Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pemandangan Gunung Anak Krakatau dari Pulau Sebesi. (Dok. Masyarakat Pulau Sebesi)

Bandar Lampung, IDN Times - Hari Gunung diperingati setiap 11 Desember oleh masyarakat dunia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran pegunungan bagi kehidupan yakni sebagai pengatur ekosistem hayani dan nonhayati di bumi. 

Namun,pegunungan tak lepas juga dari ancaman berupa bencana alam. Apalagi, Indonesia termasuk negara berada dalam cakupan Ring of Fire (Cincin Api Pasifik) atau daerah rentan gempa bumi dan letusan gunung berapi. Seperti di Lampung, ada empat api besar yakni Gunung Anak Krakatau, Gunung Sekincau, Gunung Rajabasa, dan Gunung Suoh.

Hingga saat ini, aktivitas magma di gunung-gunung tersebut masih ada. Namun ternyata masih ada masyarakat tinggal di sekitar kawasan gunung api di Lampung ini. Tentunya mereka harus lebih cepat dan tanggap atas potensi bencana yang ada. Berikut IDN Times rangkum penuturan mereka

1. Meski dekat dengan gunung api, Pulau Sebesi tetap menjadi rumah bagi masyarakatnya

Pemandangan Gunung Anak Krakatau dari Pulau Sebesi. (Dok. Masyarakat Pulau Sebesi)

Seperti cerita Rahmat, warga asli Pulau Sebesi, Lampung Selatan. Pulau ini hanya berjarak sekitar 19 kilometer dari Gunung Anak Krakatau, gunung vulkanik muncul setelah ledakan Gunung Krakatau pada 1883 lalu.

Rahmat mengatakan, sudah puluhan tahun menjadi nelayan dan tinggal di Pulau Sebesi. Meski pulau dengan luas 2.620 hektare itu sangat dekat dan rentan akan potensi bencana dari Gunung Anak Krakatau, ternyata cukup banyak masyarakat Lampung menggantungkan hidupnya di pulau tersebut.

“Ada sekitar 3.000 penduduk dan pusat pemukimannya di utara pulau. Sebenarnya kalau keresahan bencana Anak Krakatau mah pasti ada. Apalagi pascatsunami (2018 lalu di pesisir Lampung dan Banten) itu, trauma mah masih tersisa,” ungkap Rahmat, Jumat (9/12/2022).

Namun, karena di sana adalah tempat tinggal, tempat bersekolah, dan tempat mencari nafkah, masyarakat Pulau Sebesi tetap mencintai rumah mereka. Mereka harus dan sudah terbiasa dengan aktivitas gunung kadang kala mengeluarkan hembusan panasnya.

“Kami sudah biasa melihat erupsi Anak Krakatau. Apalagi kalau yang saat erupsi besar dan sudah berwarna merah. Cemas ada, tapi itu sudah seperti pemandangan sehari-hari,” ungkapnya.

2. Jalur evakuasi di Pulau Sebesi belum ada

Editorial Team