TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Guru Besar Unila, Orasi Ilmiah Terinspirasi Kasus Ferdy Sambo

Olah sastra bisa memanusiakan manusia jadi lebih bermoral

Guru Besar Unila, Prof. Muhammad Fuad saat melakukan orasi. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Bandar Lampung, IDN Times - Ada yang unik pada orasi ilmiah 19 guru besar Universitas Lampung, Rabu (30/11/2022). Salah satu guru besar dikukuhkan yakni Prof. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum membawakan sebuah puisi karya penyair veteran D Zawawi Imron dalam orasi ilmiahnya berjudul “Jangan Lupa Berolah Sastra”.

Prof Fuad, sapaan akrabnya, membacakan puisi tersebut begitu menggebu, bersemangat, dan menyindir. Tak ayal, membuat beberapa tamu di acara pengukuhan dalam Gedung Serba Guna Unila mengangkat ponsel mereka untuk merekam pembacaan puisinya.

Ikut terbawa suasana, hampir tidak ada suara di dalam GSG saat Fuad membaca puisinya hingga usai. Usai membacakan puisi enam bait itu, peserta dan tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah.

Baca Juga: Dekan Teknik Unila Pernah Terima Rp330 Juta, Simpan di Loteng Rumah!

1. Begini puisinya

Guru Besar Unila, Muhammad Fuad. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Inilah puisi berjudul Tiarap karya sastrawan D. Zawawi Imron yang dibacakan oleh Prof. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum, ditengah orasi ilmiahnya.

TIARAP

(karya D. Zawawi Imron)

Ketika Allah menunjukkan kebesarannya
Dengan sebutir corona
yang menyerang tak pilih bulu, tak pilih pejabat atau orang melarat
Tak pilih profesor atau gelandangan yang kotor
Maka dunia menjadi gempar
Semua suara menjadi kira-kira
Otak dan pikiran yang selama ini cemerlang
Merasa cuma belalang
Tak berani mengaku elang

Tokoh-tokoh dunia yang kemarin congkak dan gagah
Kelihatan murung dan tidak berdarah
Yang kemarin bicara berkobar-kobar
Sekarang suaranya hambar

Padahal Tuhan cuma mengirim
Sezarrah debu tanpa suara yang terlepas dari ujung Alif-Nya
Yang meledak dalam bisu lalu terbang
ke sana dan ke mana-mana
Dunia seakan setengah porak poranda

Tetapi ya Allah
Kasih SayangMu masih tersalur
Lewat tindakan nyata para relawan
Yang berjuang di garis depan mengurus
Orang 2 orang yang serang corona
Mereka adalah Pahlawan Kemanusiaan

Saat puisi ini kutulis
Orang-orang hebat masih tiarap
Orang-orang besar dunia tampak seakan kerdil
Semua menjadi kecil
Bumi ini kecil
Bintang, bulan, dan matahari kecil
Alam semesta ini kecil
Engkau ya Allah, Engkau ya Allah hanya Engkau ya Allah
Yang Maha Besar
Allahu Akbar!!!

Sesudah ini semoga tak ada lagi
Belalang yang mengaku elang
Dengan beriman kepada Allah
Tak kan muncul petualang yang mengaku pahlawan

2. Kasus Ferdi Sambo jadi latar belakang orasi ilmiah Fuad

Ferdy Sambo usai jalani sidang lanjutan di PN Jaksel pada Selasa (29/11/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Usai acara pengukuhan, IDN Times berkesempatan mewawancarai Prof. Fuad. Dosen FKIP Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini mengatakan, orasi ilmiah itu memiliki dua tuntutan. Pertama harus aktual, sehingga ia mencari peristiwa aktual apa yang bisa ia bahas.

“Kedua harus berbasis data. Makanya saya menemukan dua fenomena masalah besar bagi kemanusiaan yakni masalah demoralisasi (perbuatan yang tidak bermoral) dan dehumanisasi meskipun itu terjadi di lingkungan yang sangat bermoral,” katanya.

Ia mengaku miris melihat kepolisian semestinya melindungi masyarakat ternyata malah memberikan suguhan waswas dan cemas yakni pembantaian dari pimpinan terhadap anggotanya.

“Lalu sebagai pendidik dibidang bahasa dan sastra indonesia, apa pemikiran yang bisa saya temukan dalam fenomena itu. Maka terpikir oleh saya perlu olah sastra itu digiatkan agar muncul moralisasi dan humanisasi. Jadi saya ambil judul ‘Jangan Lupa Berolah Sastra’”, jelasnya.

3. Pemimpin harus membaca karya sastra termasuk puisi

ilustrasi menulis puisi (unsplash.com/Aaron Burden)

Menurutnya, semua kalangan masyarakat termasuk pemimpin harus membaca puisi-puisi dengan pesan moral tinggi. Untuk mengetuk dan menyentuh pintu hati mereka.

“Coba pak Sambo baca puisi-puisi seperti itu, gak akan mau pasti membunuh orang. Coba pak hakim agung baca puisi apalagi puisi profesi pengabdian, pesan moralnya tinggi, pasti dia akan tersentuh hatinya. Itulah sebenarnya yang melatar belakangi judul pidato saya,” ujarnya.

Ia juga berharap, setelah dirinya menjadi guru besar, bisa memberikan apa yang ia miliki untuk kejayaan Unila, Lampung, dan Indonesia lewat bahasa dan sastra Indonesia.

Baca Juga: 19 Guru Besar Unila Dikukuhkan, Plt Rektor: Riset Mereka Dibutuhkan

Berita Terkini Lainnya