Ternyata Ada Dua Pendapat Batal Tidaknya Swab Saat Puasa, Lho!

Ayo cek penjelasan dari kedua pendapat dan solusinya

Bandar Lampung, IDN Times - Swab adalah salah satu cara untuk memeriksa seseorang terjangkit virus COVID-19 dengan cara mengambil spesimen dari lubang hidung (nasofaring) dan/atau tenggorokan (orofaring).

Namun jika proses swab tersebut dilakukan pada saat kita berpuasa, apakah puasa kita akan batal?

Di Indonesia, ternyata ada dua pendapat yang paling masyhur dalam menyikapi hal ini. Pertama pendapat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan alim ulama lainnya.

Salah satu pendakwah muda tanah air, Husain Basyaiban pun mengaku kebingungan memilih mana yang terkuat dari kedua pendapat para alim ulama yang bertolak belakang ini.

Kira-kira bagaimana ya penjelasan dari kedua pendapat ini dan solusinya? Mari kita bahas satu persatu sesuai penjelasan dari Husain Basyaiban!

Baca Juga: Mengenal Salafi dan Wahabi, di Indonesia Stereotipe Negatif?

1. Pendapat MUI

Ternyata Ada Dua Pendapat Batal Tidaknya Swab Saat Puasa, Lho!Logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) (IDN Times/Mui.or.id)

Seperti yang kita tahu, MUI telah memutuskan dan mengeluarkan fatwa bahwa swab,rapid tes antigen maupun PCR tidak membatalkan puasa seseorang.

Hal yang menjadi pertimbangan MUI dalam memutuskan hal tersebut adalah karena yang masuk dalam lubang hidung dan tenggorokan bukanlah makanan. Selain itu, waktu sekarang ini dianggap sebagai keadaan darurat sehingga tidak membatalkan.

Fatwa tersebut tertuang dalam Fatwa Nomor 13/2021 menyebutkan, vaksinasi COVID-19 dengan injeksi intramuscular (suntikan pada otot) tidak membatalkan puasa, begitu juga dengan test swab. Sehingga MUI mengimbau masyarakat untuk menjalankan puasa dengan tetap berpartisipasi penanganan COVID-19.

2. Pendapat membatalkan puasa

Ternyata Ada Dua Pendapat Batal Tidaknya Swab Saat Puasa, Lho!Ilustrasi tes usap atau PCR Test. IDN Times/Irfan Fathurohman

Pendapat selanjutnya adalah pendapat mengatakan kalau hal-hal semacam swab (memasukan sesuatu ke dalam lubang tubuh) bisa membatalkan puasa seseorang. Penjelasannya, dilansir dari laman NU Indonesia, dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan  salah satu perkara bisa membatalkan puasa adalah sampainya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan sengaja.

Lubang tersebut antara lain mulut, telinga, hidung. Lubang (jauf) ini memiliki batas yang ketika ada benda melewati batas tersebut maka puasa akan batal, namun jika belum melewati batas tersebut maka puasa tetap sah.

Batas hidung adalah bagian disebut dengan muntaha khaysum (pangkal insang) sejajar dengan mata, batas telinga adalah bagian dalam yang sudah tidak telihat oleh mata, dan batas mulut adalah tenggorokan yang biasa disebut dengan hulqum. 

Lalu ada lubang qubul dan dubur (lubang keluar air kecil dan air besar). Misalnya ada seseorang yang berpuasa dan mengobati dengan cara memasukkan obat pada lubang dubur atau memasang kateter urin, maka dua hal ini dapat membatalkan puasa.

3. Solusi menyikapi kedua pendapat ini

Ternyata Ada Dua Pendapat Batal Tidaknya Swab Saat Puasa, Lho!Husain Basyaiban (kanan) bersama Ustad Ahmad Bafagih (kiri) (instagram.com/basyasman).

Merujuk hal itu Husain menyimpulkan, dari kedua pendapat di atas, untuk kehati-hatian sebaiknya tes swab dilakukan setelah waktu Maghrib atau setelah berbuka puasa saja.

“Tapi kalau misalnya benar-benar dalam keadaan darurat, bukan karena mager (malas gerak) atau malas mau swab malam, maka boleh mengikuti fatwa MUI tadi,” katanya.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Berpuasa Tapi Tak Salat?

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya