Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini Memikat

Wisata desa diminati para traveler karena pesona alam

Bandar Lampung, IDN Times - Wisata menjadi daya tarik bagi suatu daerah. Jika biasanya masyarakat mengidolakan wisata di kota-kota besar, kini wisata juga sudah berkembang di pedesaan. Bahkan, potensi wisata desa kini banyak diminati para traveler karena menyuguhkan pemandangan alam natural.

Perkembangan wisata desa itu ternyata tak lepas dari gerakan masyarakat yang ada di dalamnya. Ide-ide kreatif muncul supaya potensi desanya bisa dikenal masyarakat luas.

Melalui artikel kolaborasi pekan ini, IDN Times terinspirasi berbagi cerita inspiratif seputar para ‘pahlawan’ desa dari 12 provinsi di Indonesia. Para pejuang ini  tergerak memajukan desa tadinya kategori tertinggal atau tidak dikenal publik kini menjadi terkenal, bahkan menjadi destinasi wisata unggulan daerah.

1. Bekas tambang pasir di Desa Cibuntu Kuningan ‘disulap’ jadi desa wisata, banyak terima penghargaan nasional dan internasional

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatEks galian tambang pasir seluas 2 hektare di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan berubah menjadi kawasan wisata. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Sebelum dikenal menjadi desa wisata, Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat bisa dibilang sebagai desa tertinggal. Lokasinya berada di kawasan kaki Gunung Ciremai, dulunya ramai dengan aktivitas penambang pasir. Ketika itu, hilir mudik iring-iringan truk tak pernah sepi menuju kawasan tambang. Banyak warga resah, khususnya warga petani dan peternak Desa Cibuntu.

Warga tak punya pilihan, saat melihat kegiatan orang mengeksploitasi sumber daya alam yang tak tahu dari mana berasal. Ada pula sebagian warga menggantungkan hidupnya dari aktivitas penambangan pasir ilegal tersebut.

Namun kini semua itu berubah. Desa Cibuntu menjelma sebagai desa wisata  meraih banyak penghargaan di level nasional dan internasional. Kepala Desa Cibuntu, Awam Hamara mengakui, kondisi Desa Cibuntu sekarang sudah berubah drastis dari sebelum tahun 2000. Kondisi desa saat itu sulit dilalui kendaraan menuju pemukiman warga. Akses jalan yang licin dan terpencil, membuat Desa Cibuntu tak begitu dikenal oleh desa lain.

“Dulu, ketika orang mendengar kata Cibuntu, yang tahu cuma tambang pasir. Jumlah penduduk warga sini terbilang sedikit. Kebanyakan petani dan peternak kambing,” ujarnya saat ditemui IDN Times di Balai Desa Cibuntu, Jumat (12/11/2021).

Awam (72) adalah pensiunan pegawai swasta nasional bergerak di bidang logistik pelayaran. Melihat kondisi desa yang jauh dari kata kemajuan, diperparah adanya praktik eksploitasi alam besar-besaran, hatinya tersentuh untuk menghabiskan masa tuanya pada tanah kelahiran.

Pada tahun 2003, desa sedang mengalami masa kekosongan kepemimpinan. Kepercayaan dari masyarakat datang untuk memintanya menjabat sebagai kuwu (kades). Baginya, kepercayaan adalah amanah, sehinggga aspirasi warga tidak boleh diabaikan. Karena itulah perlahan demi perlahan memperbaiki lingkungan Desa Cibuntu.

Awam menjelaskan, sebelum dilantik sebagai kepala desa, dia sudah meminta kepada perangkat kecamatan dan pemerintah kabupaten dan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menghentikan aktivitas galian C. Kegiatan penambangan pasir ilegal itulah yang diyakini Awam sebagai penyebab Desa Cibuntu tertinggal. Kondisi alam desa yang dulu hijau menjadi gersang.

“Sebelum saya dilantik (menjadi kepala desa), saya meminta galian C ditutup. Karena selain merusak ekosistem lingkungan, kegiatan tambang pasir ilegal juga merusak ekosistem sosial. Kebanyakan kuli proyek tambang, suka minum-minum dan bermental preman,” ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, aktivitas penambangan pasir Desa Cibuntu resmi ditutup. Awam bersama warga sedikit demi sedikit membenahi masalah desa. Dari mulai akses jalan, relokasi kandang-kandang domba milik warga, hingga membenahi peninggalan kawasan tambang pasir yang gersang.

Dia menyadari, tak mudah mengubah kondisi desa saat itu. Fasilitas publik yang belum memadai, ekosistem lingkungan yang rusak, hingga SDM masyarakat belum mumpuni. Kendati demikian, Awam patut bersyukur. Dukungan dari warga untuk membangun desa tak pernah surut. Keterlibatan masyarakat membangun desa menjadi kunci keberhasilan Cibuntu menjadi desa wisata (village tourism).

Warga pun rela jika harus kehilangan sepetak tanah untuk akses mobil menuju pemukiman. Semua kandang kambing milik warga pun dipindahkan dan dipusatkan di areal tanah milik desa.

“Partisipasi masyarakat agar Cibuntu jadi desa wisata sangat kuat dan kompak. Tadinya hanya ingin sederhana saja, (minimal) jangan sampai jelek. Karena masing-masing rumah punya kandang kambing, maka bau pesing dan kotoran sangat menyengat. Kami upayakan agar dijadikan satu tempat, agar nyaman dan dari sisi lingkungan pun lebih sehat,” tutur Awam.

Siapa pun yang berkunjung ke desa ini, akan disuguhkan dengan hamparan hijau pepohonan dan sawah padi yang menyejukkan mata. Udara yang segar sambil menikmati keindahan lanskap Gunung Ciremai, membuat decak kagum siapa pun yang melihatnya. Di Desa Cibuntu terdapat Air Terjun Gongseng dan Mata Air Kahuripan. Sumber mata air jernih nansegar ini bisa diminum tanpa harus dimasak lebih dulu. Sementara di lokasi bekas galian C kembali rimbun dengan deretan pohon pinus.

Biasanya, tempat ini dimanfaatkan pengunjung sambil berkemah atau sekadar beraktivitas olahraga. Tak jauh dari lokasi camping ground, terdapat kolam terapi ikan. Wahana itu cocok bagi siapa pun untuk berelaksasi meninggalkan sejenak kepenatan aktivitas pekerjaan harian. Bagi yang suka olahraga ekstrem, Desa Cibuntu menawarkan Wisata Offroad Cibuntu (WOC). Pengunjung akan diajak berkeliling menyusuri trek hutan karet sejauh 4 Kilometer dengan mobil offroad.

Tak kalah menarik, di desa ini terdapat Kampung Domba. Lebih dari 60 kandang dan 1.500 ekor kambing ditempatkan di area khusus yang jauh dari pemukiman penduduk. Uniknya, populasi kambing di sana lebih banyak daripada jumlah penduduk warga Desa Cibuntu.

Bukan saja menyajikan wisata alam, Desa Cibuntu memiliki Situs Bujal Dayeuh yang merupakan cagar budaya dari zaman purbakala berupa Peti Kubur Batu yang ditemukan pada tahun 1967. Di situs tersebut juga ditemukan kapak genggam batu digunakan pada era megalitikum 3.500 sebelum masehi. Selanjutnya, ada pula kelenting dan kapak genggam dari Situs Saurip Kidul berwarna ati ayam yang ditemukan pada tahun 1972.

Upacara adat Sedekah Bumi di Desa Cibuntu menjadi agenda rutin tahunan yang digelar saban Oktober. Warga dari Upacara adat Sedekah Bumi di desa setempat maupun desa tetangga pun datang memadati di kawasan Pager Gunung. Tradisi sarat nilai melestarikan alam ini sudah dilaksanakan secara turun menurun dan sudah menjadi wisata budaya di Desa Cibuntu.

“Warga kami pun ada yang bergerak di kelompok usaha ekonomi kreatif. Seperti, kuliner khas makanan ciled (aci boled) dan minuman jasrei (jahe serei), dan kerajinan gerabah. Pengunjung tak usah bingung. Karena hampir semua rumah di dekat lokasi wisata adalah homestay,” kata Awam.

2. Dulu tempat maksiat, kini Taman Mahoni Lamongan tawarkan beragam permainan tradisional

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatTaman Mahoni wisata alam yang menyajikan wahana permainan tempo dulu. IDN Times/Imron

Bagi generasi milenial dan z yang ingin merasakan sensasinya permainan tempo dulu tak ada salahnya mampir ke wisata alam Taman Mahoni. Wisata yang berada di Desa Kendal, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, menawarkan berbagai macam permainan tempo dulu, seperti engkle, lompat tali, petak umpet, egrang, layangan, congklak, dan juga seni musik tongklek.

Wisata dibangun 2018 lalu itu, awalnya hanya sebuah taman kecil bernama taman expressi. Namun seringnya berjalan waktu, pembangunan wisata alam ini terus diperlebar. Hingga akhirnya di tahun 2019 ini terciptalah Taman Mahoni.

Ludi Ifranda (30), penggagas Taman Mahoni menceritakan, awal pembangunan wisata alam terbuka ia gagas tidaklah mudah. Ludi dan sejumlah pemuda lainnya memulai pembangunan wisata itu dengan cara iuran. Setiap pemuda pergi merantau ke luar kota diminta menyumbang bahan material seikhlasnya.

Sebelum disulap menjadi taman rekreasi bagi masyarakat umum, lokasi wisata taman Mahoni kerap dijadikan tempat maksiat bagi kalangan muda-mudi dan dijadikan tongkrongan untuk minum arak maupun tuwak. Lokasi Taman Mahoni yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo juga ditumbuhi rumput liar dan semak belukar yang rindang.

Setelah dirubah dan dijadikan sebagai tempat wisata terbuka. Kini tempat yang dahulunya jadi ajang maksiat itu per harinya bisa dikunjungi para wisatawan lebih dari 700 orang. Bahkan Sabtu dan Minggu jumlah pengunjung bisa mencapai 1.000 orang lebih.

"Kalau masuk ke sini ya gratis mas, cuman kalau mau naik flying fox, jembatan balok, jembatan gantung wall climbing, naik motor ATV harus bayar Rp1.000 dan satu lagi pengunjung juga bisa membawa oleh-oleh khas yang dibuat oleh warga kami," pungkasnya.

Banyuwangi menobatkan diri sebagai daerah pariwisata. Sejumlah desa, sejak era Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjabat dua periode dan dilanjutkan istrinya Ipuk Fiestiandani saat ini, diajak untuk mengangkat potensi desa sebagai pariwisata baru.

"Awalnya kami ditantang membuat sesuatu yang menarik untuk mengembangkan Kecamatan Singojuruh, khususnya Desa Gumirih. Selama ini Singojuruh terkenal karena tradisi kebo-keboan, mereka ingin ada destinasi baru," ujar Ketua Banyuwangi Youth Creative Network (BYCN), Vicky Hendri Prasetyo, Senin (8/11/2021).

Setelah keliling desa, mereka melihat rumah kepala desa yang banyak peninggalan kuno. Di lahannya seluas satu hektare, selain rumah pribadi, juga terdapat 9 rumah Using kuno dan 1 joglo besar. Belum lagi, barang-barang peninggalan kuno koleksi Murai.

"Kami jadi terinspirasi ingin membuat tempat yang selain untuk spot foto, namun bisa juga untuk belajar sejarah. Koleksinya ada yang dari zaman dinasti Qing," ujarnya.

Mereka kemudian membongkar lahan milik Murai kepala desa setempat. Koleksi pintu-pintu kuno mereka jajar sedemikian rupa menjadi gerbang masuk yang menarik. Rumah-rumah didesain dengan interior yang menarik dan sisi koleksi barang-barang lawas.

Vicky berharap, pameran benda kuno Suku Osing tersebut menarik minat pengunjung. Ia juga membuat amphiteater di bagian belakang untuk pusat kegiatan seni budaya dan kreativitas pemuda. "Awalnya ini lahan tidak terawat, gundukan tanah yang dipenuhi rumput liar. Lalu kami pugar jadi amphiteater yang menarik. Ini bisa jadi public space," terang Vicky.

Selain menggarap sektor seni budaya, BYCN juga fokus pada pengembangan ekonomi kreatif di Desa Gumirih. Mereka melakukan branding UMKM hingga menggelar Creative Talk yang melibatkan 60 anak muda setempat.

Saat ini, komunitas BYCN berupaya kembali mengangkat berbagai potensi desa. Bedanya, mereka lebih menguatkan berbagai sektor kreatif. Sejumlah Desa di Wongsorejo, Desa Macan Putih - Kabat, dan Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar mulai dipetakan kembali potensinya.

"Kami sudah keliling, di setiap desa kami menggali dan mencoba mengangkat potensi yang ada di desa. Tidak hanya mengangkat UMKM dan potensi alamnya, di setiap desa kami juga menggelar Maestro Mengajar. Para seniman Gandrung senior melatih anak desa setempat menjadi Gandrung. Termasuk di Desa Gumirih ini," ujarnya.

Baca Juga: Ketika Lahan Bekas Tambang Pasir Disulap Jadi Desa Wisata

Baca Juga: Pemuda Banyuwangi Kenalkan Desa Wisata Lewat Pameran Benda Kuno 

3. Resah warga BABS di kali, pemuda gagas river tubing di Dusun Muncul Kabupaten Semarang

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatSejumlah wisatawan saat bermain river tubing di Kali Muncul, Banyubiru, Kabupaten Semarang. (Fariz Fardianto/IDN Times)

Kemunculan desa wisata tidak selalu berangkat dari potensi yang tersedia di suatu daerah. Desa Wisata Lembah Singorojo di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal ada justru dari sebuah keresahan.

Irfan Yusuf Atamimi, pemuda Desa Singorojo melihat Sungai Bodri yang merupakan potensi alam di wilayah tersebut justru dijadikan sebagai tambang ilegal. Penambangan batu itu menyebabkan pendangkalan sungai hingga 1,5 meter.

Sebagai mahasiswa pecinta alam, lelaki akrab disapa Tomi itu merasa resah dengan kondisi tersebut. Hingga akhirnya ia terinspirasi untuk merintis desa wisata bersama sang kakak, Nuris Nur Sahid yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada tahun 2017.

‘’Saya terinspirasi mengembangkan Sungai Bodri menjadi wisata setelah sering pergi-pergi mewakili kampus ke desa-desa. Misalnya di Kepulauan Seribu, desa di sana memanfaatkan potensi alam yang ada menjadi wisata dan hasilnya masyarakat sejahtera. Dari hal tersebut saya tergerak ingin membuat seperti itu,’’ katanya, Jumat (12/11/2021).

Desa Wisata Lembah Singorojo memanfaatkan potensi Sungai Bodri menjadi wahana wisata tubing dan rafting. Tidak hanya itu pengelola juga menawarkan homestay dan bumi perkemahan. Menurut Tomi, rintisan wisata tubing dan rafting ini merupakan yang pertama di Kabupaten Kendal. Sungai Bodri yang panjang dan lebar dengan kedalaman yang lumayan tersebut sangat cocok untuk dijadikan wisata adrenalin.

‘’Kami pun merintis dan mengembangkannya dengan dana swadaya dari pemuda-pemuda di desa kami. Uang itu kemudian buat beli ban bekas untuk sarana tubing. Pendapatan dari wisata tubing dan sumbangan dana desa kami gunakan untuk beli perahu karet dan perlengkapan lain,’’ kata mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang itu.

Wisata dengan modal swadaya itu berjalan dengan pemasaran dari mulut ke mulut. Selain itu, memanfaatkan media sosial Instagram @river_tubingsingorojo. Dari ikhtiar tersebut banyak pengunjung ingin menjajal bermain tubing dan rafting menyusuri Sungai Bodri sambil menikmati keindahan alam nan asri di sana.

Pengelola wisata Desa Wisata Lembah Singorojo pun menawarkan berbagai paket wisata. Untuk paket wisata tubing harganya mulai Rp450 ribu hingga Rp 750 ribu untuk tujuh orang pengunjung. Sedangkan, paket wisata tubing mulai Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta untuk empat orang pengunjung.

‘’Pengunjung dapat memilih jarak yang mau disusuri. Ada jarak pendek, menengah, dan panjang. Jika memilih jarak panjang maka kami akan mengajak pengunjung menyusuri sungai dengan waktu 3,5 jam,’’ kata Tomi.

Cerita menarik lainnya di Jawa Tengah adalah saat ini wisata river tubing di Dusun Muncul, Desa Rowoboni, Kabupaten Semarang mulai menggeliat. River tubing yang telah dirintis oleh Yazid dan kawan-kawannya sejak 2013 itu kembali bangkit menjelang akhir tahun 2021.

Ia mengingat kala pertama kali merintis river tubing, tantangan terberatnya adalah mengubah perilaku masyarakat Dusun Muncul. Warga desa setempat yang kerap membuang sampah sembarangan bahkan sering buang air besar ke sungai kerap susah diajak kompromi.

Ia yang lahir dan tinggal di Dusun Muncul kerap melihat Kali Muncul kotor dan kumuh. Dari depan rumahnya, ia bisa lihat jelas betapa joroknya kondisi Kali Muncul sebelum tahun 2013.

"Karena saya juga tinggal di Muncul, depan rumah bisa lihat sungai, dulu itu Kali Muncul sangat kotor. Warganya belum sadar akan potensi wisata. Pokoknya kumuh, banyak empang buat tempat buang hajat. Tahun 2013 pas saya merintis river tubing pun masih ada. Tapi ya lama-lama kita ngasih tahu, saling mengingatkan. Dan ada kritikan dari pengunjung, lama-lama kesadaran masyarakat mulai meningkat," urainya.

Sampah plastik dan aneka kotoran limbah rumah tangga yang menggenangi sungai, katanya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Aliran Kali Muncul lambat laun mulai jernih. Kali Muncul yang notabene sebagai sungai terbesar yang berasal dari mata air Rawa Pening lalu ditata sedemikian rupa agar kelihatan indah, bersih dan layak dijadikan tempat wisata.

"Arus di Kali Muncul ini kan grade dua. Artinya sangat pas dijadikan lokasi river tubing. Arus airnya tenang dan tidak berbahaya," jelasnya.

Sekitar tahun 2014, warga desa yang tadinya kolot lalu diajak kerjasama untuk mengelola wisata river tubing di Kali Muncul. Warga dirangkul agar mau berjualan di sepanjang shelter kuliner. Tercatat ada 17 pelaku UMKM yang kini mendukung pengelolaan wisata river tubing di Kali Muncul.

"Kita memang perlu kerja keras mengedukasi warga. Warga kita ajak jualan camilan dan makanan. Nanti diberi fee. Dari getok tular antar warga akhirnya pada timbul kesadaran. Sekarang ada 17 UMKM yang jadi mitra kita. Setiap kegiatan mereka selalu dapat order membuat makanan," lanjutnya.

Untuk mengelola sampah sungai, ia melibatkan warga membantu iuran sebulan sekali. Atas andil peran serta warga ditambah keberlangsungan ekonomi yang mampu tumbuh dengan baik, sejak 2014 ia melihat tak ada lagi warga yang buang hajat ke sungai.

 "Warga buang hajat 100 persen sudah hilang. Tadinya susah karena sudah turun-temurun. Rata-rata usianya 60 tahun ke atas. Yang muda sudah buang hajat di kloset semua. Pas Kali Muncul dijadikan wisata, yang buang hajat pada malu sendiri," akunya.

Kini ia merasa ada secercah harapan pada kelangsungan wisata river tubing di Kali Muncul. Meski jumlah pengunjungnya masih sekitar ratusan orang, tetapi banyak orang optimistis penularan COVID-19 yang berangsur menurun mampu membangkitkan perekonomian di desa wisata terutama menjadikan obyek wisata air pulih seperti sedia kala.

4. Ternyata sawah bisa jadi destinasi wisata unik di Deli Serdang

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatSuasana wisata sawah Punden Rejo (IDN Times/Indah Permata Sari)

Salah satu destinasi wisata sawah berhasil menarik perhatian masyarakat adalah Punden Rejo. Destinasi wisata sawah ini digagas Kepala Desa Punden Rejo bernama Misno, berlokasi di Desa Punden Rejo Dusun 1, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Ia menceritakan, mengikuti studi banding se-Kabupaten Deli Serdang 2018 lalu. Hingga akhirnya ia berpikir untuk menciptakan wisata sawah sebagai oleh-oleh di halaman kampung dan melihat adanya potensi. "Kenapa mesti di Jawa saja bisa, kenapa di sini gak bisa?. Jadi, ini lah hasilnya," ujar Misno.

Menurutnya, selama ini banyak orang berpikir sawah hanyalah untuk menanam dan panen padi hingga akhirnya ia berhasil menciptakan destinasi wisata sawah dengan model nekat.

"Kita realisasikan 2020, kebetulan kita langsung dicanangkan bapak Wakil Bupati Deli Serdang, sebagai desa wisata sawah Februari. Dan bulan September diresmikan oleh bapak Kapolda Sumut serta dicanangkan menjadi kampung paten yang artinya kampung paten itu harus lebih baik daripada yang lain," ujarnya.

"Bisa dibilang dengan adanya wisata ini, ekonomi bangkit. Untuk ekonomi kerakyatan di sini, pada hari besar mereka semangat ramai berjualan. Pada hari sepi tentunya sama tahu artinya berkurang juga. Dari persentasinya10-15 persen dan sudah turut membantu. Di sini warga merupakan petani, palawija. Tapi pada umumnya buruh pabrik," ucapnya.

"Alhamdulillah dengan adanya wisata ini, kita mengurangi pengangguran. Kita juga ada 11 karyawan personel. Satpam 4 personel, kebersihan 4, jaga tiket, kantin, bisa menyerap tenaga kerja 11 orang," tambahnya.

Meski wisata ini merupakan wisata tradisional dengan menikmati sawah. Namun, para pengunjung di Punden Rejo sudah ada dari wisatawan mancanegara berasal dari negara Jerman, Belanda, Uruguay, dan Amerika Serikat. "Alhamdulillah, kalau untuk wisatawan lokal dari Pekan Baru, Banda Aceh, tanah Karo, dan Deli Serdang. Hampir semua provinsi rata-rata sudah berkunjung ke wisata kita. Dan wisata kita murah meriah hanya dengan membayar tiket Rp5 ribu sudah bisa menikmati pemandangan-pemandangan yang sudah kami siapkan. Terutama di wisata Punden Rejo," ucap Misno.

Banyak yang bilang bahwa kota menawarkan lebih banyak mimpi dan kesempatan untuk orang-orang yang ingin sukses. Padahal sejatinya, desa adalah akar dari generasi hebat dengan sejuta kemampuan. Hal inilah yang ingin ditunjukkan oleh Kebun Belajar Rumah Tumbuh di Kamal, Karangsari, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Bayuarga Damar dan keempat kawannya sebagai penggagas komunitas ini ingin menciptakan desa yang ramah anak melalui serangkaian kegiatan yang tidak hanya mendidik, tapi juga menghibur. Tidak ada siapa yang jadi guru di sini, karena semua adalah murid. Ini karena Kebun Belajar Rumah Tumbuh menjadikan kata-kata Ki Hajar Dewantara sebagai moto bersama, yaitu: “Semua orang adalah murid, semua orang adalah guru, dan semua tempat adalah sekolah.”

“Belajar bareng anak-anak sebenarnya sudah lama, sejak saya masih SMP tahun 2009. Awalnya mengajari anak-anak SD kelas 1, tapi kemudian aku SMK dan kuliah jadi vakum lama.” kata Bayu kepada IDN Times saat menceritakan awal terbentuknya kegiatan yang disebutnya sinau bareng ini, Kamis (11/11/2021).

Pada saat masih SMP itu, Bayu yang merupakan warga asli Kamal sering ditemani teman satu sekolah, Adi namanya. Pada beberapa tahun terakhir, ia merasa sayang jika harus meninggalkan kebiasaan belajar bersama anak-anak di desanya. Sampai kemudian ia mengajak teman-teman lain yang sevisi untuk memulai kembali dan diberi nama Kebun Belajar Rumah Tumbuh.

Menyadari keterbatasan para mentor yang juga memiliki kesibukan lain, Kebun Belajar Rumah Tumbuh setiap bulannya diadakan dua kali, yaitu pada minggu pertama dan minggu ketiga. Pada minggu pertama diisi dengan mengerjakan tugas atau PR dari sekolah masing-masing.

Uniknya, di sini tugas dan PR anak-anak akan didiskusikan bersama. Bagi yang masih kelas 1 SD, anak-anak kelas 5 dan 6 yang akan jadi guru. Sementara anak-anak kelas 5 sampai 6 yang menjadi pembimbing adalah anak-anak yang sudah SMP. Jadi di sini benar-benar semua belajar bersama dan dipandang sebaya. Baru pada minggu ketiga kegiatan diisi dengan senang-senang.

“Di Kebun Belajar Rumah Tumbuh kan materi yang kami berikan bukan formal seperti di sekolah. Lebih ke life skill. seperti contohnya kemarin ada materi membuat jasuke (makanan yang terbuat dari jagung, susu, keju), herbarium, es krim menggunakan toples yang mana bisa jadi bekal mereka untuk wirausaha,” ungkap Fiihaa Mayyasya, salah satu mentor.

5. Eks desa tertinggal, sekarang Desa Rigis Jaya Lampung Barat pikat hati Sandiaga Uno

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatPotret Kampung Rigis Jaya Lampung Barat(Instagram.com/kampoengkopi_rigis)

Rozikin namanya, ia adalah  warga Desa Rigis Jaya, Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung berusaha mengembangkan potensi desa menjadi wisata. Ia bercerita, Desa Rigis Jaya 2016 lalu merupakan desa tertinggal.

“Jadi saya dulu sebagai ketua karang taruna mulai menggerakkan supaya desa ini berkembang. Desa kami ini daerah penghasil kopi terbaik di Lampung Barat. Akhirnya, dibantu komunitas Watala di Desa Rigis Jaya mengembangkan wisata agro yang fokus memberi edukasi wisatawan tentang kopi Lampung,” paparnya.

Itu mulai dari berinteraksi langsung dengan petani kopi, mengenal biji kopi terbaik sampai proses pengelolaan dan mencicipi seduhan kopi langsung tentunya. Rozikin juga menjelaskan, tak hanya produk kopi saja yang diolah menjadi beragam kreasi tapi ada juga produk UMKM lain dari masyarakat setempat seperti keripik atau sale pisang.

"Sejak 2017 memang masyarakat sudah memiliki produk UMKM. Dari situ dapat support dari pemerintah daerah dan kita dikasih wewenang membuka agrowisata kampung kopi pada Juli 2018," terangnya.

Meski mendapat dukungan dari instansi pemerintah, perusahaan, komunitas bahkan akademisi, Rozikin tak menampik, proses mendirikan Desa Wisata Rigis Jaya Lampung Barat juga menemukan berbagai kendala.

Menurutnya, pada 2019 lalu Desa Rigis Jaya mulai aktif membuka destinasi wisata. Itu merupakan momen penting selama setahun mengelelola managemen wisata. Antusias masyarakat lokal juga sangat besar. Bahkan mulai dikenal oleh masyarakat kabupaten lain.

"Tapi pandemik COVID-19 datang. Jadi kelompok sadar wisata yang kita bentuk bubar karena mereka bingung mau bertahan sampai kapan pandemik ini. SDM kita sisa 10 persen dan wisata akhirnya tutup sekitar delapan bulan," ceritanya.

Kendati demikian, Rozikin bersama tim tak ingin tinggal diam dan mengecewakan kepercayaan masyarakat. Desa Rigis Jaya diikutsertakan berbagai perlombaan desa wisata sampai tembus 50 besar anugeran desa wisata se-Indonesia. Pada akhir September lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno bertandang langsung ke desa kopi tersebut.

"Gak pernah nyangka sih bakal menjadi desa yang berkembang seperti sekarang. Karena dulu kita ngelakuin dari nol banget," tutur Rozikin.

Cerita inspirastif lainnya disampaikan Sukmadi Jaya Rukmana. Sukmadi adalah salah satu pegiat dan penggagas wisata Negeri di Atas Awan. Kepada IDN Times, pria 35 tahun itu mengatakan, tempat ini menjadi tujuan wisata hits dan booming sejak pertengahan 2019.

Daerah tergolong terisolir lantaran akses ke lokasi sering terputus karena bencana, kini sangat terkenal di kalangan masyarakat Banten bahkan sampai ke Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).

Ia menyadari potensi wisata panorama alam pegunungan berkabut semenjak adanya pengerjaan jalan melintasi kawasan Gunung Luhur pada 2018. Kini, wisata itu hits dengan nama Negeri Di Atas Awan, Citorek. Kisah Sukmadi dan beberapa warga lain membuka potensi wisata dan ekonomi ini bermula dari kegiatan kongko di tempat nongkrong anak muda.

Awalnya, Sukmadi bercerita, dia dan kawannya setiap malam berkumpul di lereng Gunung Luhur sambil menjaga pohon-pohon di lereng gunung dari para pembalak hutan. Namun, idenya muncul tatkala tempatnya berjaga justru banyak dikunjungi orang untuk berwisata.

Dari situlah ia terpikir membuka lokasi wisata alam agar selalu ada orang hingga tak ada kesempatan pembalak hutan melakukan aksinya. "Kita bikin saung di lereng gunung. Nah dari situ, mulai rame tuh saung kita dikunjungi orang, karena lokasinya tinggi," kata Sukmadi.

Setelah banyak kunjungan dari desa-desa tetangga, dia sadar bahwa kampung halamannya memiliki potensi wisata alam unggul, terutama ketika ada fenomena "awan bergerombol" muncul di pemukiman warga. Pasalnya, dari ketinggian, fenomena ini terlihat seperti lautan awan.

"Nah setelah itu, kebetulan ada pembangunan jalan juga dari pemerintah. Akhirnya kita buat saja seperti rest area tapi ada lokasi wisatanya," kata dia.

Berkat kerja keras dan ide-ide Sukmadi, pengelola wisata alam di wilayah tersebut terus mengikuti perkembangan wisata kekinian. "Ya kita ikuti zaman, kita buat spot foto kekinian gitu yah, kita kordinasi dengan pemerintah agar jaringan internet bisa masuk," kata Sukmadi.

Di tengah pandemik saat ini, Sukmadi kemudian berbenah dan menambah destinasi wisata bertema pegunungan ini. Salah satunya adalah agro wisata kebun stroberi.

Baca Juga: Kebun Belajar Rumah Tumbuh, Ciptakan Desa yang Ramah Anak

Baca Juga: Main Tubing Sepuasnya di Desa Wisata Lembah Singorojo Kendal 

6. Desa Burai tadinya kumuh, kini dikenal penuh warna

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatDesa Burai Sumsel terpilih menjadi 50 Destinasi wisata Desa terbaik Indonesia 2021 (Pokdarwis Desa Burai/Darul Kutni)

Tiga tahun lalu, Desa Burai bukanlah kampung wisata diketahui masyarakat. Kondisi kumuh menjadi permasalahan utama Burai hingga muncul sebuah ide bersama untuk merubah wajah Burai.

Ide mewujudkan desa wisata Burai, dicetuskan bersama oleh mantan Kades Burai, Ferianto saat bertemu pihak Pemda Ogan Ilir (OI). Pemda mengajak Burai untuk berbenah menjadi desa wisata karena dianggap memiliki potensi cukup baik untuk menjadi desa wisata.

Perjalanan tahun ketiga Desa Burai menjadi desa wisata telah menunjukkan hasil yang signifikan. Daerah yang tadinya kumuh kini menjadi lebih tertata.

"Awalnya Desa Burai disiapkan untuk menyambut MTQ tingkat nasional di Ogan Ilir. Kampung ini pun perlahan berbenah dan membranding diri menjadi desa warna-warni. Dari sana semangat merubah wajah Burai berlangsung," ungkap Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Burai, Darul Kutni (24) kepada IDN Times, Kamis (11/11/2021).

Branding menjadi kampung wisata mandiri tidak bisa berjalan mulus tanpa bantuan anak-anak muda Burai yang ingin berpartisipasi merubah wajah desanya. Bersama anak muda yang tergabung dalam Pokdarwis, agenda desa wisata mulai dirumuskan lebih matang.

Pelibatan anak-anak muda memiliki dampak sangat signifikan memberikan ide, dan inovasi perkembangan Burai. Menurut Darul kekuatan desa wisata bukan pada bentuk fisik desa, melainkan manusia-manusianya yang berani berinovasi.

"Kami merasakan kekuatan kami adalah manusianya. Dengan sumber daya manusia (SDM) mereka yang akan membranding dan mengelola. Makanya selain memajukan desa kita juga memoles SDM-nya," ujar Darul.

Untuk mewujudkan desa wisata, banyak tantangan dihadapi Darul dan teman-temannya. Awalnya, tak banyak warga mendukung usaha mewujudkan desa Wisata Burai. "Banyak tantangan ada yang tertarik, ada yang acuh gak mau bantu dan alhamdulillah, masyarakat sekarang mulai sadar. Visi kita 2024 Desa Burai menjadi desa wisata maju mandiri," jelas dia.

Darul menambahkan, Burai berkembang menjadi ekowisata menjual wisata desa warna-warni, alam dan budaya guna menarik wisatawan. Hal ini merupakan satu wujud cara memasarkan Burai ke masyarakat lebih luas. "Setiap desa pasti memiliki budaya khasnya, begitu juga dengan Burai sehingga kita juga memberikan sajian-sajian atraksi budaya, mulai dari adat perkawinan hingga arak-arakan yang dibalut atraksi," jelas dia.

Tahun 2020 lalu, Desa Burai berhasil menjadi juara kedua kategori Ekowisata Terpopuler Anugerah Pesona Indonesia (API Award) 2020. Setahun kemudian Burai pun masuk 50 besar Desa Wisata terbaik se-Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno mendatangi langsung Burai untuk melihat langsung desa tersebut.

"Padahal sebelum 2018 tidak ada yang mengenal Desa Burai. Burai hanya desa biasa. Kondisi desanya tak tertata, sampah tidak terkendalikan. Namun ini coba kita coba rubah bersama-sama," ungkap dia.

7. Gunung Kappire konon lokasi beri seserahan, sekarang wisata favorit pendaki

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatPemandangan di Gunung Kappire, Dusun Panga, Desa Palakka, Kabupaten Barru. Instagram/mt.kappire

Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyimpan salah satu destinasi wisata yang sangat indah. Namanya Gunung Kappire terletak di Dusun Pange, Desa Palakka. Wisata Gunung Kappire dikelola oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Massiring Pulu. Pokdarwis ini digagas oleh pemuda desa setempat bernama Armin Amir dan kini menjadi ketuanya.

Armin menuturkan, dulunya belum banyak mengenal Gunung Kappire. Mereka yang mengenalnya hanya masyarakat setempat. Konon, gunung itu dulunya digunakan sebagai tempat memberi seserahan. Gunung itu mulai dikenal pada 2006.

"Tahun 2006 ada sekelompok pemuda Dusun Pange yang naik di situ. Ternyata bagus dan dipromosikanlah ke orang-orang. Awalnya daerah Barru saja yang kenal Kappire. Seiring perkembangan sosial media, di upload, banyak yang kenal," kata Armin ketika dihubungi IDN Times, Sabtu (13/11/2021).

Ketika Gunung Kappire mulai dikenal secara luas, banyak orang penasaran dan mencoba melihatnya langsung. Sayangnya, kedatangan orang-orang justru banyak meninggalkan sampah di gunung. Merujuk kondisi itu, Armin merasa kawasan tersebut harus dikelola baik. Maka di tahun 2018, dia menggagas Pokdarwis Massiring Pulu. Meski begitu, wisata ini baru benar-benar dikelola di tahun ini.

Armin berpikir, jika wisata Gunung Kappire dikelola, maka akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat Dusun Pange. Mereka bisa menjual makanan tradisional khas pedesaan dan kerajinan tangan khas masyarakat setempat.

Sebagian masyarakat setempat sempat tak menyetujui pengelolaan wisata Gunung Kappire. Mereka yang tidak setujui umumnya percaya dengan mitos atau pamali yang berkaitan dengan gunung tersebut.

Namun Armin dan anggota Pokdarwis beranggotakan 55 orang itu tak pernah menyerah meyakinkan masyarakat. Mereka berupaya meyakinkan masyarakat Gunung Kappire memiliki potensi wisata menjadi daya tarik supaya orang lain datang ke kampung tersebut.

Banyak juga warga yang tidak setujui karena mengeluhkan masalah sampah yang dibawa orang dari luar sementara tidak ada pihak yang mengelola. Bahkan sempat ada kabar bahwa lokar Gunung Kappire di-blacklist.

"Jadi kami pikir daripada di-blacklist mending kita bentuk seperti ini Podarwis untuk mengelola. Jadi saya komunikasikan ke dinas pariwisata bagus itu kalau dibentuk seperti ini supaya pengunjung di situ bisa terdata dari mana semua yang naik," katanya.

Gunung Kappire terletak  ketinggian 1100 Mdpl. Puncak gunung tersebut berada tepat di perbatasan antara Kabupaten Barru dan Soppeng. Gunung Kappire tak hanya bisa dinikmati para pendaki, orang yang tak suka mendaki pun bisa menikmati keindahannya. Karena pihak pengelola menyediakan lokasi camp dengan latar belakang Gunung Kappire.

Selain gunung, wisata Gunung Kappire juga menawarkan panorama alam lain seperti persawahan, sungai dan air terjun. "Di Dusun Panga juga ada batu Lapidde, batu yang bentuknya mirip manusia. Itu kita tawarkan untuk stok foto dan tempat campnya dengan latarnya itu," kata Armin.

8. Cerita unik pegiat wisata Lombok dan Bali

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatSeorang wisatawan berpose di Wisata Mewah (Mepet Sawah) di Desa Tempos Gerung Lombok Barat. (Dok Mujiburahman)

Keindahan Pulau Lombok dengan kondisi alamnya sudah tidak diragukan lagi. Apalagi jika berkunjung ke wisata alam di Desa Sembalun Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur dan Desa Tempos Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Wisata Sembalun dan Desa Tempos terus mengalami perubahan. Perubahan itu tidak luput dari usaha  dilakukan oleh berbagai pihak, salah satunya kelompok pemuda atau generasi milenial di desa ini. Hampir semua destinasi di Desa Sembalun Lombok Timur dan Desa Tempos Lombok Barat dipoles oleh kaum milenial. Bahkan berkat anak muda, bisa menghadirkan pola kehidupan dan ekonomi baru bagi masyarakat setempat.

Ketua Pokdarwis Kabupaten Lombok Timur Asal Desa Sembalun, Royal Sembahulun, Kamis (11/11/2021) mengatakan, membangun destinasi di Desa Sembalun semata-mata untuk mendukung kreativitas pemuda milenial. "Jadi kawan-kawan muda ini masih punya PR dalam memperbanyak destinasi. Bagaimana agar wisatawan itu stay lebih lama, kemudian bisa menciptakan pundi pendapatan lebih banyak," kata Royal.

Desa Sembalun memiliki keunikan dari desa-desa wisata yang berada di Pulau Lombok. Tak banyak yang memiliki alam seindah Desa Sembalun. Sehingga wisatawan yang datang dapat menikmati suasana yang berbeda saat berada di desa ini.

"Contoh misalnya, pertanian, tanaman stroberi hanya ada di Sembalun ya kalau untuk di Lombok. Kita bisa unggulkan karena pesaing kita hanya ada di luar daerah seperti Malang, Bandung dan daerah lain," jelasnya.

Keunikan lain di Desa Sembalun karena desa ini dikelilingi bukit-bukit berhadapan langsung dengan Gunung Rinjani. Ada sembilan bukit yang ada di Sembalun. Semuanya dibuka sebagai area camping ground dan pendakian harian.

Di Kabupaten Tabanan Bali, tepatnya Desa Nyambu Kecamatan Kediri dicanangkan menjadi Desa Wisata sejak tahun 2016. Desa ini memiliki luas 387 hektare. Dari luasan itu, 61 persennya masih merupakan lahan pertanian. Selain memiliki lahan pertanian, Desa Nyambu juga punya sumber air melimpah.

Ketua Pengelola Desa Wisata Nyambu, Ni Luh Yeni Arianti,Yeni (27) mengatakan, semua Sumber Daya Manusia (SDM) terlibat di dalam pengelolaan Desa Wisata Nyambu berasal dari masyarakat lokal. Mereka menyediakan penyewaan sepeda, pengadaan snack dan makan siang, sampai tour guide. Saat ini ada tiga orang yang bekerja di pengelolaan Desa Wisata Nyambu.

"Kami di pengelola, selama ini sistemnya upah kalau ada tamu. Jadi kami tetap punya pekerjaan utama. Wisata masih kami anggap sebagai bonus. Jadi saat tidak ada tamu kami tetap punya pekerjaan," jelas Yeni.

Baca Juga: Cerita Sukmadi, Penggagas Wisata Negeri di Atas Awan Banten

Baca Juga: Serunya Susur Budaya dan Sawah di Desa Wisata Nyambu Tabanan

Baca Juga: Cerita Misno, Bikin Wisata Sawah Punden Rejo untuk Bantu Ekonomi Warga

9. Pandemik COVID-19, putar otak kelola tempat wisata

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatKebun Belajar Rumah Tumbuh, Kulon Progo (instagram.com/kebunbelajar.rumahtumbuh)

Meski mendapat dukungan dari instansi pemerintah, perusahaan, komunitas bahkan akademisi, Rozikin tak menampik, proses mendirikan Desa Wisata Rigis Jaya Lampung Barat juga menemukan berbagai kendala.

Menurutnya, pada 2019 lalu Desa Rigis Jaya mulai aktif membuka destinasi wisata. Itu merupakan momen penting selama setahun mengelolola manajemen wisata. Antusias masyarakat lokal juga sangat besar. Bahkan mulai dikenal oleh masyarakat kabupaten lain.

"Tapi pandemik COVID-19 datang. Jadi kelompok sadar wisata yang kita bentuk bubar karena mereka bingung mau bertahan sampai kapan pandemik ini. SDM kita sisa 10 persen dan wisata akhirnya tutup sekitar delapan bulan," ceritanya.

Kendati demikian, Rozikin bersama tim tak ingin tinggal diam dan mengecewakan kepercayaan masyarakat. Desa Rigis Jaya diikutsertakan berbagai perlombaan desa wisata sampai tembus 50 besar anugeran desa wisata se-Indonesia. Pada akhir September lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno bertandang langsung ke desa kopi tersebut.

"Gak pernah nyangka sih bakal menjadi desa yang berkembang seperti sekarang. Karena dulu kita ngelakuin dari nol banget," tutur Rozikin.

Menurutnya, menjadi pekerjaan rumah saat ini adalah meyakinkan kembali hati masyarakat desa wisata Rigis Jaya kembali bangkit setelah dua kali tutup selama 2021 ini. "Karena masyarakat sempat percaya tapi kemudian kami menghilang hampir setahun. Tapi sekarang kami bangkit kembali," tegasnya.

Menurut Rozikin, selama pandemik ini pengunjung di Desa Rigis Jaya Lampung Barat memang menurun drastis, dibanding awal buka sebelum pandemik COVID-19. Biasanya dalam sebulan mencapai 1.500 kunjungan sedangkan kini sekitar 500-800 kunjungan per bulan. "Kalau pas ada wisatawan datang kami melibatkan sekitar 34-40 masyarakat menjadi tour guide lokal," terangnya.

Saat pandemik melanda dunia, desa wisata Sembalun Lombok Timur juga sempat mengalami penurunan angka kunjungan wisatawan. Terutama wisatawan nusantara dan mancanegara. Namun dengan inovasi yang dilakukan oleh pemuda setempat, wisatawan lokal masih tetap datang dan menjadikan Sembalun sebagai desatinasi berlibur pada akhir pekan.

"Rata rata pendapatan 50 persen setelah pandemik COVID-19. Alhamdulillah wisata di Sembalun tidak mati," ujar Ketua Pokdarwis Kabupaten Lombok Timur Asal Desa Sembalun, Royal Sembahulun.

Meskipun ada pandemik COVID-19, namun Desa Nyambu di Tabanan Bali masih eksis hingga sekarang. Hanya saja kunjungannya memang menurun drastis dibandingkan sebelum pandemik. Saat pandemik, ada kunjungan 56 tamu untuk studi banding ke Desa Wisata Nyambu.  "Saat ini dalam sebulan belum tentu ada tamu. Jika dulu rata-rata 15 sampai 20 orang per bulan," ujar Ketua Pengelola Desa Wisata Nyambu, Ni Luh Yeni Arianti, Jumat (12/11/2021).

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Bali kini memang sudah semakin longgar seiring menurunnya kasus COVID-19. Yeni pun berharap kedatangan wisatawan ke Desa Nyambu perlahan-lahan mulai bertambah.

Pegiat wisata di Dusun Muncul, Desa Rowoboni Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang berbenah pasca penurunan level PPKM. Desa wisata kembali ramai dikunjungi para wisatawan khususnya wisata river tubing di Kali Muncul

Yazid Khairil Aziz seorang pemandu sekaligus pengelola wisata river tubing, mengatakan, adanya penurunan level PPKM benar-benar berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan di Desa Rowoboni. Ia mengaku sempat menutup total lokasi wisata river tubing selama 18 bulan lantaran ada larangan saat pandemik COVID-19.

"Dari awal pandemik 2020 sampai 2021 kita tutup total. Terus bulan Mei 2021 kita coba buka lagi seminggu, ternyata ada PPKM Darurat. Kemudian kita tutup lagi dan baru berani buka akhir Agustus kemarin," ujar Yazid.

Efek pandemik menyebabkan banyak teman-teman sesama pemandu yang menganggur. Tak sedikit yang memilih mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Termasuk mencari peruntungan menjadi petugas pemakaman jenazah COVID-19, tim pemulasaran jenazah COVID-19, menjadi petugas penjaga rumah karantina COVID-19 sampai ada yang jualan makanan ala kadarnya.

Meski begitu, ia tetap bertekad membenahi lokasi wisata river tubing sebagai bekal masa depan. Diakuinya bukan perkara yang mudah untuk menggaet wisatawan saat river tubing kembali dibuka.

Ia butuh perjuangan keras untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat agar mau liburan lagi. Yazid mengaku banyak persiapan yang menjadi bekalnya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Ia harus mulai dari nol lagi.  Cara yang ia tempuh ialah menyiapkan segala jenis protokol kesehatan.

Menyelenggarakan kegiatan di tengah pandemi memang gak mudah. Selain harus selalu lapor Dukuh sampai RT dan RW, menjaga protokol kesehatan kepada anak-anak juga jadi tantangan. Para mentor tidak henti-hentinya mengingatkan anak-anak untuk tetap pakai masker, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan.

Untungnya, kegiatan ini justru didukung oleh semua pihak termasuk orang tua dari anak-anak yang mengikuti Kebun Belajar Rumah Tumbuh di Kulon Progo. “Para orang tua ini kan jenuh juga melihat anaknya di rumah terus. Dan salah satu healing yaitu buat bertemu teman dan bermain bersama di sini,” tambah Bayu.

Salah satu usaha mentor di Kebun Belajar Rumah Tumbuh untuk mengingatkan anak-anak bahayanya COVID-19 dan bagaimana cara mengantisipasi penyakit ini juga telah dilakukan. Mereka melakukan Zoom Meeting dengan salah satu teman dokter yang pernah terpapar COVID-19 dan disaksikan anak-anak secara langsung.

Kesulitan yang dirasakan oleh mentor tidak hanya karena adanya pandemik, tapi juga keseriusan anak-anak untuk mau rutin datang belajar bersama. “Jumlah anak-anak yang datang tiap kegiatan tidak tetap. Kadang bisa datang semua, kadang yang datang hanya 1-3 orang. Jadi keseriusan peserta masih naik turun,” kata Fiihaa Mayyasya, salah satu mentor.

10. The power of medsos

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatWisata Negeri di Atas Awan, Citorek, Banten (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Kekuatan utama membangun objek wisata adalah yakin desa menjadi salah satu daya tarik wisatawan mancanegara maupun lokal. "Wisata desa terbukti mampu membangun ekonomi masyarakat. Jadi untuk membuat wisata desa itu kita harus punya perencanaan kemudian action dan evaluasi," papar Rozikin, warga Desa Rigis Jaya, Kabupaten Lampung Barat

Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Tempos Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat Mujiburahman menjelaskan, ada semangat baru adanya lokasi wisata yang ada di Desa Tempos Lombok Barat. Desa Tempos memiliki tema wisata bertajuk Wisata Mewah atau Mepet Sawah. Pokdarwis yang terbentuk sejak tahun 2020 lalu sudah mampu mendatangkan pundi-pundi ekonomi bagi warga Desa Tempos.

"Ada potensi memang di sana. Kita ubah jalur desa menjadi jalur Goweser (pesepeda). Dan pertama alam sangat potensial untuk dibangun sebuah wisata bertajuk Wisata Mewah (mepet sawah)," ujar Mujib.

Lokasinya berhadapan dengan Gunung Sasak di sebelah timur, pengunjung juga dapat menikmati sunset atau matahari tenggelam. Hal unik lain yang ditawarkan dari para pemuda di Desa Tempos, mempromosikan kuliner khas. Seperti makanan ringan, Serabi, Kelepon, Keludan, dan sejenisnya. "Ini dijual langsung di lokasi Wisata Mewah dengan paket harga Rp10 ribu saja," kata Mujib.

Seluruh hasil makanan khas di Desa Tempos diproduksi dari 38 pedagang kali lima yang berasal dari Desa Tempos. "Ini bisa memberi dampak pada pendapatan para warga," katanya.

Kondisi Desa Tempos yang berada di bawah kaki Gunung Sasak membuat Pokdarwis berpikir keras untuk menggali potensi lain. Seperti adanya lokasi camping ground di Bukit Gretok, Sumur Ajaib, dan Wisata Kesenian Tari dan Pahat. Jumlah kunjungan mencapai 1000 orang  dalam sepekan. Angka ini cukup fantastis bagi wisata yang baru berusia satu tahun.

"Ini efek dari promosi melalui medsos. Kami lihat rata-rata penduduk Indonesia memakai gadget. Apalagi media sosial seperti Instagram, Facebook sangat berpengaruh saat pemasaran," jelasnya

Wisata ini dapat meraih pemasukan mencapai Rp 500 ribu dalam sehari. Dalam sebulan saja, rata-rata pemasukan khusus parkir dan akses masuk Wisata Mewah mencapai Rp4 juta perbulan. Belum dari pendapatan lain, seperti dari makan dan minum pengunjung.

"Pendapatan ini murni untuk memperbaiki dan memberikan insentif buat teman yang bekerja. Karena mereka ini kan tidak digaji," katanya

Semua hasil pemasukan dari Wisata Mewah untuk memberikan bantuan pengembangan wisata. Mujib mengatakan, berkembangnya desatinasi wisata, ini bisa berdampak baik bagi masyarakat sekitar Desa Tempos.

Pada tahun 2010 Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti Jakarta bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan tentang pengembangan Agroecotourism. Lewat kesempatan itu, keduanya menyepakati Desa Cibuntu sebagai pengembangan desa berbasis pemberdayaan masyarakat.

Pertengahan tahun 2011 mulai dilakukan pembinaan, sosialisasi, dan pelatihan yang mengarah pada pengembangan SDM kepariwisataan di Desa Cibuntu. Kesempatan itu disambut gembira Awam dan masyararakat setempat demi menggali segala potensi desa agar mampu mendulang sumber mata pencaharian warga.

Pada 17 Februari 2012, Desa Cibuntu dikenalkan sebagai desa wisata sekaligus mengukuhkan Kelompok Sadar Wisata dan kelompok sanggar seni yang sudah dibekali pelatihan. Selang delapan bulan kemudian, pada 15 Desember 2012 dilaksanakan Desa Wisata Cibuntu dideklarasikan oleh Bapak Bupati Kuningan dan Ketua STP Trisakti Jakarta.

Tahun 2013, pendampingan dan pelatihan terus diberikan oleh kelompok studi maupun Dinas Pariwisata Kabupaten Kuningan. Seperti pelatihan masak, kuliner, pengelolaan homestay, tata cara memandu wisata, penyusunan paket wisata, pelatihan kesenian, loka karya kerajinan hingga pelatihan dasar-dasar ilmu kepariwisataan.

Begitu juga di Desa Burai Ogan Ilir, Ubah Desa Kumuh jadi Desa Wisata  Secara perlahan dampak desa wisata sudah mulai dirasakan masyarakat luas lewat branding desa wisata. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menggeliat memasarkan kemplang (kerupuk), hingga songket Burai kepada wisatawan yang datang. "Kita juga menawarkan kuliner khas, yakni pindang Burai. Ikannya diambil secara langsung dari sungai Burai," jelas mantan Kades Burai, Ferianto .

Di sisi lain, desa wisata Burai sejauh ini belum berkembang secara reguler atau belum menerima wisatawan secara kontinu. Hal ini diakuinya terkendala pandemik COVID-19 yang hampir berlangsung dalam dua tahun terakhir.

Rencananya di tahun 2022 mendatang mereka akan memulai mengaktifkan kembali kalender wisata Burai, guna menarik wisawatan secara reguler luar dan dalam negeri. "Kalau sekarang paling satu bulan hanya sekali kunjungan. Rata-rata memesan terlebih dahulu H-7 sebelum kedatangan, lalu kita mulai menyiapkan desa H-2," jelas dia.

Darul menyadari, semangat membangun desa wisata penting didukung platform digital sebagai sarana promosi desa wisata. Hal ini terbukti dalam rentang waktu tiga tahun mereka dapat terus eksis dengan bantuan media sosial. "Sekarang banyak cara untuk promosi dan belajar. Cukup dari media sosial kita bisa membranding desa," kata dia.

Armin Amir, pegiat wisata di Gunung Kappire, Dusun Panga, Desa Palakka, Kabupaten Barru Sulawesi Selatan tak pernah menyangka desanya akan menjadi terkenal. Semua itu, berkat promosi di media sosial. Dia menyadari peran media sosial sangat penting dalam mengenalkan Gunung Kappire ke masyarakat. Targetnya sekarang yaitu mempromosikan supaya orang yang tidak bisa mendaki juga berkunjung ke Dusun Panga dengan view lainnya.

"Sudah hanyak yang berkunjung ke Dusun Panga untuk camp. Kita juga tawarkan camp sambil makan gula tappo. Kemarin waktu musim panen kacang tanah, kita camp sambil panen kacang tanah. Tahun baru rencana saya promosikan lagi camp sambil jagung bakar," katanya.

11. Inovasi manfaatkan teknologi salah satu kunci

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatIlustrasi teknologi (uinjkt.ac.id)

Di Balikpapan ada yang namanya FDWB (Forum Duta Wisata Balikpapan) kelompok mitra Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Balikpapan yang terdiri dari pemuda-pemudi kumpulan Duta Wisata Kota Balikpapan.

Ketua FDWB Balikpapan Yoga Pratama mengatakan, jika duta wisata memiliki kewajiban untuk menjadi promotor pariwisata setiap kota. Melalui FDWB pun menjadi wadah bagi alumni duta wisata dan duta wisata yang terpilih untuk membuat program berkelanjutan.

Pria akrab disapa Bang Yog ini mengatakan, program yang dijalankannya ini tentunya akan dibuat berbeda dengan wisata daerah lainnya. Ia bersama FDWB rencananya akan mengembangkan program QR Code Pariwisata (CORE - Choice, Orient, Result, Elevate) FDWB di setiap destinasi wisata Balikpapan.

Ia menyadari, data menjadi hal sangat dibutuhkan untuk peningkatan potensi pariwisata di industri 4.0. QR code juga berisi survei kepuasan pariwisata untuk pengunjung, penyediaan spot foto dan denah yang akan diarahkan QR code melalui website.

Dengan terkumpulnya data tersebut akan menjadi patokan pegiat pariwisata dan pemerintah untuk meningkatkan potensi setiap tempat wisata. "Rencana launching QR Code akan diadakan 20 November dengan rangkaian acara gotong royong aksi bersih pantai tempat wisata di balikpapan oleh FDWB dan komunitas lainnya," terangnya.

Saat ini dirinya bersama rekan-rekannya terus berinovasi dengan program lainnya seperti, Ceriwisan (Cerita Wisata Balikpapan) dan Jelajah Balikpapan yang tentunya sebagai ajang promosi wisata di Balikpapan.

Sedangkan di Desa Wisata Nyambu, Tabanan menyediakan tiga paket wisata yang bisa dinikmati yaitu paket susur sawah, susur budaya, dan susur sepeda. Masing-masing paket harganya Rp400 ribu per orang per paket.

Supaya tetap bertahan di tengah hantaman pandemik, Ketua Pengelola Desa Wisata Nyambu, Ni Luh Yeni Arianti, menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Jaringan Ekowisata Desa (JED) dengan alamat www.jed.id. Kerja sama ini berupa virtual tour. Harga untuk sekali melakukan virtual tour Desa Nyambu adalah 75 dolar per orang atau sekitar Rp1.064.415 (1 Dolar setara Rp14.192 per 12 November 2021).

Yazid Khairil Aziz seorang pemandu sekaligus pengelola wisata river tubing di Dusun Muncul, Desa Rowoboni Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang mengatakan, sertifikat CHSE. Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan) dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan).

Yazid menganggap mengurus sertifikat CHSE nyatanya memberikan keuntungan tersendiri bagi pengelolaan wisata river tubing. Ia yang kerap memposting sertifikat CHSE ke akun Instagram resmi river tubing Muncul selalu mendapat respon yang positif dari netizen.

"Ternyata tanpa disadari, kita satu-satunya wisata air di Kabupaten Semarang yang sudah punya sertifikat CHSE. Dan respon masyarakat luar biasa. Ada yang nanya lokasi via Facebook, lewat Instagram. Setelah diberi tahu kalau kita sudah punya sertifikat CHSE dengan standar keamanan protokol kesehatan yang memadai, orang-orang pada liburan ke Kali Muncul," paparnya.

12. Modal utama bangun desa

Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini MemikatKomunitas Banyuwangi Youth Creative Network (BYCN) membuat destinasi wisata baru dengan memanfaatkan benda-benda kuno. IDN Times/Istimewa

Awam, Kepala Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan menyampaikan, modal utama yang harus dimiliki membangun desa adalah kapabilitas, keberanian, kepercayaan dan kejujuran.

Kekuatan itu mendorongnya agar tak pernah patah arang dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi. Berkat kegigihannya memimpin desa dari tahun 2003, dia mendapat penghargaan dari Bupati Kuningan, sebagagi Inspirator Desa Wisata 2020.

Rozikin, pegiat wisata Desa Rigis Jaya Kabupaten Lampung Barat berharap, pihak pemerintah daerah memberi dukungan perbaikan infrastruktur menuju Kampung Rigis Jaya. Sebab ada beberapa titik jalan dikeluhkan wisatawan karena perlu perbaikan.

Sementara itu melalui media pihaknya meminta ikut melakukan promosi terkait paket wisata di Rigis Jaya. Sebab ia yakin desa wisata bisa jadi wisata primadona dan mengangkat ekonomi di desa. "Artinya pemerintah, akademisi, komunitas dan media kita gotong royong angkat satu potensi desa yang sudah terlihat" harapnya.

Sedangkan Misno, pegiat wisata Deli Serdang Sumatra Utara meminta kepada pemerintah agar dapat diperhatikan dan mendukung destinasi wisata Punden Rejo agar setiap tahun semakin baik dan maju. "Khususnya kepada pemerintah juga dunia usaha, karena satu-satunya destinasi wisata di Tanjung Morawa ini hanya Punden Rejo," ujarnya.

Ia juga berharap ada bantuan untuk wahana khususnya untuk anak-anak. "Jadi, kami juga terbuka kepada pengusaha yang ingin bekerjasama untuk wahana seperti flying fox, kolam anak dan lain. Kebetulan areal kita ini luasnya ada 7 hektare dan segitiga jalannya bagus, udara segar dan alami. Kita juga didukung oleh irigasi," harapnya.

Selain wisata sawah yang difasilitasi oleh Misno, ia juga mengatakan telah difasilitasi wisata air dengan adanya sampan. "Untuk ke depannya, bisa dibuat wahana air untuk anak-anak. Makanya, kami berharap kepada pemerintah labupaten maupun provinsi supaya sama-sama memikirkan wisata yang ada di Tanjung Morawa ini bisa dinikmati khususnya kepada kalangan kita semua. Tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat," tutupnya.

Tim penulis: Silviana, Ahmad Viqi, Mohamad Ulil Albab, Imron Saputra, Riani Rahayu, Wildan Ibnu, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Anggun Puspitoningrum, Fariz Fardianto, Dyar Ayu, Indah Permatasari, Muhammad Iqbal, Rangga Erfizal, Ashrawi Muin

Baca Juga: Anak Muda Desa Burai Ogan Ilir, Ubah Desa Kumuh jadi Desa Wisata

Baca Juga: Rigis Jaya Lampung Barat, Dulu Desa Tertinggal Kini Favorit Wisata 

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya