5 Faktor Penyebab Anak Jadi Pemberontak, Patut Diwaspadai!

Sifat pemberontakan anak-anak seringkali mencapai puncaknya pada masa remaja. Tetapi tanda-tanda awalnya sudah bisa diamati sejak usia dini.
Fase pemberontakan adalah periode di mana anak-anak mulai mencoba mengambil kendali atas hidup mereka sendiri, berbeda pendapat dengan orangtua, dan mencari identitas yang lebih independen. Ini adalah langkah alami dalam memisahkan diri dari figur otoritas yang selama ini mendominasi keputusan mereka.
Sifat pemberontakan pada anak-anak, jika dikelola dengan baik, sebenarnya memiliki implikasi positif dalam jangka panjang. Mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis, belajar bernegosiasi, dan membangun identitas yang kuat.
Namun, jika tidak dikelola dengan baik, pemberontakan bisa berkembang menjadi konflik merugikan hubungan dan perkembangan anak. Lalu, apa saja penyebabnya? Yuk simak!
1. Perubahan hormon dan perkembangan otak remaja
Selama masa remaja, tubuh mengalami lonjakan hormon signifikan, terutama hormon seks seperti estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki. Perubahan hormon ini dapat memengaruhi mood remaja, membuat mereka merasa lebih emosional dan bergejolak.
Fluktuasi hormon ini juga dapat menyebabkan perubahan cepat dalam suasana hati, yang pada gilirannya dapat memengaruhi interaksi sosial dan perilaku mereka. Perkembangan otak remaja juga berperan penting dalam perilaku pemberontakan.
Bagian otak yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan pengendalian impuls, seperti korteks prefrontal, sedang mengalami perkembangan pesat. Namun, koneksinya dengan bagian otak lain yang terkait dengan dorongan dan emosi, seperti amigdala, belum sepenuhnya matang.
Hal ini dapat menyebabkan remaja cenderung bersikap impulsif, kurang mempertimbangkan risiko dan lebih fokus pada hadiah segera daripada konsekuensi jangka panjang.