Tak Hanya Perlintasan, Lampung Hotspot Perdagangan Satwa Liar Ilegal

Praktik perdagangan satwa liar tersebar di sejumlah daerah

Intinya Sih...

  • Provinsi Lampung menjadi hotspot perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia
  • Sebanyak 200 ribu individu satwa liar diselamatkan dalam 5 tahun terakhir di Provinsi Lampung
  • Permintaan pasar yang tinggi membuat skala penyelundupan burung Sumatera ke Pulau Jawa semakin masif

Bandar Lampung, IDN Times - Kasus penyeludupan satwa liar jenis burung baru-baru ini kembali diungkap di Provinsi Lampung. Peristiwa ini diyakini Lampung tidak hanya menjadi jalur perlintasan, melainkan juga hotspot perdagangan satwa liar ilegal.

Direktur Eksekutif Flight: Protecting Indonesia's Birds, Marison Guciano mengatakan, keyakinan tersebut seiring banyaknya praktik pedagang satwa liar tersebar di sejumlah daerah di Provinsi Lampung. 

"Kedua faktor itulah yang menjadikan Lampung salah satu hotspot perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia. Selain Aceh, Pekanbaru, Medan, Jambi, Surabaya, Makassar, Kendari, Pontianak, Samarinda, Banjarmasin, Ambon, Sorong, Nabire, Jayapura dan beberapa daerah di Kalimantan," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (8/6/2024).

Baca Juga: Dalam Kardus Minuman, 295 Burung Ilegal Pekanbaru Disita di Bakauheni

1. Ada 200 ribu satwa liar diselamatkan dari perdagangan ilegal 5 tahun terakhir

Tak Hanya Perlintasan, Lampung Hotspot Perdagangan Satwa Liar IlegalPengungkapan penyelundupan 295 burung, 65 di antaranya satwa liar dilindungi diamankan Balai Karantina Lampung di Pelabuhan Bakauheni. (DOK. Karantina Lampung).

Diungkapkan Marison, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, setidaknya 200 ribu individu satwa liar berhasil diselamatkan dari praktik perdagangan ilegal satwa liar di Provinsi Lampung.

Mayoritas dari satwa-satwa liar tersebut adalah jenis burung kicau asal Sumatera hendak diselundupkan ke beberapa daerah di Pulau Jawa.

"Bisa kita lihat, terbaru Balai Karantina Lampung berhasil menyelamatkan 295 burung Sumatera dari upaya penyelundupan ke Pulau Jawa. Puluhan burung tersebut teridentifikasi dengan status dilindungi, seperti cucak hijau," ucapnya.

2. Kurangnya efek jera bagi para pelaku penyelundup

Tak Hanya Perlintasan, Lampung Hotspot Perdagangan Satwa Liar IlegalPengungkapan penyeludupan 1.400 burung liar Sumatera di Pelabuhan Bakauheni, Jumat (22/3/2024). (IDN Times/Istimewa).

Menurut Marison, permintaan pasar yang tinggi di Pulau Jawa membuat masifnya skala penyelundupan burung Sumatera ke Pulau Jawa. Apalagi, bisnis ilegal satwa liar ini sangat menguntungkan dari kacamata pedagang, dikarenakan menjanjikan keuntungan berlipat ganda.

"Dari pengamatan kami, pelaku penyelundupan dan perdagangan satwa liar ilegal ya itu itu saja. Mereka adalah orang yang seringkali tertangkap, tapi kemudian bermain kembali. Ini disebabkan karena vonis hakim yang terlalu ringan," ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan dalam beberapa kasus, para pelaku penyelundupan tidak dapat dijerat hukum karena jerat pelaku dengan Undang-Undang Karantina satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal bukan berstatus dilindungi. "Jadi hanya satwa liarnya saja yang dirampas oleh petugas, tetapi pelakunya dapat bebas dan kemudian beraksi kembali" tambah dia.

3. Jerat pelaku dengan Undang-Undang Karantina

Tak Hanya Perlintasan, Lampung Hotspot Perdagangan Satwa Liar IlegalPengungkapan penyelundupan 295 burung, 65 di antaranya satwa liar dilindungi diamankan Balai Karantina Lampung di Pelabuhan Bakauheni. (DOK. Karantina Lampung).

Sebagai NGO berfokus dalam perlindungan satwa burung liar, Marison menambahkan, pihaknya berharap agar Undang-Undang (UU) Karantina dapat difungsikan lebih efektif, dalam menjerat para pelaku penyelundupan satwa liar Sumatera ke Pulau Jawa. 

"Ketika UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya tidak dapat menjerat para pelaku perdagangan ilegal satwa liar dengan status tidak dilindungi, UU Karantina diharapkan bisa berperan meskipun dengan ancaman hukuman yang lebih rendah," imbuhnya.

Misalnya, Pasal 88 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan menyebutkan pelanggaran terhadap UU Karantina diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

"Kami berharap ada komitmen dan sinergitas yang kuat dari semua lapisan stakeholder terkait, dalam memberantas dan memerangi praktik-praktik penyelundupan satwa burung liar," tandas dia.

Baca Juga: Penampakan 70 Tanduk Kerbau Asal Jambi Disita di Pelabuhan Bakauheni

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya