Mata pencaharian masyarakat di kampung Wiralaga beserta delapan kampung tua lainnya adalah menangkap ikan dan menebang kayu.
Hasil alam yang mereka dapat kemudian mereka jual ke kota, khususnya ke DKI Jakarta menggunakan kapal kayu buatan sendiri. Mereka harus mengarungi sungai dan laut selama dua hari dua malam untuk sampai ke Jakarta.
Saat itu moda transportasi memang sangat terbatas. Untuk transportasi jalur darat belum tersedia, di sekitar kampung pun dikelilingi dengan hutan belantara yang lebat, sehingga transportasi jalur laut adalah tumpuan utama masyarakat kala itu.
Pada saat ini Kampung Wiralaga tetap diakui sebagai kampung tertua di Mesuji. Setiap tahunnya diadakan festival di sungai Mesuji untuk merayakan hari jadi kabupaten Mesuji dan tentu saja festival ini berpusat di desa Wiralaga sebagai kampung tertua di Mesuji.
Mengungkap sejarah yang terjadi di Nusantara memang selalu memberikan inspirasi dan pesan mendalam. Sama halnya dengan sejarah kampung tertua di Mesuji yang baru saja dibahas. Semoga ada manfaat dari sejarah tersebut yang dapat diaplikasikan di kehidupan masa kini.