Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bekerja (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Intinya sih...

  • Pentingnya membangun hubungan positif sebelum memberikan kritik agar tujuan baik tercapai.
  • Kejujuran tanpa empati bisa menyakiti, pilihan kata dan nada bicara yang tepat sangat penting.
  • Kritik harus fokus pada perilaku spesifik yang bisa diubah, sertakan solusi konkret untuk perbaikan.

Pernah gak sih, kamu merasa frustrasi karena pendapatmu yang sebenarnya konstruktif malah diabaikan begitu saja? Padahal kamu sudah berusaha memberikan masukan dengan tujuan baik, tapi entah kenapa selalu berakhir dengan lawan bicara yang tersinggung atau bahkan menjauh.

Mungkin masalahnya bukan pada isi kritikmu, tapi pada cara penyampaiannya. Di era ketika semua orang bisa dengan mudah berpendapat, kemampuan menyampaikan kritik yang didengar menjadi skill yang sangat berharga.

Sayangnya, banyak dari kita yang gak menyadari niat baik saja gak cukup. Ada seni tersendiri menyampaikan kritik agar benar-benar diterima, bukan malah memicu konflik atau penolakan. Yuk, simak lima alasan mengapa pendapat kritismu mungkin sering diabaikan oleh orang lain!

1. Kamu langsung menyerang tanpa membangun rapport terlebih dahulu

ilustrasi bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Salah satu kesalahan terbesar saat memberikan kritik adalah langsung menembak tanpa pemanasan. Bayangkan saja, kamu baru bertemu seseorang dan tiba-tiba langsung mengomentari kekurangannya.

Tentu saja orang tersebut akan merasa diserang dan memasang pertahanan, kan? Sebelum memberikan kritik, cobalah bangun hubungan positif terlebih dahulu. Mulai dengan apresiasi tulus atau obrolan ringan yang membuat lawan bicara merasa nyaman.

Misalnya, sebelum mengkritik presentasi rekan kerja, kamu bisa dulu memuji bagian yang memang bagus, baru kemudian menyampaikan saran perbaikan. Membangun rapport, orang akan lebih terbuka menerima masukanmu karena mereka tahu kamu berbicara dari posisi mendukung, bukan menjatuhkan.

2. Cara bicaramu terlalu blak-blakan tanpa memperhatikan perasaan

ilustrasi bekerja (pexels.com/CoWomen)

Kejujuran memang penting, tapi kejujuran tanpa empati bisa jadi senjata yang menyakitkan. Kamu mungkin bangga dengan gaya bicaramu yang "apa adanya" atau "blak-blakan".

Tapi tahukah kamu, cara ini sering kali justru membuat pesanmu gak sampai? Orang cenderung menutup telinga ketika merasa diserang secara personal.

Coba perhatikan pilihan kata dan nada bicaramu. Alih-alih berkata "Presentasimu membosankan banget", kamu bisa mengubahnya menjadi "Menurutku, presentasinya bisa lebih menarik kalau ditambahkan beberapa contoh konkret".

Perbedaan kecil dalam pilihan kata bisa berdampak besar pada bagaimana kritikmu diterima. Ingat, tujuan utamamu adalah agar pesanmu didengar, bukan sekadar melampiaskan kejengkelan.

3. Kritikmu fokus pada pribadi, bukan pada perilaku atau situasi

ilustrasi bekerja (pexels.com/Kaboompics)

Ketika kritik diarahkan pada karakter atau kepribadian seseorang, wajar saja kalau mereka langsung memasang tembok pertahanan. Bagaimana perasaanmu jika ada yang bilang "Kamu memang orangnya gak teliti" dibandingkan dengan "Laporan ini masih ada beberapa kesalahan ketik yang perlu diperbaiki"?

Kritik yang efektif selalu fokus pada perilaku spesifik yang bisa diubah, bukan menyerang kepribadian yang sulit diubah. Misalnya, daripada mengatakan "Kamu terlalu sensitif", lebih baik bilang "Mungkin kita bisa diskusikan isu ini dengan lebih tenang lain waktu". Dengan fokus pada perilaku atau situasi, kritikmu terasa kurang personal dan lebih mudah diterima sebagai masukan yang konstruktif.

4. Kamu gak menawarkan solusi konkret setelah mengkritik

ilustrasi bekerja (pexels.com/RDNE Stock project)

Kritik tanpa solusi ibarat menunjuk lubang tanpa menawarkan cara untuk menutupnya. Jika kamu hanya menunjukkan kesalahan atau kekurangan tanpa memberikan ide perbaikan, wajar saja kalau orang merasa kritikmu gak berguna dan akhirnya mengabaikannya.

Selalu sertakan saran konkret yang bisa diterapkan. Misalnya, bukannya hanya bilang "Websitenya jelek banget", coba tambahkan "Mungkin bisa diperbaiki dengan mengubah skema warnanya dan menambahkan lebih banyak white space".

Menawarkan solusi, kamu menunjukkan bahwa kritikmu datang dari tempat yang konstruktif, bukan sekadar komplain kosong yang gak membantu apa-apa.

5. Timing dan konteks penyampaianmu sering kali gak tepat

ilustrasi bekerja (pexels.com/Puwadon Sang-ngern)

Bahkan kritik terbaik pun bisa diabaikan jika disampaikan di waktu dan situasi yang salah. Memberikan kritik di depan umum, saat orang sedang stres, atau di tengah situasi yang gak relevan, hampir pasti akan membuat pesanmu diabaikan atau bahkan memicu konflik.

Perhatikan waktu dan tempat yang tepat. Kritik paling baik disampaikan secara privat, dalam situasi yang tenang, dan ketika orang tersebut siap menerimanya. Misalnya, mengkritik presentasi rekan kerja sebaiknya dilakukan setelah meeting, bukan di depan seluruh tim. Atau mengomentari masalah personal pasangan sebaiknya di rumah, bukan saat sedang makan di restoran ramai. Sensitivitas terhadap konteks menunjukkan bahwa kamu benar-benar peduli dengan perbaikan, bukan hanya ingin menunjukkan kesalahan.

Memberikan kritik yang didengar dan ditindaklanjuti adalah sebuah seni yang perlu terus diasah. Menghindari kelima kesalahan di atas, kamu bisa mengubah pendapat kritismu dari sesuatu yang diabaikan menjadi masukan berharga yang benar-benar membawa perubahan positif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team