Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM Langka

Penghidupan nelayan jauh dari kata 'sejahtera'

Bandar Lampung, IDN Times - Profesi nelayan di Provinsi Lampung sedang dihadapkan sekelumit problematika. Tantangan hingga permasalahan mulai dari kebijakan pemerintah dianggap menyulitkan sampai urusan kelangkaan bahan bakar solar.

Alhasil, pekerjaan menggantungkan hasil tangkapan ikan dan biota laut lainnya inipun disebut masih jauh bisa menghadirkan kehidupan 'sejahtera' bagi para pelakunya.

Menjelang Hari Nelayan Nasional 6 April mendatang, IDN Times membagikan suka duka profesi nelayan di Lampung hingga upaya pemerintah daerah mendukung keberlangsungan penghidupan para nelayan.

1. Kebijakan pemerintah hingga kelangkaan solar subsidi jadi tantangan nelayan

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaWakil Ketua HNSI Lampung Timur, Andi Baso. (IDN Times/Istimewa).

Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung Timur, Andi Baso mengatakan, keluh kesah tantangan maupun permasalahan para nelayan kini tak lagi sekadar cuaca ekstrem. Cuaca dahulu diakui mejadi persoalan terbesar untuk berlayar mendapatkan hasil tangkapan ikan secara maksimal.

Saat ini, sedikitnya terdapat 2 problematika terbesar mesti dihadapi para nelayan. Pertama, aturan pemerintah dianggap menyulitkan. Kedua, persoalan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar.

"Sebenarnya tujuan aturan dibuat pemerintah ini bagus, tapi problem implementasinya di lapangan tidak berbanding lurus. Semisal ketentuan kelengkapan dokumen kapal, inikan baik, tapi ternyata waktu nelayan mau ikut aturan rasanya memberatkan," kata Andi kepada IDN Times, Sabtu (1/4/2023).

Sebagai contoh, satu kapal dikatakan sedikitnya wajib memiliki 2 dokumen yakni, Sertifikat Kelaikan Kapal Perikanan atau disingkat (SKPP) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Kedua dokumen ini dulu dapat diurus sekaligus di pihak Syahbandar, namun kini, khusus SPB dipindahkan ke Dinas Perikanan Provinsi Lampung.

"Masalahnya, dinas setempat tidak bisa langsung menerbitkan. Jadi SSPB mesti diurus juga ke PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) Karangantu, Banten. Jadi sekarang ini, hampir semua sertifikat kelayakan kapal perikanan di Lampung, karena mau diperpanjang sulit," sambung Andi.

2. Nelayan harus putar otak tanpa andalkan subsidi pemerintah

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaNelayan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Telukbetung Timur, Kota Bandar Lampung mulai mengeluhkan kelangkaan stok BBM solar sepekan terakhir.

Bukan hanya ketentuan peraturan pemerintah tumpang tindih, Andi turut membeberkan, para nelayan juga terkendala persoalan kelangkaan BBM Solar subsidi. Mengingat, suplai ketersediaan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) diketahui sesuai kuota kebutuhan kapal memiliki dokumen lengkap.

Walhasil, kapal-kapal belum melengkapi atau tak memiliki dokumen lengkap izin berlayar tidak mendapat suplai BBM Solar subsidi. Sehingga nelayan harus memutar otak untuk bisa tetap berlayar menangkap ikan tanpa mengandalkan subsidi pemerintah.

"Sebenarnya ini kembali lagi ke tantangan awal, sulitnya mengurus dokumen kapal berakibat kelangkaan Solar. Jadi di Lampung Timur saja, ini ada sekitar 1.500 lebih kapal nelayan dan yang mempunyai surat dokumen lengkap hanya sekitar 30 persennya saja," terang Andi.

Baca Juga: Alasan Nelayan Bandar Lampung Tak Pernah Cari Ikan di Daerah Sendiri

3. Nelayan harus bisa mandiri

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaNelayan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Telukbetung Timur, Kota Bandar Lampung mulai mengeluhkan kelangkaan stok BBM solar sepekan terakhir.

Di tengah sederet kesulitan tersebut, Andi mengaku tetap bersyukur dengan profesi nelayan telah digelutinya sejak puluhan tahun lalu ini. Meskipun itu dijalaninya dengan cara-cara mandiri, demi sekadar menghidupi kebutuhan keluarga.

"Kalau penghasilan untuk sekadar kebutuhan hari-hari, ya alhamdulillah masih mencukupi, artinya, nelayan masih bisa hidup walaupun sederhana dan cukup layak," katanya.

Namun perlu dicatat, Andi meyakini kehidupan para nelayan di Lampung masih jauh dari kata 'sejahtera'. Terlebih bagi mereka belum mampu menjalankan profesi ini secara mandiri, ditambah pemerintah kurang menciptakan atau memikirkan kemandirian bagi nelayan Lampung.

"Mandiri ini bagaimana? Ya meskipun kecil, ke laut harus pakai Solar sendiri, menjual hasil laut sendiri. Dari pada merasa besar mau berangkat ke laut pinjam Solar, lalu pas pulang hasil tangkapan produksi dijual dengan harga murah," lanjut dia.

4. Kurangnya perhatian pemerintah daerah

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaIlustrasi nelayan melaut. (Dok. KNTI)

Terkait kondisi lingkungan di perairan Lampung saat ini, Andi menjelaskan, hasil tangkapan laut dari tahun ke tahun diakui mengalami penurunan. Itu ditengarai mulai dari kapal sebagai alat tangkap dan nelayan pendatang dari luar Provinsi Lampung.

Oleh karenanya, ia pun berharap pemerintah daerah dapat mengatasi permasalahan tersebut. Caranya, mengeluarkan aturan-aturan tertentu hingga memberikan pembinaan serius bagi para nelayan di Bumi Ruwa Jurai.

"Pemerintah kita sekarang harus diakui kurang memberikan sentuh terhadap para nelayan, ditambah anggota legislatif kita yang sekarang banyak kurang memahami soal kemaritiman. Kami nelayan-nelayan ini juga perlu dipikirkan," kata wakil ketua HNSI Lampung Timur 3 periode tersebut.

5. Pemerintah daerah komitmen jaga produktivitas perikanan

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaIlustrasi hasil tangkap nelayan. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Menyikapi situasi ini, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung, Kusnardi mengatakan, pemerintah daerah terus berupaya menjaga produktivitas perikanan. Salah satunya, pencatatan secara daring bagi seluruh nelayan ingin mengisian bahan bakar di SPBN.

Kendati diakui dalam implementasinya, memang terkadang nelayan mengalami kesulitan, dikatakani nelayan di Pesisir Teluk Lampung telah mulai beradaptasi mengenal teknologi dalam pemenuhan bahan bakar sebelum melaut.

"Langkah pencatatan tersebut dilakukan selain untuk menjaga ketersediaan BBM bagi kapal nelayan, juga dilakukan untuk mencegah adanya penyelewengan penyaluran yang tidak tepat sasaran," katanya. 

6. Usulkan penambahan kuota BBM nelayan

Keluh Kesah Nelayan Lampung, Hadapi Kebijakan Sulit hingga BBM LangkaNelayan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Telukbetung Timur, Kota Bandar Lampung mulai mengeluhkan kelangkaan stok BBM solar sepekan terakhir.

Terkait persoalan BBM, Lampung dijelaskan Kusnardi, kuota solar subsidi sepanjang 2022 untuk konsumen pengguna usaha perikanan sebesar 2.242.368 kiloliter. Catatan kebutuhan ini disebut bakal bertambah pada 2023 mendatang.

"Kebutuhan BBM subsidi nelayan sudah kita usulkan, sehingga pengawasan penyaluran menjadi salah satu langkah utama yang harus dilakukan selain menjaga ketersediaan pasokan," tandas dia.

Baca Juga: Cara Kreatif Gen Z Raup Cuan Momen Ramadan 2023

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya