Juni Inflasi Lampung 0,18 Persen, BI: Perlu Mitigasi Kendalikan Inflasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandar Lampung, IDN Times – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat, Indek Harga Konsumen (IHK) Lampung Juni 2021 meningkat dari 107,09 Mei 2021 menjadi 107,28 Juni 2021. Peningkatan itu memicu inflasi sebesar 0,18 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Faizal Anwar memaparkan, dari dua kota pemantauan inflasi di Lampung periode terlapor, Kota Bandar Lampung mengalami inflasi sebesar 0,20 persen, dan Kota Metro sebesar 0,07 persen.
Dari sebelas kelompok pengeluaran, sembilan kelompok pengeluaran mengalami inflasi. “Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan sebesar 1,20 persen," paparnya, Sabtu (2/7/2021).
1. Kelompok makanan, minuman dan tembakau deflasi
Selain kesehatan, Kelompok lainnya mengalami inflasi adalah penyediaan makanan dan minuman/restoran 0,96 persen; kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,55 persen; kelompok transportasi 0,48 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,31 persen.
Selain itu kelompok pakaian dan alas kaki 0,13 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga 0,13 persen; kelompok rekreasi, olahraga dan budaya 0,08 persen; dan kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,07 persen.
Sedangkan kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami penurunan indeks (deflasi) sebesar 0,33 persen. Satu kelompok lainnya yaitu kelompok pendidikan tidak mengalami perubahan indeks.
Baca Juga: Sinyal Positif! Provinsi Lampung Catat Inflasi 0,15 Persen Mei 2021
2. Lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan Sumatera
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiharto Setyawan, mengemukakan, IHK Provinsi Lampung Juni 2021 mengalami inflasi 0,18 persen (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,15 persen (mtm).
Namun, inflasi periode terlapor lebih rendah dari rata-rata inflasi bulan Juni dalam 3 (tiga) tahun terakhir yaitu sebesar 0,52 persen (mtm). Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat mengalami deflasi sebesar -0,16 persen (mtm) dan -0,01% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 2,34 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,33 persen (yoy) dan 1,76 perse (yoy).
Budiharto menambahkan, ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3 plus minus 1 persen.
3. Ada risiko peningkatan harga emas
Budiharto menilai, terdapat beberapa risiko perlu dimitigasi agar inflasi tetap terkendali. Pertama, berlanjutnya peningkatan harga minyak goreng dipengaruhi peningkatan harga CPO dunia.
Kedua, peningkatan harga telur ayam ras dan daging ayam ras. Itu seiring meningkatnya harga pakan ternak didorong peningkatan harga jagung sebagai salah satu komponen pakan ternak yang disebabkan terbatasnya pasokan akibat turunnya produksi dikarenakan kondisi cuaca dan peningkatan harga pupuk.
Ketiga, adanya risiko peningkatan harga emas yang disebabkan oleh tren peningkatan harga emas dunia. Keempat, terganggunya ketersediaan pasokan dari sentra produksi komoditas akibat adanya pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat di pulau Jawa dan Bali.
4. Memastikan kelancaran distribusi bahan pokok
Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko diperlukan langkah[1]langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan stabil.
Pertama, memastikan keterjangkauan harga, TPID dan Satgas Pangan bersama-sama memastikan keterjangkauan harga dengan melaksanakan pemantauan harian harga[1]harga komoditas strategis. Salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/) untuk melihat perkembangan harga yang terjadi dan melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.
Kedua, memastikan ketersediaan pasokan sebagai antisipasi lonjakan permintaan masyarakat dengan kembalinya optimisme masyarakat pasca vaksinasi COVID[1]19. Untuk itu, TPID provinsi/kabupaten/kota perlu meningkatkan intensitas koordinasi.
“Salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam hal pemenuhan komoditas pangan strategis menghadapi risiko kenaikan harga. Sementara itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB), selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani, tentunya dapat mendukung upaya peningkatkan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan,” papar Budiharto.
Ketiga, memastikan kelancaran distribusi khususnya ditengah penerapan PPKM Darurat untuk wilayah Jawa dan Bali melalui TPID dan Satgas Pangan. Tujuannya, memastikan kembali kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok.
Selain untuk menjaga stabilitas harga, kelancaran distribusi dapat memudahkan produsen, distributor dan petani memasarkan produk dan mendapatkan harga yang wajar. Menurut Budiharto, di sisi lain, perlunya kerjasama dan dukungan antara semua pihak untuk mendorong digitalisasi dengan pemanfaatan platform e- commerce/marketplace lokal untuk membantu pemasaran dan distribusi.
Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi informasi harga dan iklan layanan masyarakat melalui media masa agar mengimbau masyarakat bijak berkonsumsi dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi ditengah informasi pemberlakuannya PPKM darurat di pulau Jawa dan Bali.
Baca Juga: Langkah Kongkret Atasi Inflasi di Lampung Ala Bank Indonesia