Cerita Perjuangan Lulusan Terbaik Itera, IPK Tinggi dan Berprestasi

- Argya Putra Laksono, wisudawan terbaik pertama dengan IPK 3,90, menetapkan skala prioritas sejak awal kuliah.
- Shalaesya Ariffani Fabillah, wisudawan terbaik kedua dengan IPK 3,90, belajar lebih giat sebelum perkuliahan dimulai.
- Hanifah Maghfira Nuraini, wisudawan terbaik ketiga dengan IPK 3,81, aktif berkegiatan di berbagai bidang dan menekankan pentingnya manajemen waktu dan energi.
Bandar Lampung, IDN Times - Momen wisuda menjadi penanda berakhirnya perjuangan panjang mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (Itera), sekaligus gerbang awal menuju tantangan baru di dunia profesional. Suasana haru dan bangga mewarnai prosesi yang menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan hidup para lulusan.
Dibalik toga dan senyum bahagia, terselip kisah inspiratif dari tiga lulusan yang mencuri perhatian. Tak hanya unggul secara akademik, mereka juga melewati berbagai rintangan hidup yang membentuk ketangguhan dan semangat juang luar biasa.
Mereka adalah M Argya Putra Laksono dari Program Studi S1 Teknik Elektro, Shalaesya Ariffani Fabillah dari S1 Teknik Fisika, dan Hanifah Maghfira Nuraini dari S1 Arsitektur Lanskap. Ketiganya dinobatkan sebagai wisudawan terbaik setelah berhasil meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas 3,80.
Yuk simak kisah instpiratif tiga lulusan terbaik Itera periode ke 22.
1. Prioritaskan akademik untuk raih prestasi

Argya Putra Laksono meraih predikat wisudawan terbaik pertama dengan IPK 3,90. Mahasiswa asal Teknik Elektro ini menuturkan keberhasilannya tak lepas dari kemauan untuk menetapkan skala prioritas sejak awal kuliah. “Saya memprioritaskan akademik untuk belajar dan meraih prestasi,” ujar Argya, Selasa (15/7/2025).
Argya menceritakan, selama menjadi mahasiswa tak hanya aktif di perkuliahan, ia juga mengikuti berbagai organisasi serta lomba tingkat nasional dan internasional. Ia pernah menerima beasiswa dari Program Studi Teknik Elektro dan Bank Indonesia.
Bahkan, pada 2025, ia berhasil meraih Medali Perak kategori Green Technology dalam ajang International Innovative Design Expo (IIDE) yang digelar Universiti Teknikal Malaysia Melaka. Saat ini, Argya bekerja sambilan sebagai inspektur di salah satu perusahaan. Ia percaya setiap kesempatan harus diambil dengan penuh keberanian.
“Jangan takut capek, jangan takut kehilangan waktu. Kesempatan itu tidak datang dua kali. Kegagalan yang paling gagal adalah tidak pernah mencoba sama sekali,” pesannya.
Baginya, hidup bukanlah pelarian, melainkan perjalanan yang harus dijalani dengan usaha terbaik. “Nikmati hidup, lakukan semaksimal mungkin. Percayalah, Tuhan selalu mendampingi kita,” ujarnya.
2. Belajar lebih giat sebelum perkuliahan dimulai

Wisudawan terbaik kedua, Shalaesya Ariffani Fabillah, juga mencatat IPK 3,90. Lulusan Teknik Fisika asal DKI Jakarta ini mengandalkan kebiasaan belajar yang konsisten sejak awal kuliah.
“Saya belajar lebih giat tidak hanya di perkuliahan. Sebelum perkuliahan dimulai pun saya sudah mempelajari materi, sehingga saat di kelas hanya tinggal pematangan,” katanya.
Shalaesya selalu mengevaluasi hasil belajarnya setiap semester. Baginya, kunci pemahaman bukan pada keharusan menjadi ahli dalam semua hal, melainkan kemampuan menyelesaikan masalah secara tepat dan memanfaatkan ilmu dalam kehidupan nyata. “Ilmu bukan sekadar apa yang dihafal, tetapi apa yang dimanfaatkan,” tuturnya.
3. Pentingnya manajemen waktu dan energi

Sementara itu, predikat wisudawan terbaik ketiga diraih Hanifah Maghfira Nuraini dengan IPK 3,81. Mahasiswa Arsitektur Lanskap asal Tulang Bawang Barat, Lampung ini aktif berkegiatan di berbagai bidang.
Hanifah pernah menerbitkan buku referensi Program Studi Arsitektur Lanskap bersama dosen. Ia menekankan pentingnya manajemen waktu sekaligus manajemen energi. Menurutnya, manajemen energi penting agar kita tahu kapan waktu terbaik untuk belajar dan mengerjakan tugas. Hanifah percaya bahwa menjadi mahasiswa bukan hanya soal capaian akademik, tetapi juga menjaga empati dan jati diri.
“Jadilah mahasiswa terbaik versi diri kalian sendiri. Apa pun yang dilakukan, tetaplah menjadi pribadi yang berempati,” ucapnya.