Yuk Kenali Perbedaan Alat Pemeriksaan COVID-19

Rapid test tak bisa jadi patokan

Bandar Lampung, IDN Times - Untuk mendeteksi adanya COVID-19 perlu dilakukan rapid test dan PCR. Dua cara pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi virus COVID-19 atau tidak.

Namun apa perbedaan dari dua alat pemeriksaan tersebut? Mana kah paling tepat digunakan untuk mendeteksi adanya virus COVID-19?

Berikut ini IDN Times rangkum penjelasan dari dokter Iswandi Darwis mengenai hal itu.

1. Alat test mana lebih tepat digunakan untuk mendiagnosa COVID-19?

Yuk Kenali Perbedaan Alat Pemeriksaan COVID-19Ilustrasi tes usap atau PCR swab test. IDN Times/Arief Rahman

Pemeriksaan rapid test menurut dokter Iswandi merupakan pemeriksaan yang hasilnya bisa keluar lebih cepat. Ada juga rapid test antigen yang cara pemeriksaannya diusap mengambil sampel lendir di tenggorakan atau hidung. Serta rapid test antibodi pemeriksaan dilakukan melalui test darah.

Namun sebagai langkah pertama dalam mendiagnosis adanya COVID-19, dr Iswandi menyarankan untuk melakukan pemeriksaan swab. Itu teknik mengambil cairan lendir yang ada di tenggorakan untuk dilakukan pemeriksan Polymerase Chain Reaction (PCR).

"Namanya juga rapid itu kan artinya pemeriksaan cepat. Tidak bisa dijadikan sebagai pegangan diagnosis. Akan tetapi bisa dijadikan sebagai skrining. Karena kalau pemeriksaan swab itu alatnya terbatas kemudian pemeriksaannya agak lama," papar dokter yang bertugas di Rumah Sakit Abdul Moelok ini, Selasa (23/3/2021).

2. Kenali pembentukan antobodi dalam tubuh

Yuk Kenali Perbedaan Alat Pemeriksaan COVID-19thehill.com

dr Iswandi menyampaikan, sebelum mengetahui lebih banyak masalah pemeriksaan tersebut kita harus mengerti dulu bagaimana pembentukan antibodi dalam tubuh.

"Misal ada satu pasien kontak dengan pasien yang terkonfirmasi dia tidak langsung sakit. Ada namanya periode inkubasi yaitu suatu periode di mana kuman masuk sampai dia menghasilkan sebuah penyakit," terangnya.

Setelah masa inkubasi itu, lanjutnya, maka akan menunjukkan gejala dan menghasilkan antobodi pertama namanya IgM (Immunoglobulin M). Itu dihasilkan oleh sel plasma akibat adanya virus Corona.

"Sehingga jika melakukan pengecekan rapid test sehari setelah kontak dengan pasien COVID-19, misal kontaknya hari Senin kemudian di cek rapid test hari Selasa ya gak bakal muncul. Hasilnya bakal negatif palsu," ungkapnya.

Akan tetapi menurutnya jika mau, bisa dilakukan evaluasi selama 14 hari dari hasil rapid tes antibodinya.

3. Rapid test tak bisa jadi patokan

Yuk Kenali Perbedaan Alat Pemeriksaan COVID-19Ilustrasi Rapid Test Tim IDN Times (IDN Times/Herka Yanis)

dr Iswandi menegaskan, untuk mendiagnosis apakah seseorang terinfeksi virus corona atau tidak, alat pemeriksaan rapid test tidak bisa menjadi patokan.

"Jadi ketika melakukan pemeriksaan ini menjadi pertimbangan seorang klinisi yang merawat itu harus di swab atau tidak," tuturnya.

Jika ada pemeriksaan yang menganjurkan swab setelah hasil rapid testnya positif menurutnya itu kurang tepat. Karena ketika sudah ada kontak erat, tresingnya jelas maka harus dilakukan swab PCR.

4. Setiap pasien COVID-19 memiliki gejala berbeda

Yuk Kenali Perbedaan Alat Pemeriksaan COVID-19Ilustrasi petugas medis melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi virus corona (COVID-19) di instalasi khusus. ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun

Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini juga menceritakan selama menangani pasien COVID-19, gejala seperti sesak nafas, demam, batuk pilek atau diare tak selalu dialami oleh pasien yang terinfeksi virus tersebut. Itu tergantung pasien tersebut berada di fase yang mana.

"Kadang-kadang pasien itu tidak ada sesak napas, malah mual sama muntah. Saya dapet beberapa pasien gejala mual muntah rapid nya positif. Pernah dapet pasien demam rapid negatif swab positif," katanya.

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya