TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Keren! Mahasiswa UBL Raih Penghargaan The Best Presenter di Jepang  

Alami culture shock selama pertukaran pelajar di Jepang

Mahasiswa Universitas Bandar Lampung Angga Saputra Efendi, raih penghargaan the best presenter di Universitas Kitakyushu, Jepang (IDN Times/Istimewa)

Bandar Lampung, IDN Times - Angga Saputra Efendi, salah satu dari 6 orang mahasiswa program studi Arsitektur Universitas Bandar Lampung (UBL) mengikuti program pertukaran mahasiswa, University of Kitakyushu Student Exchange Research Program (UK-SERP). Selama program itu bergulir, ternyata ia berhasil meraih penghargaan “The Best Presenter” atau penyaji makalah terbaik di ajang Konferensi dan Workshop Asian Institute of Low Carbon Design (AILCD) 2023.

Kegiatan ini berlangsung di Universitas Kitakyushu, Jepang  pada 23 sampai 26 Februari 2023. Angga bersama puluhan mahasiswa lainnya dari berbagai negara di Asia bergabung dalam tim untuk mengikuti serangkaian kegiatan workshop, perlombaan dan juga konferensi internasional dengan mempresentasikan hasil penelitian sudah mereka lakukan.

Kepada IDN Times Angga menceritakan pengalamannya bisa mengikuti pertukaran pelajar di Jepang dan culture shock dialami selama di sana. Yuk simak cerita selengkapnya di bawah ini.

Baca Juga: Kisah Shefira Wisudawan Berprestasi UBL, Anak Petani dan Penjual Gorengan

1. Meneliti tentang tingkat kenyamanan mahasiswa di asrama internasional Universitas Kitakyushu

Potret Mahasiswa pertukaran pelajar di Universitas Kitakyushu, Jepang (IDN Times/Istimewa)

Angga menceritakan, ada 64 peserta mahasiswa dari berbagai negara dalam kegiatan tersebut. Dia membawakan makalah dengan judul "User Satisfaction of Circulation at The International Student House".

Dikatakan Angga, penelitiannya tentang mengukur tingkat kenyamanan dari international student house atau asrama internasional di Universitas Kitakyushu. “Di mana bangunan tersebut dihuni oleh pelajar dari bebagai negara yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa asing untuk bersosialisasi satu sama lain dengan latar belakang yang berbeda,” terang Angga saat diwawancarai via WhatsApp dari Universitas Kitakyushu, Jepang, Selasa (28/02/2023).

Menurut Angga, penelitian tersebut bertujuan untuk melihat tingkat kenyamanan pengguna dengan beberapa elemen faktor kenyamanannya. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat membantu arsitek dan manajemen bangunan dalam merancang atau merencanakan fasilitas dan kenyamanan di bangunan asrama internasional.

“Alhamdulillah berkat kerja keras dan bimbingan dari para bapak dan ibu dosen saya mendapatkan penghargaan sebagai The Best Presenter pada konferensi internasional ini,” ucap mahasiswa jurusan Arsitektur ini.

2. Persiapan mengikuti pertukaran pelajar

Potret Mahasiswa UBL pertukaran pelajar di Universitas Kitakyushu, Jepang (IDN Times/Istimewa)

Informasi pertukaran pelajar UK-SERP 2022 (The University of Kitakyushu Student Exchange and Research Program diikuti oleh Angga didapat dari dosen program studi arsitektur UBL. Menurutnya, beberapa persiapan dalam seleksi delegasi kegiatan ini yaitu CV, portfolio design, TOEFL score, dan transkrip nilai.

“Setelah proses seleksi, saya dan teman delegasi yang lain diberi pembekalan atau bimbingan terkait program yang kami ikuti. Jadi pertukaran pelajar ini ada 2 program, program 6 bulan dan 1 tahun. Kalau yang saya ikuti yaitu program 1 tahun mulai dari September 2022-Agustus 2023,” ujar mahasiswa semester delapan ini kepada IDN Times. 

3. Culture shock selama penyesuaian dengan budaya Jepang

Potret Mahasiswa pertukaran pelajar di Universitas Kitakyushu, Jepang (IDN Times/Istimewa)

Menurut laki-laki asal Kedaton Bandar Lampung ini,  bahasa menjadi kendala saat beradaptasi dengan masyarakat di Jepang. Sebelum berangkat pertukaran pelajar, Angga dan delegasi lainnya hanya mempersiapkan diri menggunakan Bahasa Inggris. 

"Ternyata, kebanyakan masyarakat Jepang sangat sulit berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Jadi kami harus belajar Bahasa Jepang untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan mahasiswa dan masyarakat sekitar. Tapi untuk budaya di sini kami cukup bisa beradaptasi,” ceritanya.

Namun, perubahan musim cukup ekstreme hingga menyentuh minus derajat Celcius, cukup menjadi culture shock bagi Angga. Selain itu, ia juga kagum dengan manner atau sopan santun semua orang Jepang sudah terbiasa bersikap tertib mulai dari tepat waktu saat membuat agenda atau bekerja, antrean rapih dan waktu buang sampah yang sudah ditentukan dalam satu minggu.

“Kalau sistem pembelajaran di Jepang, waktu belajar hanya 1,5 jam. Di luar itu kami lebih banyak kegiatan praktik seperti membuat furniture dengan mesin shopbot. Kemudian workshop membuat timber arch house dengan teknologi AR/MR dan selalu tepat waktu saat perkuliahan dimulai dan selesai,” ujarnya.

Baca Juga: Dies Natalis UBL, Pencapaian 50 Tahun jadi PTS Menyamai PTN

Berita Terkini Lainnya