[OPINI] Parkir Sembarangan di Bahu Jalan Picu Macet, Norma dan Disiplin Hilang? 

Masih adakah norma dan tertib hukum pengendara?

VOLUME kendaraan melintas di ruas jalan protokol Kota Bandar Lampung setiap hari cukup padat. Sayangnya kondisi itu tidak diimbangi dengan peningkatan panjang atau lebar jalan. Imbasnya, kondisi macet atau kendaraan melaju padat merayap di jalan sudah menjadi keseharian dihadapi para pengendara.

Jika menelusuri Kota Bandar Lampung, ada beberapa titik kemacetan yang sering terjadi yang hingga saat ini rasanya belum ada solusi nyata Contohnya, Jalan Jendral Suprapto, Jalan Brigjend Katamso, Jalan Raden Intan, hingga Jalan RA Kartini hingga jalan lingkungan. Jam rawat macet pun kini tak dapat diprediksi. Tak melulu pagi dan sore hari semata. 

Kondisi arus lalulintas macet atau padat merayap tak hanya dipicu banyaknya volume kendaraan yang melintas. Ada faktor lainnya yakni, kendaraan parkir di lokasi yang tidak seharusnya. Misalnya saja, pengendara roda empat memarkir kendaraan di bahu jalan protokol dan jalan lingkungan sekitaran warung, toko, kantor, pusat perbelanjaan, kafe dan resto, trotoar dan depan rumah

Para pengendara itu berdalih, parkir di bahu jalan lantaran keterbatasan lahan parkir. Terbatasnya lahan parkir membuat pengendara malas mencari tempat parkir jauh dari lokasi dituju dan demi kepraktisan parkir di bahu jalan bak jadi solusi. Parkir sembarangan di bahu jalan makin 'lengkap' apabila tidak ada rambu jalan dilarang parkir. Alhasil, pengendara menganggap bebas memarkir kendaraannya di tempat tersebut.

Bisa jadi, pengendara memarkir kendaraan di bahu jalan itu tak menyadari dapat berimbas memicu arus lalulintas jadi tersendat. Itu lantaran volume kendaraan melintas di jalan makin sempit karena ada kendaraan parkir sembarangan. Dari kemacetan jalanan yang terjadi akibat parkir sembarangan membuat aktivitas masyarakat lainnya menjadi terhambat. Rasa kesal dan ketidaknyamanan para pengendara yang kegiatannya terganggu juga dapat jadi pemicu akibat kelakuan para pengendara yang parkir sembarangan di bahu jalan.

Seorang warga Bandar Lampung, Karina (20) misalnya, efek dari parkir sembarangan membuat resah. Pasalnya, kegiatan yang akan dilakukan menjadi terlambat. Ia mencontohkan, beberapa hari lalu berkendara menuju rumah sakit untuk mengantar sang adik pemeriksaan kesehatan.

Alih-alih ingin cepat sampai tujuan, kendaraan dikemudikannya menuju rumah sakit tersendat lantaran jalur jalan sempit dipicu banyak kendaraan parkir sembarangan di bahu jalan. Tak ayal, kondisi itu memicu rasa kesal dalam diri Karina karena ia beraktivitas ke rumah sakit tujuannya cukup penting.

Perilaku parkir sembarangan merupakan salah satu dari nilai dan norma yang tidak baik. Tindakan tersebut merupakan bagian nilai tidak disiplin dan melanggar norma kesopanan yang saat ini banyak masyarakat diabaikan. Masyarakat lebih mementingkan sifat individualismenya dan kepentingan pribadi semata. Dalam perspektif sosiologi juga berkaitan dengan anomie yang dikemukakan oleh tokoh Emile Durkheim. Anomie merupakan mulai berpudarnya pegangan pada kaidah-kaidah yang ada, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah.

Parkir sembarangan sebenarnya sudah sejak dahulu terjadi kini menjadi kebiasaan dan budaya yang sudah dianggap wajar oleh masyarakat. Padahal, hal ini tidak baik karena terus dipelihara sehingga kebiasaan masyarakat terus terulang dalam waktu yang lama. Suatu kebiasaan yang tidak baik ini memberikan banyak efek. Di antaranya, banyak para kendaraan lainnya yang kesulitan untuk melewati jalan tersebut dan pada akhirnya akan memicu terjadi kemacetan.

Padahal sudah jelas tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 1. "Parkir sembarangan dapat dikenakan Pasal 287 ayat (1), melanggar rambu-rambu atau marka dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling lama Rp500.000”. Tetapi pada kenyataannya masih banyak dari masyarakat yang lalai dan melanggar akan hal ini.

Merujuk kondisi ini, perhatian dari pemerintah perlu secara tegas menertibkan kendaraan milik pengguna jalan yang parkir sembarangan. Tindakan dari pemerintah harapannya diimbangi pemberian sanksi tegas kepada pelanggar. Tentu masyarakat juga berharap sanksi tegas bukan hanya isapan jempol semata, tapi tindakan nyata. Rujukan sanksi tegas itu dapat mengacu payung hukum UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Peran masyarakat pun dibutuhkan. Masyarakat perlu ada rasa kesadaran akan nilai-nilai dan norma yang mencerminkan budaya Indonesia yang baik merujuk nilai disiplin dan norma kesopanan. Diharapkan masyarakat dapat bijak dalam bertindak, tenggang rasa terhadap pengendara lain untuk dapat memarkir kendaraan sesuai pada tempatnya dan menaati rambu lalu lintas yang berlaku. Kalaupun di lokasi tersebut tidak memiliki rambu lalulintas dilarang parkir, sudah semestinya masyarakat tidak parkir sembarangan di bahu jalan, khususnya jalan aktif dilintasi pengendara.

Nilai-nilai dan norma tersebut harusnya dapat terus disosialisasikan dengan baik dalam lembaga masyarakat, agar dapat mencegah terjadinya kemacetan. Dan untuk mewujudkan itu memang sudah semestinya diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri, agar kondisi jalan kecil maupun jalan raya dapat berjalan efektif serta kemacetan dapat dihindari

Hanifatunnisa

Mahasiswa asal Bandar Lampung saat ini kuliah Jurusan Sosiologi Universitas Sriwijaya,(Mahasiswa Pertukaran Kampus Merdeka Universitas Kristen Indonesia)

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya