Kisah Inspiratif Milenial Keturunan Tionghoa, Pilih Profesi Antimainstream

Bandar Lampung, IDN Times - Menekuni profesi sebagai pengusaha atau pekerja swasta mungkin stereotip disematkan bagi warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Paradigma ini diakui mengakar di kehidupan bermasyarakat.
Kekinian, ada generasi muda Indonesia keturunan Tionghoa berupaya menepis paradigma itu. Mereka ada memilih menekuni profesi sebagai polisi, Pegawai Negeri Sipil (PNS), politikus, seniman, hingga petani.
Melalui artikel kolaborasi pekan ini dan menyemarakkan Tahun Baru Imlek 2022, IDN Times berbagi cerita inspiratif para anak muda berbagai daerah memilih profesi antimainstream.
1. Tak ada keraguan jadi polisi
Namanya Bripda Kelvin. Ia merupakan keturunan Tionghoa dari suku Hokkien. Ia menjalani masa kecil hingga remaja di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di Santo Yosef Lahat tak membuat ia kepikiran untuk kuliah, seperti teman-teman yang lain atau menggeluti dunia usaha.
"Kalau menekuni bidang usaha itu sudah biasa. Menekuni profesi sebagai anggota Polri jarang, bukan gak ada. Ada, tapi sedikit. Jadi dari sana muncul keinginan ikut tes polisi," kata Bripda Kelvin kepada IDN Times, Kamis (27/1/2022).
Ia adalah anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) di Polres Lahat, Provinsi Sumatra Selatan. Kelvin tak terlalu memikirkan cap yang sudah terbangun sejak lama. Baginya mewujudkan cita-cita tak perlu menghiraukan stereotip. Dirinya justru tertantang untuk menekuni profesi lain, jauh dari dunia usaha.
Pascalulus SMA, Kelvin langsung mengambil ancang-ancang mengikuti tes kepolisian. Ia bercerita, usahanya bergabung ke institusi Polri memerlukan perjuangan yang panjang.
"Saya besar dan lahir di Lahat. Jenjang SD, SMP, sampai SMA, saya habiskan di Santo Yosep Lahat. Saya dari kecil memang ingin jadi polisi karena sudah cita-cita. Impian itu makin timbul sewaktu di SMA lihat senior banyak menjadi polisi. Saya jadi semakin termotivasi, mau ikut juga dan akhirnya kesampaian," kenangnya
Kelvin mengatakan, tak ada keraguan untuk menjadi polisi. Menurutnya, profesi sebagai polisi sangat menantang. Saat pertama daftar, Kelvin sempat berpikir apakah dirinya sanggup menjadi polisi. Namun keluarga yang mendukungnya makin menyemangati Kelvin kala itu.
"Memang kebanyakan keluarga saya adalah pengusaha. Tetapi keluarga tetap mendukung penuh pilihan saya. Mungkin saya menjadi yang pertama di keluarga menekuni bidang profesi berbeda. Belum ada keluarga saya yang masuk menjadi anggota TNI atau Polri. Saya yang pertama mematahkan stigma itu," ungkap dia.
Ia pun melakukan semua persiapan untuk menjadi anggota polisi. Misalnya, mulai belajar seputar pengetahuan umum, melatih fisik dan mental. Keraguan yang muncul di tengah jalan coba dihalau. Ia membangun keyakinan semua hal harus dicoba terlebih dahulu untuk mengetahui batas kemampuan.
Saat pertama kali mencoba, Kelvin sempat gagal menjadi anggota Polri. Kegagalan itu tak menghentikan Kelvin. Ia justru termotivasi mengikuti tes di tahun berikutnya untuk menjadi Bintara Polri. Saat tes kedua, Kelvin diterima mengikuti Pendidikan Pembentukan Bintara (Diktukba) Polri selama hampir tujuh bulan, sebelum akhirnya dilantik sebagai polisi.
Selepas dilantik menjadi Bintara dengan pangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda), Kelvin ditempatkan di Satsabhara Polres Lahat selama setahun. Ia kemudian dimutasi ke Satresnarkoba Polres Lahat. Kemudian ia dirotasi ke Polsek Kikim Timur Lahat, sebelum akhirnya kembali ke Satresnarkoba Polres Lahat.
"Saya sudah empat tahun menjadi anggota polisi di Polres Lahat. Tidak ada diskriminasi. Semua sama, apa pun sukunya, kalau mau berusaha," tutur Kelvin.
Bergabung di institusi Polri menurut Kelvin merupakan suatu kebanggaan. Dirinya mengaku kerap mendapat pujian dari teman-temannya maupun di lingkungan keluarga. Mereka tak menyangka jika keturunan Tionghoa bisa menjadi anggota Polri.
"Teman banyak yang tanya bagaimana kok saya bisa jadi polisi. Jadi tanggapan mereka kok bisa, kan jarang tuh turunan Tionghoa," jelas dia.
Dalam pergaulan sehari-hari, Kelvin tidak pernah membedakan suku, apalagi agama seseorang. Ia pun cukup diterima dengan baik, sehingga mudah bergaul dengan siapa saja. Rekan-rekannya sesama polisi bahkan tidak menyangka kalau Kelvin adalah keturunan Tionghoa.
"Dari senior, teman-teman di Polri gak ada yang mendiskriminasikan saya. Mereka mendukung apa pun sukunya. Kalau bersaing semua sama saja, mau dia Tionghoa, Jawa, Sumsel, sama saja perlakuannya, yang penting usaha dulu," beber dia.
Kelvin tergolong polisi yang berprestasi di Polres Lahat. Ia bersama tim sempat mengungkap ladang ganja yang ditanam di areal perkebunan kopi di perbukitan Desa Muara Cawang, Tanjung Sakti Pumu, Kabupaten Lahat. Dari ladang ganja seluas 1,5 hektare (Ha) itu, Kelvin bersama rekannya mengamankan 57 batang ganja siap panen.
"Waktu itu saya mendapatkan penghargaan dari Bupati Lahat dan Kapolres Lahat setelah mengungkap kasus ini," tutup dia.