Teater Dajang Rindoe UKMBS Unila, Cerita Rakyat Dikemas Modern
Cerita dari Sumatra Selatan ditemukan dalam aksara Lampung
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandar Lampung, IDN Times - Ruang teater tertutup Taman Budaya Provinsi Lampung sore itu disulap menjadi ruangan sangat gelap dan dramatis. Penonton memasuki ruangan secara perlahan sembari meraba tempat duduk kosong untuk menyaksikan pertujukan teater Karya Ari Pahala Hutabarat berjudul Dajang Rindoe.
Tak berselang lama, pertunjukan dimulai dengan suara nyaring dari para pemain teater menyanyikan lagu Dajang Rindoe. Sorot lampu perlahan memperlihatkan satu per satu tokoh berdiri di panggung mengenakan kostum serba hitam tanpa riasan mencolok.
Pertunjukan berlangsung sekitar satu jam itu memang tak banyak menampilkan pernak-pernik adat yang meriah. Meski tema yang diangkat merupakan cerita rakyat Sumatera Selatan.
Kesan pertunjukan sederhana, modern namun subtansinya tetap terjaga memang menjadi cara Ari Pahala Hutabarat selaku sutradara mengemas teater tersebut.
“Saya selalu berprinsip tradisi itu paling penting subtansinya dan bagaimana menemukan bentuk-bentuk secara modern sehingga tidak terkesan jadul dan heorik mengangkat lokalnya. Kalau dikemas terlalu drama menggunakan pakaian adat nanti jadinya klise dan membosankan,” ujarnya saat diwawancara usai pertunjukan, Jumat (17/3/2023).
Baca Juga: Blangikhan, Tradisi Unik Masyarakat Lampung Jelang Bulan Puasa
1. Cerita rakyat Sumatera Selatan ditulis dalam aksara Lampung
Cerita Dajang Rindoe bukan hanya kali ini digarap Ari Pahal Hutabarat. Ini merupakan pentas keempat sejak tahun 1997.
Menurut seniman senior di Lampung itu, kisah Dajang Rindoe sangat menarik karena merupakan kisah orang Sumatera Selatan. Namun pada abad 20 ditemukan dalam bentuk tulisan aksara Lampung berjudul "Tetimbai Sai Rindu" yang manuskripnya ditemukan di Munchen (Germany).
Secara umum, teater Dajang Rindoe mengisahkan tentang kasih tak sampai. Di sebuah masa, di sebuah tempat, tersebutlah seorang gadis amat jelita.
Kecantikannya menyebar ke segenap negara. Ia adalah putri mahkota Kerajaan Tanjung Iran. Gadis itu bernama Dayang Rindu yang kala itu telah diperjodohkan dengan Ki Bayi Radin anak Batin Pasak di Rambang.
Keduanya saling mencintai dan telah mengikat janji. Tapi apa mau dikata, keduanya urung bersatu lantaran utusan Pangiran Riya keburu datang untuk meminang.
Disebutkan, kecantikan Dayang Rindu membuat Pangiran Riya mabuk kepayang. Lalu ia memerintahkan Temenggung Itam dan Ki Bayi Metig beserta segenap pasukan untuk memboyong Dayang Rindu ke Palembang meskipun harus meleburkan Tanjung Iran.
Wayang semu, orang tua Dayang Rindu, menolak lamaran Pangiran. Kemudian terjadilah perang antara Kerajaan Palembang dan Tanjung Iran.
Baca Juga: Kisah Pendongeng di Lampung, Kenalkan Dongeng dengan Cara Kreatif