Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mendapat revisi (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi mendapat revisi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Revisi adalah hal yang melelahkan dan membuat frustrasi
  • Revisi mencuri banyak waktu dan menurunkan produktivitas
  • Revisi berulang dapat mengurangi motivasi, kesehatan mental, dan fisik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Revisi adalah salah satu hal yang paling bikin pusing dalam dunia kerja dan akademik. Saat kamu merasa sudah memberikan yang terbaik, tiba-tiba ada catatan perubahan yang harus dilakukan.

Rasanya kayak usaha yang sudah dikerahkan jadi sia-sia karena ternyata masih ada yang harus diperbaiki. Apalagi kalau revisinya gak cuma sekali, tapi berkali-kali.

Ada banyak alasan kenapa revisi itu bisa terasa sangat melelahkan, mulai dari keharusan untuk mengulang sesuatu yang sudah dikerjakan, sampai harus memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh atasan atau dosen. Tapi kenapa sebenarnya revisi itu bisa terasa begitu menyebalkan dan menguras energi? Ini dia lima alasannya.

1. Harus mengulang sesuatu yang sudah selesai

ilustrasi orang pusing (pexels.com/ Anna Tarazevich)

Revisi itu rasanya seperti menyelesaikan puzzle besar, terus tiba-tiba ada yang bilang kalau ada potongan yang salah dan kamu harus bongkar lagi. Mengulang sesuatu yang sudah selesai bukan cuma butuh tenaga ekstra, tapi juga bikin frustrasi.

Apalagi kalau kamu merasa pekerjaan sebelumnya sudah cukup baik, tapi tetap aja ada catatan revisi yang datang. Lebih parah lagi kalau revisi yang diberikan sebenarnya bukan karena kesalahan yang fatal, tapi lebih ke preferensi orang lain.

Kadang instruksi yang dikasih juga kurang jelas, bikin kamu harus menebak-nebak maunya seperti apa. Kalau sudah kayak gini, proses revisi gak cuma bikin capek fisik, tapi juga mental. Kamu harus berpikir ulang, menyesuaikan diri, dan tetap fokus meskipun dalam hati sudah mulai lelah.

2. Menguras waktu yang bisa dipakai untuk hal lain

ilustrasi revisi (pexels.com/Kampus Production)

Waktu adalah sesuatu yang gak bisa dikembalikan dan revisi sering kali mencuri banyak waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk hal lain. Bisa jadi kamu sudah punya jadwal pekerjaan lain, tapi gara-gara revisi, semua rencana jadi berantakan.

Ini juga sering terjadi di dunia akademik, di mana mahasiswa yang sudah mengerjakan skripsi atau tugas akhir harus revisi berkali-kali sampai dosen puas. Lebih menyebalkan lagi kalau revisi ini datang di saat kamu sudah siap lanjut ke pekerjaan atau proyek berikutnya.

Bukannya bisa menyelesaikan tugas lain, kamu malah terjebak mengulang hal yang sama. Rasa produktivitas pun jadi menurun, karena merasa stuck di satu pekerjaan yang harus direvisi berulang kali.

3. Bikin motivasi menurun drastis

ilustrasi revisi (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Gak ada yang lebih bikin semangat kerja turun selain mendengar kata "revisi lagi." Awalnya mungkin kamu masih bisa menerima, tapi kalau revisi datang terus-menerus tanpa henti, pasti ada titik di mana kamu merasa lelah. Motivasi yang awalnya tinggi bisa langsung anjlok gara-gara revisi yang seolah gak ada habisnya.

Motivasi yang turun ini juga bisa berpengaruh ke hasil kerja kamu selanjutnya. Ketika kamu merasa usaha yang dilakukan terus-menerus "dikoreksi," ada perasaan kalau kerja kerasmu kurang dihargai. Lama-lama, kamu jadi kurang peduli dan hanya mengerjakan revisi sekadar untuk memenuhi syarat, bukan karena ingin memberikan yang terbaik lagi.

4. Instruksi yang kadang gak jelas dan berubah-ubah

ilustrasi revisi (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Salah satu faktor bikin revisi tambah menyebalkan adalah instruksi yang gak jelas atau berubah-ubah. Kadang satu orang meminta perubahan tertentu, tapi ketika sudah direvisi sesuai instruksi itu, orang lain malah minta hal yang berbeda.

Hasilnya, kamu terjebak dalam lingkaran revisi tanpa ujung. Hal ini sering terjadi di dunia kerja, terutama kalau atasan atau klien punya standar yang berbeda-beda. Sering kali instruksi diberikan secara mendadak dan tanpa panduan yang jelas, bikin kamu harus bekerja ekstra keras untuk memahami maksudnya.

Bukan cuma menghabiskan energi, tapi juga bisa bikin stres karena merasa seperti berada di sebuah pusaran yang gak ada ujungnya.

5. Bisa mengganggu kesehatan mental dan fisik

ilustrasi revisi (pexels.com/Edward Jenner)

Revisi yang terus-menerus bisa berdampak pada kesehatan mental dan fisik. Secara mental, stres karena revisi bisa menyebabkan kecemasan, kehilangan percaya diri, bahkan burnout.

Ketika merasa usaha yang sudah dilakukan selalu kurang, rasa frustrasi bisa muncul dan berdampak pada mood sehari-hari. Secara fisik, revisi yang gak ada habisnya bisa bikin kamu begadang, kurang tidur, dan kehilangan waktu untuk istirahat. Ini bisa menyebabkan kelelahan, sakit kepala, dan bahkan menurunkan imun tubuh.

Makanya, kalau revisi sudah mulai terasa sangat menguras energi, penting banget untuk tahu kapan harus mengambil jeda dan mengatur ulang strategi supaya gak terlalu stres.

Revisi memang bagian dari proses kerja dan belajar, tapi gak bisa dipungkiri kalau ini adalah salah satu hal yang paling bikin lelah.  Meskipun menyebalkan, revisi tetap penting untuk memastikan hasil kerja yang lebih baik. Tapi kalau revisi sudah mulai terasa terlalu banyak dan melelahkan, jangan ragu untuk mengomunikasikan batasanmu. Terkadang, revisi bukan soal kurangnya kualitas kerja, tapi lebih ke ekspektasi yang terus berubah. Jadi, jangan sampai revisi mengorbankan kesehatan dan kebahagiaanmu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team