Lima Bangunan Bersejarah Terbengkalai di Bandar Lampung

Tak banyak orang tahu, Bandar Lampung memiliki bunker bersejarah peninggalan Jepang. Lokasinya di Jalan Amir Hamzah, Gotong Royong, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Tepatnya berada di depan kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung.

Kondisi dari bunker ini sudah sangat memprihatinkan sekali. Pintu bunker sudah tertutup lama dan jalan menuju pintu bunker sudah dipenuhi rumput liar. Bunker ini dipercaya juga masih bagian yang sama seperti terdapat di Hutan Kera dan Sumur Putri Bandar Lampung.

Minimnya perhatian pemerintah setempat, mengakibatkan bunker ini hanya tinggal cerita bagi generasi selanjutnya.

PDAM Gedong Air atau Benteng Gedong Air ini menjadi salah satu bukti sejarah kependudukan Belanda di Lampung. Konon, Benteng Gedong Air berlokasi di Jalan Imam Bonjol Kelurahan Gedong Air, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung ini dibangun pada masa kolonial Belanda tepatnya 1920.

Awalnya, benteng ini dibangun sebagai tempat penampungan air bersih dari daerah Langkapura untuk distiribusikan ke kantor-kantor Pemerintahan Belanda dan rumah-rumah warga Belanda pada masa itu. Setelah Indonesia merdeka, benteng ini dikelola PDAM Way Rilau Bandar Lampung sampai saat ini.

Meski sudah ditetapkan sebagai benda peninggalan sejarah, kini keadaan Benteng Gedong Air sangat memprihatinkan dan tidak mendapat perhatian. Di luar bangunan terdapat banyak coret-coretan cat semprot sehingga menjadikan kesan kumuh.

Rumah Daswati adalah rumah bersejarah penting dalam perjalanan terbentuknya Provinsi Lampung. Nama Daswati merupakan singkatan dari Daerah Swatantra Tingkat.

Awalnya, bangunan ini berlokasi di Jalan Tulang Bawang Nomor 175 A Tanjung Karang, sebagai alamat surat menyurat oleh Panitia Daswati. Kini, alamat Rumah Daswati dikenal Jalan Tulang Bawang Nomor 11 Enggal, Bandar Lampung.

Rumah ini adalah tempat berkumpul tokoh-tokoh Lampung untuk merumuskan berdirinya Provinsi Lampung. Tepatnya pada1963, saat Lampung masih menjadi bagian dari Daswati I Sumatra Bagian Selatan.

Hingga akhirnya berubah status menjadi Daswati I Lampung atau dikenal dengan Provinsi Lampung seperti sekarang. Meski menyimpan sisi historis besar dan penting bagi Provinsi Lampung, nyatanya tak membuat Rumah Daswati mendapat perhatian pemerintah setempat.

Justru sebaliknya, tanah dan bangunan ini sudah digadaikan menjadi milik perorangan. Kondisi atap bangunan rapuh, tembok keropos dan halaman dipenuhi pepohonan.

Sudah tidak ada berkas-berkas ataupun dokumen penting tersisa di dalam rumah ini. Bahkan saat ini, sekeliling Rumah Daswati sudah ditembok bata hingga tak terlihat lagi dari luar.

Tak banyak orang tahu Taman Dipangga termasuk situs monumen bersejarah dimiliki Provinsi Lampung. Lokasinya ada di Jalan Wolter Mongosidi, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.

Taman diresmikan 1981 dengan luas areal awal 800 meter persegi ini dibangun sebagai monumen untuk mengingat peristiwa dahsyatnya letusan Gunung Krakatau 1883. Dahulunya, di taman ini terdapat monumen sederhana terbuat dari marmer dan di atas monumen tersebut ada lampu rambu kapal terbuat dari besi.

Konon, lampu rambu kapal ini terpental dari Selat Sunda hingga Teluk Betung. Selain Monumen mercusuar, terdapat relief di dinding-dinding monumen sedang menggambarkan aktivitas masyarakat sebelum kejadian dan kenapanikan saat letusan Gunung Krakatau.

Kini, di Taman Dipangga hanya menyisahkan monumen letusan Gunung Krakatau yang jauh berbeda dari aslinya. Mirisnya, tempat ini hanya dikenal sebagai taman terbuka hijau belaka. Padahal, dahulu sebagai saksi bisu peristiwa paling bersejarah juga paling menakutkan pernah dialami masyarakat Lampung. 

Bangunan sejarah terbengkalai lainnya adalah Gedung Juang 45 terletak di Jalan Teuku Umar Tanjung Karang, Bandar Lampung. Meski terletak di tengah kota Bandar Lampung, tak membuat bangunan bersejarah ini mendapat perhatian khusus lho.

Justru sebaliknya, keadaan bangunan ini juga mulai memprihatinkan. Warna kusam pada bangunan dan pohon-pohon besar menutupi bangunan tersebut tak membuat tempat ini terlihat asri, melainkan semakin menguatkan kesan bangunan tua terbengkalai.

Bahkan halaman luas dari tempat ini kerap dijadikan lahan parkir. Padahal, bangunan ini menyimpan bukti sejarah panjang terkait perjuangan bangsa Indonesia khususnya perjuangan masyarakat Lampung dalam melawan penjajahan.

Gedung Juang pada awalnya adalah bangunan perkebunan milik Belanda. Kemudian bangunan ini jatuh ke tangan Jepang setelah Negeri Matahari Terbit ini memasuki Lampung.

Lalu, pada masa pendudukan Jepang, gedung ini berhasil diambil alih dan dijadikan markas Perjuangan Komite Nasional Daerah Lampung, Dewan Perwakilan Lampung, dan Balai Pertemuan Rakyat Lampung. Namun, gedung yang dilihat saat ini bukanlah bentuk asli bangunan yang dibangun pada masa kolonial Belanda. Melainkan sudah direnovasi dan dibangun kembali atas prakasa Sjahrodien selaku Gubernur Lampung Periode I dan bangunan ini diresmikan Mei 2007.