Hal pertama harus disegerakan di dunia ini adalah membayar utang. Oleh karenanya, tak hanya yang berutang, yang diutangi juga harus senantiasa mengingatkan saudaranya yang berutang.
Buruknya tentang utang itu, tergambar dari seseorang memiliki pahala jihad di Jalan Allah atau mati syahid, namun terhalang pahalanya karena utang dan dosa hutangnya tak diampuni.
Seperti yang tertera pada hadis riwayat Muslim berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abdullah bin Amru Bin Ash, Rasulullah bersabda, “Seseorang yang mati syahid akan diampuni segala dosanya kecuali hutang,” (HR. Muslim).
Padahal pahala jihad sangat besar. Hal itu pernah dikatakan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa tidak ada amalan yang setara dengan jihad di Jalan Allah. Namun ketika sahabat Nabi bertanya untuk yang ketiga kalinya terkait amalan setara jihad, dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah bersabda:
“Orang yang berjihad di Jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, salat, dan kusyuk membaca Al-Quran. Namun orang tersebut tidak berhenti puasa dan salat sampai orang yang berjihad di Jalan Allah itu kembali”.
Selain itu, dikatakan dalam hadist riwayat Bukhori, Rasulullah enggan menyolati mayat yang memiliki utang.
Dari Salamah bin Al Akwa’ radliallahu ‘anhu berkata: Rasulullah pernah bertanya saat hendak menyolati mayit, “Apakah mayat ini punya utang?”. Lalu dijawab oleh sahabat bahwa mayat tersebut memang punya uutang dan belum dibayarkan. Lantas Rasulullah menyuruh sahabat untuk menyolati mayat tersebut.
Kemudian berkatalah salah seorang bernama Abu Qatadah, “Wahai Rasulullah, utangnya yang dua dinar itu akan aku bayarkan”. Kemudian barulah Rasulullah mau menyolati mayat tersebut.