aku tawarin ke temen-temen dan online ternyata responnya bagus,” ujarnya.

Usaha rumahan miliknya dinamai SALFood ini memang menjual aneka camilan khas Jepang. Di antaranya adalah fruit sando, ichigo mochi, dan millecrepes aneka rasa. Ia mengatakan saat pertama kali membuka usaha mengerjakan semuanya sendiri mulai dari membuat makanan, mendesain kemasan, hingga mengantar pesanan.

“Tapi sekarang kalau orderan lagi banyak, ibu suka ikut bantuin. Modal pertama dagang juga murni uang tabungan aku. Soalnya aku memang dulu waktu SMP sempat dagang casing dan skincare ke temen-temen,” tambahnya.

Meski ia sudah mulai membuka usaha sejak 2021, namun ini adalah tahun pertama Salma berdagang di bulan puasa. Itu dikarenakan tahun lalu ia off selama Ramadan. Namun saat ini ia merasa bisa menangani pesanan sembari les untuk persiapan kuliah.

“Ini kan dessert ya kak, jadi aku sistemnya PO (preorder) maksimal H-1. Hampir jarang ada ready karena takut makanannya rusak atau basi. Nah Ramadan ini aku niatnya mau bikin varian baru buat mochinya karena yang lagi hype banget memang mochi sekarang,” ujarnya.

Sebelum Ramadan ia hanya menyediakan dua varian rasa mochi yakni strawberry dengan krim vanila dan krim choco. Namun khusus Ramadan ini ia akan menambah rasa matcha dan krim oreo. Ini merupakan salah satu kiatnya untuk menarik minat konsumen karena ia mengatakan sempat terkendala dengan pesaing dessert lainnya di media sosial.

“Iya aku puter otak jadinya gimana caranya supaya harga mochinya bisa aku turunin harga dari 22 ribu jadi ke 20 ribu. Karena selain rasa orang juga pasti yang diliat pertama kali itu harganya,” imbuhnya.

Untuk saat ini Salma baru menjual secara online dan PO saja karena meski ia pernah ditawari membuka stand, ia terkendala dengan minimnya SDM. Sedangkan untuk omzetnya, Salma bisa meraup pendapatan minimal Rp300 ribu per hari atau per PO.

3. Peluang usaha saat Ramadan lebih besar dibanding hari normal

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023Kue kekinian yang viral dan dijual oleh generasi z di Kota Banjarmasin. Hamdani

Lina, Mahasiswi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mendadak menjajakan kue baru dilakoninya sekitar sebulan melalui online. Kue Millie Crepes namanya. Lina mengaku jualannya cukup laris di pasar online sehari bisa laku 45 potong per hari dengan harga Rp15 ribu.

Sebagai pemula, ia memang belum mandiri membuat kue tersebut. Ia melakukannya bersama seorang temannya. Meskipun begitu, ia ada merencanakan untuk membuat sendiri.

Bisnis Lina tak hanya menjual kue, ia juga membuka jasa konveksi sudah dilakukannya dua tahun belakangan ini. Jasa konveksi ini pasarnya adalah mahasiswa antarkampus di Banjarmasin. Sesekali ada juga pemesan dari perusahaan dan dari luar daerah.

"Dua mata bisnis saya lakoni setidaknya bisa membiayai kuliah dan jajan kebutuhan sehari-hari, hidup jauh dari orang tua," katanya.

Berbeda dengan Lina, Andi Yoga (23) yang juga seorang guru tata boga ini memilih menjual langsung dagangannya di lapak Pasar Wadai Ramadan. Padahal harga sewa lapak tak sedikit.

Yoga yakin dari dagangannya berupa aneka kue kekinian yakni mile crepes, zupa sup, pastry, pugo yakni kue memang sedang viral-viralnya, sangat berpotensi bisa untung besar bila dijajakan, apalagi bulan puasa ini.

"Saya yakin, biasanya yang viral di media sosial itu banyak dicari. Makanya saya jualan ini untuk menarik mereka dan saya menjualnya dengan harga terjangkau mulai Rp10 ribuan," ujarnya.

Menurutnya, pasti ada yang ingin berbuka dengan menu atau takjil berbeda dari biasanya. Tentunya kue kekinian ini salah satu pilihannya. Menjual kue kekinian juga jadi peluang baru baginya, di samping bersaing dengan penjual kue khas banjar yang terkenal enak dan banyak peminatnya. Hasil jualannya juga terbukti dapat bersaing dan itu benar, sehari saja ia bisa meraup omzet jutaan.

"Dua hari buka di Pasar Wadai saya meraupi omzet jutaan rupiah, kue kekinian ini memang sedang dicari," bebernya.

Momen Ramadan tak boleh lewat begitu saja. Selain jadi kesempatan memperbanyak pahala dengan ibadah, tentunya juga bisa jadi kesempatan meraup cuan melimpah. Hal ini disadari kakak beradik asal Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Ayu Emil dan Indrianita.

Meski keduanya juga punya kesibukan di kantor masing-masing, tapi tak menyurutkan niat mereka untuk mencari berkah melalui berdagang. Emil, sapaan Ayu Emil adalah generasi milennial kini bekerja di bidang logistik. Sementara Nita, sapaan Indrianita adalah Generasi Z yang bekerja di bidang engineering service oil and gas.

Usaha mereka berdua ini sebenarnya sudah dilakoni cukup lama, yang awalnya merupakan ide rekan kantor sang adik. "Mereka sering penasaran sama bekal makan siang yang adikku bawa. Terus mereka icip-icip. Lha, jadi suka. Akhirnya sering minta dibuatkan juga," beber Emil kepada IDN Times, Sabtu (25/3/2023).

Yang memasak, tentu saja sang ibunda. Sejak itu Ayu bertugas membuat konten mulai memasarkan via media sosial @dapur_ndoremi, yang bisa dilihat di Instagram. Mereka akhirnya membuat layanan katering makan siang bisa dipesan secara pre order.

"Akhirnya banyak yang langganan. Kami juga melayani via WhatsApp untuk pemesanan katering," sebutnya.

Biasanya, di luar Ramadan jadwal katering adalah Senin-Jumat. Sabtu dan Minggu khusus hari untuk berbelanja. Jadi, menu diposting mingguan. Biasanya pada hari Minggu sore menu mulai diposting di story media sosial mereka. Sedangkan sistem pesanannya adalah pre order H-1. "Semua cara pesan kami share juga di media sosial," sebutnya.

Ada juga beberapa makanan seperti dimsum, spagheti brulee, pudding, dan sambal cumi dibuat berdasarkan pesanan atau pre order. Menu-menu ini juga diposting di sosial media, namun tidak secara rutin per pekannya.

Jika biasanya mereka membuka pesanan untuk makan siang, selama Ramadan ini mereka menyediakan berbagai menu lauk frozen atau setengah matang. Sedia lauk frozen memang akan sangat membantu bagi para pecinta kemudahan hidup. Alias tinggal panaskan saja sebelum dikonsumsi. Bisa untuk buka puasa maupun sahur.

"Di Ramadan tahun sebelumnya kami juga buka pesanan untuk kotakan. Tapi kali ini kami pilih frozen food. Karena mama yang masak sendiri. Supaya mama gak kecapekan," beber Emil.

Semua mereka jual secara online dan langsung dari rumah. Itulah mengapa mereka memilih sistem preorder agar memudahkan produksi sesuai pesanan.

Nita, sang adik adalah pencetus katering rumahan ini. Menurutnya, peluang di bulan Ramadan ini malah makin besar dibanding hari-hari biasa. Jika pada hari biasa kateringnya menyediakan makan siang, maka pada momen Ramadan lebih mudah menyiapkan lauk yang bisa disimpan untuk sahur.

Ada lauk ayam, telur, ikan nila, ikan tuna, ikan layang, dadar jagung, dan beragam lauk lainnya. "Kalau open order puding, brownies atau dimsum biasanya kalau kerjakan lagi luang," jelasnya.

Baca Juga: Melihat Peluang Usaha bagi Gen Z Banjarmasin saat Ramadan

4. Berawal dari hobi

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023Entrepreneur muda dari kalangan Gen Z, Anggita Cahyaningtyas Putri Pramesty, menunjukkan produk makanan buatannya dari Dapur Milenial. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Anggita Cahyaningtyas Putri Pramesty, mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang ini pada bulan Ramadan semakin sibuk menjalankan perannya sebagai wirausaha. Gadis berusia 23 tahun ini kebanjiran pesanan dari bisnis kuliner ia tekuni sejak 2019.

Melalui usaha bernama Dapur Milenial, perempuan akrab disapa Gita itu membuat berbagai macam jajanan kekinian. Ia memasak makanan dengan resep kreasi sendiri seperti Tom Yum, Risol Ayam Geprek, Towel Crepe Roll Cake, Keju Aroma, Mango Salad, dan yang terbaru Ichigo Daifuku atau kue mochi berisi strawberry dan coklat.

Sebagai generasi Z terkenal kreatif dan akrab dengan teknologi, Gita yang masuk dalam kalangan tersebut juga memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produknya. Adapun, pasar dari jajanan kekinian Dapur Milenial ini adalah konsumen di area Kabupaten Pati dan Kota Semarang.

Kepada IDN Times, gadis kelahiran Pati 3 Desember 1999 itu menceritakan, memulai usahanya itu pada sebelum pandemik COVID-19. Bidang kuliner dipilih karena ia senang memasak.

‘’Karena basic-nya suka masak, jadi saya sering bagikan hasil masakan saya ke teman-teman atau saudara untuk mencicipi. Setelah itu saya tanya responsnya, kebanyakan bilang enak dan menyarankan buat aku jual. Akhirnya, mulailah buat masakan untuk dijual,’’ tuturnya.

Kemudian saat pandemik COVID-19, Gita semakin giat memproduksi makanan dan camilan kekinian sembari menjalani kuliah secara online.

‘’Saya beranikan diri untuk menjual secara online di media sosial Instagram dengan sistem pre order (PO) dan cash on delivery (COD). Saya buka PO seminggu sekali, ternyata respons konsumen positif. Bahkan, usaha saya berkembang lewat promosi mulut ke mulut,’’ ujar mahasiswi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu.

Meskipun Gita menjual jajanan kekinian dengan branding milenial, konsumen menggemari justru dari usia beragam mulai usia 10–50 tahun. Saat bulan Ramadan seperti ini pesanan Dapur Milenial terus mengalir. Gita pun tidak hanya membuka PO setiap minggu melainkan harus menyediakan produk setiap hari.

‘’Kemarin, sebelum puasa pertama pesanan bisa mencapai 200-400 order. Saat ini yang paling favorit Ichigo Daifuku karena camilan mochi berisi buah strawberry dan cokelat atau kacang merah ini sedang viral. Sekali buka PO bisa 150 pesanan Ichigo Daifuku,’’ kata mahasiswa semester akhir itu.

Semua pesanan itu digarap sendiri oleh Gita, mulai belanja, menyiapkan bahan, memasak, hingga mengantar sampai tangan konsumen lewat COD. Setiap produk dijual dengan harga terjangkau mulai Rp8 ribu untuk Ichigo Daifuku per biji hingga Rp55 ribu untuk ukuran besar Towel Crepe Roll Cake.

‘’Ya, memang Ramadan penuh berkah. Banyak konsumen yang memborong untuk buka puasa. Omzet pun bisa naik dua kali lipat saat puasa. Meskipun capek tapi juga senang karena konsumen juga belum pernah komplain,’’ tandasnya.

Nadia, pemilik toko online tukukue melihat adanya kesempatan untuk meraup rupiah saat Ramadan. Berawal dari kegemarannya memanggang kue, Nadia pun akhirnya kerap diminta bantuan oleh sang ibu untuk membuat kue lebaran.

"Awalnya suka bantu ibu bikin kue lebaran, terus kombinasi resep-resep kue dari Instagram, pernah coba kasih tester ke teman dan dia tertarik langsung mau beli," kata Nadia kepada IDN Times di Tangerang, Sabtu (25/3/2023).

Gayung bersambut, semakin banyak teman yang kemudian membeli kue darinya. "Kata mereka 'udah si jual aja', akhirnya ya kita buka PO (pre order) udah 3 tahun belakangan ini, kata Nadia.

Nadia mengatakan, pada Ramadan tahun lalu, ia berhasil menjual berbagai macam kue kering hingga 200 toples selama Ramadan. Sementara untuk tahun ini, ia menyiapkan 150 toples di awal. "Kalau kurang, tinggal beli toples lagi," ujar Nadia.

Nadia menuturkan, penjualan kue kering memang lebih untung saat Ramadan dan jelang Idul Fitri. Pasalnya, memang sudah tradisi umat muslim menyuguhkan kue kering untuk tamu saat lebaran.  "Kalau jual di hari biasa jarang banget peminatnya, lebih ke minat brownies hari-hari biasa gitu," tuturnya.

Untuk tantangan, Nadia sempat mengalami rasa kue kering buatannya yang tidak konsisten, sehingga merasa tidak percaya diri untuk menjualnya. Namun, dengan berbagai uji coba dan resep, ia pun akhirnya bisa menemukan rasa yang konsisten.

"Kita pernah coba-coba pakai bahan yang biasa aja, tapi justru kurang enak. Akhirnya kita putuskan untuk pakai bahan yang enak, karena kita gak mau kecewain pembeli," ungkapnya.

Ia pun selalu menerima kritik dan saran dari pembeli yang sudah membeli kue keringnya. Hal tersebut agar dia dapat meningkatkan kualitas kue keringnya. "Terus (ada) masukan dari pembeli-pembeli untuk ganti toples biar gak alot kalau udah dibuka. Tentunya saran-saran baik itu jadi pembelajaran dan kita pakai," jelasnya.

Nadia pun berencana tak hanya membuka PO di Ramadan saja, melainkan juga di hari raya lain, seperti Natal dan Imlek. "Tapi lihat peminatnya dulu, kalo respons bagus ya dilanjut," ujarnya.

Millennial lain, Amalia Abdul, warga Kutabumi, Kabupaten Tangerang ini juga memilih untuk memanfaatkan momentum Ramadan dengan berdagang. Untuk tahun ini, wanita yang akrab disapa Amel tersebut memilih untuk berjualan hampers atau parcel lebaran dan air zam-zam.

"Awal idenya karena orangtua punya travel umroh dan banyak stok air zam-zam 5 liter, jadi tiba-tiba kepikiran aja untuk dijualin di Bulan Ramadan dalam kemasan ekonomis 80 ml," jelasnya.

Amel melihat, momentum Ramadan sebuah kesempatan, di mana banyak orang yang ingin meminum air zam-zam sebagai air suci umat Islam, tapi dengan harga relatif terjangkau. Selain itu, imbuhnya, Kemasan zam-zam travel size memudahkan konsumen membawanya kemana pun.

Sementara, untuk parsel, dia pun memanfaatkan kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap berbagi hadiah saat Hari Raya Idulfitri. Parsel itu biasanya dikirim untuk keluarga, sahabat, hingga relasi kerja.

"Untuk paket Ied hampers memang berpotensi cuan banget karena banyak yang cari untuk Hari Raya Idul Fitri," jelasnya.

Amel yang memang memiliki hobi berdagang tersebut selalu melihat peluang yang sedang ada sehingga, tidak setiap tahun ia berjualan barang yang sama.

"Tidak barang yang sama. Tahun lalu Ramadan jualan tas cewe kekinian. Tahun tahun sebelumnya juga pernah jualan baju. Sejak kapannya lupa mungkin sejak kuliah kali ya," tuturnya.

Amel pun memastikan, keuntungan memang lebih banyak dan cepat terkumpul saat Ramadan dibandingkan bulan biasanya.

"Ditambah penuh berkah jadi transaksi jual beli tidak sepenuhnya untuk mencari keuntungan semata, tapi juga untuk mencari pahala lewat jual beli seperti beri diskon, gift, promo khusus Jumat berkah atau di tanggal-tanggal tertentu atau untuk orang tertentu," jelasnya.

Amel ingin, agar ia tak hanya berjualan untuk meraup untung sebanyak-banyaknya, namun juga berbagi kepada yang lebih membutuhkan. "Memang niat awal jualan bukan utama mencari omzet yang besar, tapi kembali untuk punya penghasilan pribadi dimana sebagiannya untuk berbagi," ungkapnya.

5. Harus inovasi agar pembeli tak bosan

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023Nanda saat melayani pembeli. (IDN Times/Paulus Risang)

Irnanda Fajar Prameswari berjualan di depan Pasar Desa Caturtunggal, Jalan Nologaten, Ambarrukmo, Sleman. Setiap hari dirinya berjualan selepas Azhar sampai pukul 23.00 WIB. Lapak jualannya biasa diserbu pembeli pada sore hari menjelang berbuka puasa dan setelah tarawih. "Sering kali malam jelang tutup juga rame orang yang lapar malam-malam," kata dia yang biasa menjaga stannya sendirian ini.

Di stan miliknya, ia menjual aneka dim sum, croffle, dan corndog. Sayang, menu baru es lumut cincau yang ia jajakan sudah ludes terjual saat ngabuburit.

"(Jualan) es cincau lumut baru pas Ramadan 2023. Jualan karena Ramadan dan viral, per hari bawa 20--25 cup. Cuma tersedia pas berbuka," ucapnya.

Nanda mengatakan, tahun ini adalah Ramadan pertamanya berjualan dengan gerobak. Meski begitu, dia bukanlah penjual makanan dadakan hanya buka musiman selama Ramadan. Usahanya berjualan croffle sudah dirintisnya sejak akhir 2021.

Ia memutuskan berjualan croffle karena waktu itu makanan ini tengah viral. "Selain itu, ada yang mengajari, makanya bisa bikin," ucapnya.

Setelah berpisah dengan rekanan, Nanda melanjutkan usaha croffle-nya ini. Namun, waktu itu modalnya hanya cukup untuk ngekos dan membeli bahan baku adonan.

"Akhirnya buka ghost resto (usaha kuliner yang tidak memiliki dapur atau restoran) di kosan dengan memanfaatkan aplikasi pesan makanan online," kata dia. Usaha ghost resto ini dijalaninya sejak Maret 2022 dan masih berjalan hingga sekarang.

Ketika modal berjualan kembali terkumpul, Nanda memutuskan membuka lapak di tempatnya sekarang di Nologaten. Pada saat yang sama, menu makanan dijualnya juga bertambah, yaitu dim sum dan corndog.

Kini, menu croffle dan dim sum menjadi menu tetap yang dijualnya di bawah nama D'Gift Croffle & Dim Sum. Sementara, menu lainnya biasanya berubah menyesuaikan dengan musim atau tren, termasuk es lumut cincau yang saat ini dijualnya. "Kalau di FnB (kuliner) kan harus inovasi terus, agar pembeli gak bosan," tambahnya.

Selain itu, ia juga menjadi supplier ke beberapa kafe di Yogyakarta. Frozen croffle dan dim sum disetor ke beberapa kafe di Palagan dan Warungboto. Hingga kini, Nanda biasa mengolah sendiri adonan makanan yang dijualnya. Ketika kerepotan, terkadang seorang teman membantunya melakukan persiapan.

Nanda mengaku, bulan Ramadan pun menjadi berkah tersendiri. Pada hari biasa, Nanda mengaku bisa meraup omzet antara Rp350 ribu-Rp500 ribu per hari. Sementara, di bulan puasa omzetnya bisa meningkat hingga 50--100 persen.

"Ramadan ini adonan croffle bisa habis dua kotak, per kotaknya untuk membuat sekitar 20 pcs. Sedangkan dim sum bisa habis lebih dari 80 pcs," ungkapnya. "Tantangannya jualan pakai gerobak, kalau hujan bubar."

Ditanya soal tips berjualan kuliner, Nanda mengatakan untuk berjualan sesuatu yang disukai. "Jualan pertama yang aku suka. Diusahain rasanya tetep enak dan bisa buat kulakan (jualan). Kemudian, harganya mending murah, menunya gak begitu banyak, tapi permintaan banyak. Jadi barangnya fresh terus," ungkapnya.

Dalam waktu dekat, Nanda mengaku akan membuka gerai pempek. "Mau buka pempek nunggu launching habis lebaran. Insyaallah udah berani punya karyawan," tutupnya.

Berbagi THR menjadi tradisi Lebaran paling ditunggu. Pasangan Rohmanto dan Yuni Eka Setiawati asal Wates, Kulon Progo, melihat peluang usaha menjanjikan dari pemberian uang ini. Melalui amplop THR, keduanya berhasil membantu banyak ibu rumah tangga untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Rohmanto dan istrinya mulai berjualan amplop sejak 2015. Saat itu, ia menjual milik usaha orang lain. Selang dua tahun kemudian, keduanya berusaha memproduksi sendiri.

"Awalnya saya bekerja di bidang marketing obat-obatan yang menyalurkan ke apotek dan jualan jasa asuransi. Kemudian saya lihat kok jualan amplop Lebaran sepertinya belum banyak, terutama di Kulon Progo," ungkap Rohmanto saat ditemui di kediaman sekaligus tempat usahanya pada Minggu (25/3/2023).

Kini setidaknya ada tiga jenis amlop lebaran dijual oleh Ry Production, yaitu nama usaha miliknya yakni amplop ukuran kecil, medium, dan besar masing-masing memiliki desain unik. Ada yang bergambar kartun, desain umum seperti masjid dan ketupat, uang baru dan uang lama, sampai kartun K-pop. Harga amplop lebaran dijual mulai dari Rp2 ribu per pak berisi 10 ukuran kecil sampai Rp5 ribu per pak isi 10 buah untuk ukuran besar.

Awalnya hanya dikerjakan berdua, dari belajar mendesain hingga menjual melalui media sosial. "Kami gak pakai iklan yang berbayar sampai hari ini. Posting ya posting aja. Kalau dulu kami kirim pesan ke orang-orang yang jualan amplop, kami tawarkan produknya," imbuh Rohmanto.

Di balik usaha kerasnya, terdapat peran penting para pekerja perempuan merupakan ibu rumah tangga untuk membantu RY Production. Para perempuan inilah bertugas melipat dan mengelem amplop lebaran.

Rohmanto dan Yuni tidak memberikan target kepada ibu-ibu tersebut, namun mereka memastikan setiap pekerja harus mengambil sesuai dengan kemampuan dan bertanggung jawab untuk diserahkan dalam kurun waktu tiga hari.

Setiap ibu diakuinya memiliki kemampuan melipat dan mengelem yang berbeda. "Yang sudah lama ikut, sehari bisa sampai dua ribu buah dikerjakan. Saya sendiri kadang suka heran, ada ibu yang memang sudah lama ikut kami, dalam dua hari bisa melipat dua ribuan amlop," terang Yuni.

Upah tiap orang diakuinya berbeda-beda, tergantung dari hasil melipat dan jenis barang dikerjakan. Biasanya para ibu lebih semangat bekerja saat musim kondangan atau nikahan. "Uang hasil kerja biasanya akan dipakai untuk kondangan. Nominal mungkin gak banyak, tapi pekerjaan ini bisa dikerjakan oleh mereka di rumah, sambil momong anak, masak, juga nonton sinetron," kata Yuni.

Rohmanto menuturkan, usahanya tak selamanya mulus. Saat COVID-19, amplop miliknya menumpuk di gudang. Tak sedikit yang memilih melakukan retur. Padahal telah mempersiapkan rencana besar dan stok banyak.

Pasangan ini mau tak mau putar otak, dan akhirnya amplop dititipkan jual ke berbagai mini market di seluruh Kulon Progo. "Siapa sangka dari keterpurukan ini justru jadi ladang cuan baru. Tak lagi hanya di Kulon Progo saja, amplop lebaran sudah merambah ke luar kabupaten, bahkan Jawa Tengah," jelasnya

Hasil coba-coba ini menjadi cita-cita cita baru pasangan Rohmanto dan Yuni. Mereka ingin lebih banyak titip untuk menjual amplop Lebaran. "Yang kami lihat bukan angka, tapi kalau semakin besar usahanya, yang bisa ikut bekerja juga lebih banyak. Itu cita-cita kami," jelas Rohmanto.

6. Gen z memiliki kecenderungan berpikir out of the box membuka usaha

Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023leveljam.com

Pengamat Ekonomi dari Center For Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Octavianto mengatakan secara general pengusaha gen z memang berbeda dengan pengusaha-pengusaha generasi sebelumnya. Gen z memiliki kecenderungan berpikir out of the box membuka usaha.

“Gen z ini biasanya memulai usaha karena mereka minat di bidang itu. Maka mereka cenderung kreatif dan muncullah jenis usaha baru dari gen z ini, yang memang secara alamiah tidak pernah kita temui pada pengusaha generasi tua,” katanya.

Meski tak semua, wirausahawan generasi tua biasanya hanya berfokus pada kualitas produknya saja sehingga cenderung monoton. Berbeda dengan pengusaha gen z muncul dengan inovasi tak hanya pada produk tapi juga pada konsep, desain, dan kreatifitas lainnya.

“Misalnya warung makan nih. Biasanya pengusaha lama itu mereka sudah puas kalau makanannya enak, sedangkan aspek lainnya cukup seadanya saja. Tapi gen z mematahkan itu semua, mereka muncul dengan inovasi bagus yang misalnya mengkreasikan restonya lebih instagramable sehingga lebih disukai pasar,” paparnya.

Faktor umum gen z lebih cenderung kreatif kemungkinan didasarkan pada banyaknya preferensi dan demand di usia mereka. Beragamnya media sosial juga menjadi salah satu sumber informasi mereka sehingga muncul produk atau usaha yang mungkin tidak dipikirkan oleh usia 30-40 tahun.

Namun selain memiliki inovasi, Erwin melanjutkan ada beberapa hal perlu diperhatikan juga dalam membangun usaha. Ada beberapa usaha dimulai dengan ide cemerlang namun gagal atau mengalami kemunduran di tengah jalan.

“Itu biasanya karena gagal di maintenancenya. Termasuk di usia itu biasanya anak gen z link tree atau koneksinya masih belum luas sehingga pasar usahanya hanya disekitaran mereka saja. Makanya gen z juga perlu meningkatkan relasi agar meningkatkan pangsa pasarnya,” jelasnya.

Selain itu, ia mengatakan dalam berwirausaha meniru itu tidak dilarang, namun hal itu juga harus dibarengi oleh kreatifitas. Dengan demikian, meski usaha tersebut sudah pernah ada sebelumnya, konsumen tetap akan penasaran karena produk tiruan itu menjadi produk baru setelah dibuat inovasi.

“Kreatifitas dibarengi inovasi. Jadi bagaimana mengcreate hal yang sudah ada menjadi sesuatu yang berbeda dengan produk lainnya. Misalnya inovasi di rasa, tempatnya, tampilan makanan, atau pelayanannya sehingga dia mampu bersaing,” ujarnya.

Ditanya tentang hal yang tidak boleh dilakukan pengusaha ketika memulai usaha, Erwin menjelaskan dalam berwirausaha tidak boleh asal coba-coba atau ikut-ikutan tren saja.

“Misalnya lagi booming ayam geprek. Ikutan bikin ayam geprek. Tapi gak ada yang unik dari produk kita. Akhirnya apa? Ketika kita coba jual malah gak laku. Artinya jangan menangkap mentah apapun tren saat itu. Dijamin yang begitu tidak akan berlangsung lama,” katanya.

Kemudian dalam berusaha juga sebaiknya mempertimbangkan legalitas usaha. Membuat usaha perlu dibarengi dengan izin usaha agar ke depannya berjalan dengan baik. Bahkan ketika ingin mengembangkan usaha pun akan lebih mudah.

“Usaha itu bukan gambling. Tidak diperkenankan gambling dalam usaha. Semua usaha juga perlu strategi, ada plan, analisa pasar, bahkan studi kelayakan bisnisnya. Jadi jangan hanya meniru, buat juga strategi marketingnya,” jelasnya.

TIM PENULIS

Rohmah Mustaurida, Muhammad Nasir, Hamdani, Maya Aulia Aprilianti, Fatmawati, Anggun Puspitoningrum, Masdalena Napitupulu, Paulus Risang Pratama dan Dyar Ayu.

Baca Juga: Cerita Salma Gen Z Lampung, Bisnis Dessert Jepang Cuan Menggiurkan

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya