TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Hal Buruk Saat Memuaskan Seseorang dengan Validasi Berulang

Masih mau memuaskan seseorang dengan validasi berulang?

Pexels/fauxels

Intinya Sih...

  • Validasi seringkali membuat seseorang merasa dihargai
  • Memuaskan seseorang dengan validasi berulang dapat menyebabkan ketergantungan emosional yang tidak sehat
  • Terlalu sering memuaskan seseorang dengan validasi berulang bisa membuat karakter menjadi toksik dan menghilangkan ketahanan mental

Validasi seringkali membuat seseorang merasa dihargai. Seperti saat kamu mengakui keberhasilan yang sudah mereka raih. Atau saat mengakui kesedihan dan kekecewaan yang sedang dirasakan olehnya.

Tapi bukan berarti bisa memuaskan seseorang dengan validasi berulang. Pujian dan pengakuan dianggap sebagai segalanya.

Karena sikap ini justru bisa memicu hal buruk. Berikut yang akan terjadi saat kamu kerap memuaskan seseorang dengan validasi berulang.

1. Mendorong seseorang ketergantungan emosional

ilustrasi mengobrol (pexels.com/Artem Podrez)

Dengan alasan mengapresiasi pencapaian seseorang, kita kerap melontarkan pujian maupun pengakuan. Jika dilihat sekilas, ini menunjukkan kamu seseorang yang bisa menghargai sesama dengan baik.

Tapi berbeda jadinya saat memuaskan seseorang dengan validasi secara berulang. Salah satu yang akan terjadi adalah mendorong seseorang ketergantungan.

Jika seseorang terbiasa mendapatkan validasi berulang dari orang lain, mereka mungkin menjadi terlalu bergantung pada pujian dan pengakuan. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan emosional yang tidak sehat.

2. Membuat seseorang tidak bisa mandiri

ilustrasi support system toksik (pexels.com/SHVETS Production)

Tidak ada salahnya memberikan validasi atas apa yang dirasakan seseorang. Entah mengenai pengalaman hidup membahagiakan maupun rasa sedih dan kekecewaan. Tapi alangkah baiknya jika validasi tetap berada dalam batas yang tepat.

Jangan sampai memuaskan seseorang dengan validasi secara berulang. Sikap demikian ini yang membuat seseorang tidak bisa mandiri. Ia akan ketergantungan dengan pengakuan dari orang-orang sekitar.

Baca Juga: 7 Alasan Logis Memutuskan Bertahan di Zona Nyaman Tidak Selalu Buruk

3. Secara tidak langsung kamu membuat seseorang terlena dengan tujuan hidup

ilustrasi memperoleh pujian (pexels.com/Alpha TradeZone)

Meraih tujuan hidup adalah impian semua orang. Bahkan ada yang mengerahkan kemampuan terbaik agar memperoleh pengakuan positif dari masyarakat.

Menjadi bagian dari lingkungan sekitar, ternyata kita turut memuaskan seseorang dengan validasi berulang. Tanpa sadar, kamu sudah berperan membuat seseorang terlena dengan tujuan hidup.

Fokus utama bukan lagi mengenai proses dan hasil akhir. Tapi sudah terpaku pada pengakuan masyarakat yang belum tentu sesuai dengan kebenaran.

4. Seseorang tidak bisa memaknai kehidupan secara tepat

ilustrasi sosok pesimis (pixabay.com/darksouls1)

Salah satu kunci kebahagiaan saat seseorang mampu memaknai hidup secara tepat. Terutama mengenai definisi kesuksesan maupun kebahagiaan.

Di sisi lain, keberadaan validasi berulang juga menjadi tantangan tersendiri. Tentu ini menjadi hal buruk saat kamu memuaskan seseorang dengan validasi berulang.

Salah satunya mereka tidak bisa memaknai kehidupan secara tepat. Kebahagiaan maupun kesuksesan hanya dianggap tercapai jika mendapat respons positif dari lingkungan sekitar.

5. Kamu bisa tumbuh menjadi individu dengan karakter toksik

ilustrasi mengobrol (pexels.com/Nappy)

Siapa yang ingin tumbuh menjadi individu dengan karakter toksik? Tentu tidak ada orang yang menginginkan.

Daripada menjadi sosok manusia toksik, kita justru lebih ingin tumbuh menjadi sosok inspiratif. Tapi hal ini tidak akan terjadi saat kamu terlalu sering memuaskan seseorang dengan validasi berulang.

Tindakan tersebut tanpa sadar sudah membunuh karakternya. Kamu tumbuh menjadi individu dengan karakter toksik yang membuat seseorang tidak mampu berpikir bijak.

6. Menciptakan seseorang sebagai individu rapuh

ilustrasi sosok pesimis (pixabay.com/Rajnlove)

Ketahanan mental saat diperlukan saat seseorang sedang menghadapi masalah. Karena hidup bukan tentang pujian maupun rasa bangga. Tapi harus mampu bertahan dalam segala situasi tanpa keinginan berputus asa.

Jangan menganggap diri sendiri baik hati jika kamu masih sering memuaskan seseorang dengan validasi berulang. Terlalu banyak pujian justru menciptakan seseorang sebagai individu rapuh. Jika tidak memperoleh respon positif seperti yang diharapkan, ia akan berputus asa.

Verified Writer

Mutia Zahra

Be grateful for everything

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya