Dibalik Romantisme Drakor, Korsel Rawan Kasus Pelecehan dan KDRT

Bandar Lampung, IDN Times - Drama Korea Selatan, kerap menunjukkan romantisme pasangan bikin penontonnya baper. Apalagi, action of service pasangan laki-laki dalam drakor sangat didambakan para wanita. Drama Korea juga kerap mengangkat isu kesetaraan gender dan diskriminasi pada perempuan.
Namun dibalik cerita drama mendukung pemberdayaan perempuan dan kisah cinta romantis itu, kekerasan dalam rumah tangga di Korea Selatan menjadi masalah serius dihadapi pemerintah dan masyarakat Korea Selatan.
Berikut IDN Times rangkum penjelasan lengkapnya.
1. KDRT di Korsel jadi salah satu tertinggi di dunia
Berdasarkan Journal of Interpersonal Violence. Berjudul Prevalence and Trends in Domestic Violence in South Korea: Findings From National Surveys Journal of Interpersonal Violence, satu dari enam wanita telah menikah di Korea Selatan pernah mengalami lebih dari satu kali kekerasan dari suaminya.
Sehingga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Korea Selatan merupakan salah satu tertinggi di dunia.
2. Isu kekerasan seksual di Korsel hingga kesenjangan upah
Korea Selatan memiliki isu kekerasan seksual, molka atau spycam (kamera kecil) disembunyikan di toilet umum perempuan atau kamar motel masih berupaya dituntaskan.
Fenomena ini diakibatkan oleh pemahaman masyarakat Korea Selatan sangat konservatif dan patriarkis, mulai dari sistem rumah tangga hingga kesempatan bekerja yang mengutamakan kepemimpinan laki-laki.
Bahkan, The Time pernah menuliskan, ada kesenjangan upah penghasilan perempuan lebih rendah 31,5 persen dari laki-laki.
Baca Juga: 10 Film Original Netflix Dinilai Movie Mania Paling Buruk!
3. Perempuan di Korsel dianggap sebagai ancaman
Sementara itu, berdasarkan penelitian lembaga riset isu perempuan bergerak di bawah kantor Perdana Menteri Korea Selatan, pada 2019, anak muda laki-laki di Korea Selatan melihat perempuan sebagai ancaman karena dianggap mendapat perlakuan istimewa.
Laki-laki di usia 20-an terlibat dalam aksi diskriminasi gender dan tidak menyukai feminisme mencapai 50.5 persen.
Sedangkan, laki-laki di usia 30-an mencapai 38.7 persen, usia 40-an 18.4 persen, dan 50-an 9.5 persen. Total responden dari riset tersebut mencapai 3.300 orang.
4. Aktivis pejuang HAM Korsel khawatir kesetaraan gender makin terhambat
Hingga kini, aktivis feminis serta hak asasi manusia di Korea Selatan berjuang keras agar masalah tersebut bisa terselesaikan.
Namun, para aktivis perempuan di Korea Selatan juga merasa khawatir kesetaraan gender di negaranya semakin terhambat setelah terpilihnya presiden baru, Yoon Seok-yeol dari partai konservatif.
Sebab Yanglee Hyun-kyung mengatakan, masyarakat Korea akan terus tidak setara dan terpolarisasi. Pihaknya khawatir tentang bagaimana isu diskriminasi ini bisa diselesaikan.
5. Presiden baru Korsel janjikan hapus kementerian kesetaraan gender
Salah satu janji kampanye Yoon Seok-yeol paling mencolok adalah menghapuskan Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga. Janji tersebut ternyata disetujui banyak orang, sebab kementerian itu dinilai hanya menguntungkan perempuan.
Jurnalis perempuan Jung Hawon dalam media sosial pribadinya mengatakan, keputusan itu akan sangat berdampak pada kehidupan ibu tunggal belum menikah yang menerima stigma dan diskriminasi.
Baca Juga: Film Superhero Marvel Rilis 2023, Ditunggu Para Penggemar