Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Guru di Pulau Terpencil Lampung Mengabdi di Tengah Keterbatasan 

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)
Intinya sih...
  • Pemerataan kualitas pendidikan menjadi tantangan besar di Lampung, terutama di wilayah terpencil.
  • SMKN Pulau Tabuan di Lampung minim fasilitas dan tenaga pendidik tidak ideal, namun siswa tetap antusias belajar.
  • Pengamat pendidikan menekankan pentingnya pemerataan distribusi guru ke daerah terpencil dan memberikan insentif bagi guru yang bertugas di sana.

Tanggamus, IDN Times - Pendidikan adalah fondasi utama menciptakan masyarakat maju dan berdaya saing. Namun, pemerataan kualitas pendidikan masih menjadi tantangan besar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.

Meski di beberapa kota besar di Lampung fasilitas pendidikan sudah cukup memadai, realitas berbeda dihadapi oleh sekolah-sekolah berada di wilayah terpencil. Tak hanya soal fasilitas, kondisi geografis di Lampung juga menambah tantangan bagi para guru.

Selain guru, siswa yang sekolah di daerah pedalaman juga harus menghadapi tantangan lebih sulit dibanding para siswa di perkotaan yang memiliki fasilitas memadai. Kali ini IDN Times akan membagikan kisah seorang guru dan siswa dari Pulau terpencil Lampung.

Seperti apa tantangannya dan bagaimana tanggapan dari pakar pendidikan. Yuk simak selengkapnya di bawah ini.

1. Perjuangan mengajar di daerah blank spot

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)

Ilham Aziz Aryoso mengaku terkejut dan sedikit kebingungan saat pertama kali tiba di sekolah tempatnya ditugaskan yakni SMKN Pulau Tabuan terletak di Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.

Melalui program pemerintah Lampung Mengajar dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Ilham ditempatkan di lokasi cukup terpencil, bahkan sering disebut sebagai "blank spot" karena daerah tersebut belum terjangkau jaringan internet.

"Pulau ini sudah terpisah dari Sumatra. Kalau di tempuh dari Kota Bandar Lampung menggunakan kapal kayu, sekitar 4,5 jam. Kalau jarak dari pulau ke Kota Agung Tanggamus, saya kurang paham, tapi biasanya melalui Pekon Putih Doh ke Kota Agung sekitar 1 jam dan penyeberangan 1,5 jam jadi total perkiraan 2,5 jam," kata Ilham kepada IDN Times, Sabtu (25/1/2025).

Sekolah yang baru dibuka pada Juli 2024 lalu ini, menurut Ilham, masih sangat minim fasilitas. Di ruang kelas, hanya ada meja, kursi dan papan tulis, tanpa alat bantu mengajar memadai. Bahkan, rutinitas upacara bendera setiap Senin, belum dapat dilaksanakan karena belum memiliki lapangan yang layak.

"Mungkin karena sekolah ini masih baru, jadi fasilitasnya masih terbatas. Sekarang, baru ada satu kelas untuk angkatan pertama," ujar alumni Universitas Muhammadiyah Metro itu.

Kondisi ini tentu menantang, namun bagi Ilham, ini adalah bagian dari perjalanan panjang yang harus ditempuh demi mencerdaskan anak-anak di pelosok negeri.

2. Keterbatasan fasilitas dan tenaga pendidik

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)

Ilham menjelaskan, meski jenjang pendidikan di Pulau Tabuan sudah cukup lengkap, mulai dari PAUD hingga SMK, fasilitas yang ada masih sangat minim. SMP di pulau ini bahkan masih menumpang di gedung SD, sementara Madrasah Aliyah sudah tidak aktif.

SMKN Pulau Tabuan pun menjadi satu-satunya harapan bagi anak-anak setempat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. SMK ini memiliki tiga jurusan yang sesuai dengan potensi sumber daya alam di Pulau Tabuan, yaitu Manajemen Perkantoran, Teknik Kapal Penangkap Ikan, dan Agribisnis Pengolahan Hasil Tangkap Ikan.

Namun, menurut Ilham, jurusan Manajemen Perkantoran menghadapi kendala besar, seperti keterbatasan fasilitas internet dan komputer untuk praktik. Selain itu, tenaga pendidik di sekolah ini juga masih jauh dari ideal.

"Di sini juga guru yang mengajar masih honorer dan hanya ada enam guru yang berasal dari jurusan Pendidikan. Bahkan, beberapa guru yang mengajar mata pelajaran tertentu berasal dari latar belakang yang tidak sesuai, misalnya lulusan Agama mengajar pendidikan jasmani. Terus satu guru bisa ngajar dua sampai tiga mata pelajaran," terangnya.

Ilham merasa, hal ini memengaruhi kualitas pembelajaran, karena pengajar yang bukan berasal dari bidang pendidikan, metode pembelajarannya terkadang tidak sesuai dengan apa yang dipelajari oleh lulusan sarjana pendidikan.

3. Harapan untuk fasilitas dan transportasi lebih baik

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)

Meski terbatas dalam hal fasilitas, semangat belajar anak-anak di SMKN Pulau Tabuan tak surut. Ilham menyatakan, meskipun baru memiliki angkatan pertama dengan 29 murid dan 8 di antaranya perempuan, mereka sangat antusias dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran.

Namun, Ilham menambahkan, selain kebutuhan fasilitas belajar di kelas, pulau tersebut juga sangat memerlukan fasilitas transportasi, khususnya kapal, untuk memudahkan mobilitas.

“Ke depan, kami berencana untuk menarik peserta didik dari pulau seberang. Tentu saja, kami membutuhkan kapal yang memadai sebagai sarana transportasi, baik untuk murid maupun guru yang akan ke sekolah. Di pulau seberang, sekolah hanya sampai jenjang SMP," jelas Ilham.

Menurutnya, fasilitas transportasi yang lebih baik akan sangat membantu membuka akses pendidikan yang lebih luas bagi anak-anak di daerah terpencil ini.

4. Tetap semangat belajar di tengah keterbatasan

Potret jalan menuju sekolah di Pulau Tabuan, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus (dok/istimewa)

Meski sekolahnya minim fasilitas, Tri Annisa, siswa kelas 10 SMKN Pulau Tabuan, memilih tetap melanjutkan pendidikan di daerahnya. Keputusan ini diambil karena orang tuanya tak mengizinkannya sekolah ke luar pulau.

"Aku pengen sekolah di luar pulau untuk suasana dan cara belajar baru, tapi ibu nggak bolehin. Jadi, aku tetap di sini meski fasilitasnya terbatas," kata remaja kelahiran 2009 itu.

Namun, semangatnya tak pernah surut. Ia bertekad untuk setara dengan anak-anak kota yang belajar di sekolah dengan fasilitas lengkap. Bahkan, Annisa kerap mengajak gurunya berdiskusi untuk mencari solusi, seperti pengadaan komputer dan jaringan internet bagi sekolahnya.

Menurutnya dari 29 siswa hanya sekitar 3 siswa yang memiliki laptop pribadi. Sehingga, jika ada praktik komputer harus datang ke rumah guru untuk meminjam laptop.

"Kita kan sekolah SMK jurusan Manajemen Perkantoran, tapi cuma punya ruangan lab tanpa komputer. Bahkan jaringan aja gak ada di sekolah. Padahal kita harusnya sudah belajar komputer buat persiapan PKL nanti," katanya. 

5. Perjuangan ke sekolah, melewati jalan licin dan jurang

Potret jalan menuju sekolah di Pulau Tabuan, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus (dok/istimewa)

Selain keterbatasan fasilitas di sekolah, Annisa menghadapi tantangan berat setiap hari untuk sampai ke sekolah. Ia harus melewati jalan terjal, berlubang, dan berliku yang kerap licin setelah hujan.

"Kalau habis hujan, jalannya licin banget. Kalau gak hujan juga tetap ekstrem jalannya kan naik turun terus berlubang pinggirnya jurang. Mana sepanjang jalan mau ke sekolah itu hutan gak ada rumah-rumah. Saya pernah jatuh waktu berangkat sekolah karena jalanan licin," cerita Nisa.

Namun, situasi mulai membaik sejak November 2024. Para guru dan wali murid bergotong royong memperbaiki akses jalan. Kini, perjalanan ke sekolah bisa ditempuh dalam waktu 10 menit dengan sepeda motor.

"Walaupun belum bagus banget, sekarang jauh lebih mending dibanding dulu. Dulu kalau mau nanjak, teman saya harus turun dulu karena takut motornya masuk jurang," kenangnya.

6. Pentingnya pemberian fasilitas layak bagi para guru di daerah terpencil

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)

Pengamat Pendidikan dan Akademisi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, M. Thoha Batin Sampurna Jaya menyampaikan harapan besar terkait pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, yang berencana untuk merumuskan kebijakan pemerataan distribusi guru ke sekolah-sekolah negeri, swasta, serta daerah pedalaman.

Menurut Thoha, kebijakan ini harus benar-benar dilaksanakan demi meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Thoha menekankan pentingnya pemberian fasilitas yang layak bagi para guru yang mengajar di daerah terpencil.

Ia mengusulkan agar pemerintah kabupaten bertanggung jawab atas fasilitas untuk guru di SD dan SMP, sementara pemerintah provinsi menangani SMA. Selain itu, Thoha juga mengungkapkan kecenderungan buruk di mana banyak guru yang dipindahkan ke daerah pedalaman memilih untuk bertahan sebentar saja, lalu berusaha pindah ke kota dengan berbagai cara.

Untuk itu, Thoha mengusulkan adanya penghargaan berupa fasilitas dan kemudahan bagi para guru yang bertugas di daerah terpencil. "Agar mereka bisa bertahan dan terus mengajar, pemerintah perlu memberikan insentif atau reward yang memadai," ujarnya.

Masalah lain yang disampaikan Thoha adalah keseimbangan gaji antara guru di daerah terpencil dengan mereka yang mengajar di kota. Saat ini, gaji yang diterima para guru di daerah pedalaman tidak berbeda jauh dengan yang ada di perkotaan. Padahal, tantangan yang mereka hadapi jauh lebih besar.

"Guru di daerah pedalaman menghadapi kendala akses yang sulit, transportasi yang terbatas, dan bahkan masalah komunikasi karena sinyal internet yang tidak ada. Oleh karena itu, mereka membutuhkan insentif tambahan baik dalam bentuk fasilitas atau kemudahan yang mendukung pekerjaan mereka," kata Thoha.

7. Kekurangan guru di daerah pedalaman ancam ketimpangan pendidikan

Potret SMKN Pulau Tabuan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus (IDNTimes/Istimewa)

Lebih lanjut, Thoha menegaskan, jika kondisi ini terus berlanjut, kekurangan tenaga pendidik berkualitas di daerah pedalaman akan semakin nyata, dan dampaknya langsung terasa pada kualitas pendidikan yang jauh dari harapan. Keterbatasan yang ada, lanjutnya, akan menghambat perkembangan pendidikan di wilayah tersebut, menjadikannya berbeda secara signifikan dengan daerah lainnya.

"Jelas kualitas pendidikan di daerah 3T akan sangat berbeda. Ini menciptakan ketimpangan yang akhirnya berpotensi menimbulkan diskriminasi dalam proses pembelajaran. Kita tidak ingin hal itu terjadi. Maka, diharapkan agar pemerintah pusat memastikan pemerataan distribusi guru tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah negeri dan swasta yang ada di kota, tetapi juga di daerah-daerah terpencil," terangnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us