TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sadila, Komunitas Sekaligus Ruang Belajar Anak Difabel di Lampung

Melatih kemampuan akademik sampai sosial anak

Sahabat Difabel Lampung. (Instagram/sahabatdifabellampung)

Bandar Lampung, IDN Times - Menurut penelitian penyandang disabilitas atau difabel memerlukan sebuah komunitas untuk pengembangan dirinya. Komunitas tak hanya dapat membantu difabel secara teoritis tapi juga berkehidupan sosial.

Namun membangun sebuah komunitas sosial apalagi untuk anak-anak difabel tentu tak mudah. Itu karena menghadapi anak-anak difabel harus memiliki ekstra energi dan cara khusus agar bisa dekat dengan mereka.

Tapi berbeda dengan para milenial dan gen z di Bandar Lampung ini. Berawal dari kelas bahasa isyarat di Universitas Lampung, mereka akhirnya bisa membuat sebuah komunitas sekaligus ruang belajar untuk anak-anak difabel di Lampung.

Baca Juga: Mengenal Komunitas Sadila, Bina Kaum Difabel Lampung agar Mandiri

1. Awal terbentuknya Sahabat Difabel Lampung

Sahabat Difabel Lampung. (Instagram/sahabatdifabellampung)

Humas Sahabat Difabel Lampung (Sadila), Edovan menyebutkan Sadila pertama kali terbentuk pada 2018 lalu. Awalnya sembilan orang sahabat di kelas bahasa isyarat Universitas Lampung hanya ingin membuat sebuah wadah untuk menyalurkan ilmu bahasa isyarat yang telah mereka pelajari.
 
“Awalnya penggagas atau kita sebutnya pembangkit ini ada 9 orang. Dulu kita satu kelas bahasa isyarat di Balai Rektor Unila. Belajar bareng dan karena sering ketemu jadi sering main bareng juga. Terus kita mikir kok kayaknya kita gak punya wadah nih. Jadi akhirnya buat wadah lah kita,” paparnya.

Edo mengatakan, awalnya nama komunitas tersebut bukanlah Sahabat Difabel Lampung melainkan Sahabat Tunarungu Lampung. Namun salah satu penggagas memberi pendapat untuk mengubah nama tersebut agar penyandang difabel lain bisa ikut belajar bersama mereka.

2. Menerima anak dengan kebutuhan khusus apapun

Humas dan tutor di Sadila, Edovan. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Dari 9 orang penggagas, lambat laun semakin banyak pengajar di Sahabat Difabel Lampung. Hingga saat ini jumlah tutor mereka ada sebanyak 23 orang dan jumlah anak binaan mereka sebanyak 60 anak.

“Macam-macam kebutuhannya, ada tunaganda, ASD (Autism Spectrum Disorder), tapi kebanyakan itu ada tunagrahita dan tunarunguwicara. Yang gak ada itu tunanetra dan tunadaksa,” imbuhnya.

Alasannya, tunanetra di Lampung sudah punya lembaga khusus tersendiri bernama Pertuni Lampung. Sedangkan untuk tunadaksa hampir tidak ada yang mendaftar di Sadila.

3. Tipe kelas belajar

Sahabat Difabel Lampung. (Instagram/sahabatdifabellampung)

Dikarenakan tutor di Sadila tak semuanya memiliki latar belakang pengajar anak berkebutuhan khusus, Edo mengatakan para tutor banyak mengambil kelas di luar untuk menambah kapasitas dan ilmu mengenai anak-anak berkebutuhan khusus.

“Kalau aku semasa kuliah kan memang ada pelajaran patologi. Di situ mempelajari soal ASD, ADHD, tunalaras, klepto, dan perilaku hambatan lainnya pada anak. Sedangkan (tutor) lainnya memang ada belajar di luar,” jelasnya.

Ia menjelaskan di Sadila terdapat 2 tipe kelas yakni kelas sosial di Hari Sabtu dan Minggu, dan kelas private di hari biasa. Sistem belajar kelas sosial adalah klasikal di mana semua anak belajar secara kelompok.

“Jadi ramean. Sabtunya belajar ngaji dan Minggunya kita belajar calistung. Untuk weekdays kita ada kelas private, ini maksimal 3 orang dan waktu belajarnya 1,5 jam,” jelasnya.

Baca Juga: Buah Hati Derita ADHD Ternyata Memiliki IQ Tinggi Dibanding Anak Lain

Berita Terkini Lainnya