Kejati Lampung Bongkar Program Renovasi Rumah Fiktif di Pemkab Lampura

Indikasi korupsi anggaran Rp3,6 miliar

Bandar Lampung, IDN Times - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung membongkar dugaan tindak pidana korupsi program perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH) pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Pemkab Lampung Utara tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020.

Pengungkapan dugaan kasus tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor: Print-06/L.8/Fd.1/11/2022 tertanggal 14 November 2022.

"Bahwa benar, telah ditemukan perbuatan melawan hukum dugaan tindak pidana korupsi dan tahapan kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Hutamrin saat memimpin konferensi pers, Kamis (5/1/2022).

Baca Juga: Jaksa Lampung Dikabarkan OTT Kejagung Diduga Menyalahgunakan Wewenang

1. Besaran nilai anggaran penanganan perkara Rp3,6 miliar

Kejati Lampung Bongkar Program Renovasi Rumah Fiktif di Pemkab LampuraIlustrasi kasus penggelapan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Hutamrin menjelaskan, penanganan kasus ini meliputi besaran anggaran kegiatan perencanaan fiktif masing-masing tahun anggaran 2018 sebesar Rp1,45 miliar, 2019 (Rp1,2miliar), dan 2020 (Rp960 juta). Total anggaran mencapai Rp3,61 miliar.

Modusnya, Disperkim Pemkab Lampung Utara diduga telah menyusun program kegiatan perencanaan tidak diikuti kegiatan fisik, serta melakukan kegiatan perencanaan fiktif hingga tidak memiliki nilai manfaat pada penggunaan anggaran.

"Terdapat anggaran dalam DPA berupa kegiatan jasa perencaan 2018, 2019, 2020. Kegiatan ini dilaksanakan pada Bidang Perumahan Disperkim Kabupaten Lampung Utara," ungkap dia.

2. Pekerjaan dibuat tidak sesuai keadaan sebenarnya

Kejati Lampung Bongkar Program Renovasi Rumah Fiktif di Pemkab LampuraGerakan mengajak masyarakat dan perantau untuk Marsialap Ari atau disebut Gotong Royong memperbaiki rumah tak layak huni di Tapanuli Selatan (Dok. Pribadi)

Dalam kegiatan perencanaan RTLH fiktif tersebut, dilakukan dengan cara menyusun program di awal kegiatan perencanaan dan mengusulkan anggaran di bawah Rp100 juta. Itu agar dapat dilakukan pengadaan langsung dan pihak Dinas akan membentuk tim, untuk mencari dan meminjam perusahaan jasa konsultansi.

Tujuannya, guna dipilih langsung sebagai penyedia dalam kegiatan perencanaan RTLH dan Disperkim dapat membuat sendiri hasil pekerjaan atas kegiatan RTLH tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

"Kegiatan ini dibuat seolah-olah ada penyedia yang melaksanakan kegiatan perencanaan, padahal kegiatan itu fiktif," imbuh Hutamrin.

3. Perencanaan fiktif tidak diikuti kegiatan fisik

Kejati Lampung Bongkar Program Renovasi Rumah Fiktif di Pemkab LampuraKejaksaan Tinggi Lampung menggelar konferensi pers, Kamis (5/1/2023). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Kegiatan perencanan fiktif RTLH tidak diikuti dengan kegiatan fisik, maka program kegiatan perencaan tersebut otomatis samasekali tidak memiliki nilai manfaat.

Terlebih, kegiatan perencanaan RTLH ini telah dilakukan pencairan dan atas permintaan dari pihak-pihak oknum berada pada Disperkim Pemkab Lampung Utara.

"Uang yang telah dicairkan tersebut diminta kembali ke oknum di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Lampung Utara," tandas Aspidsus.

Baca Juga: Tersangka dan Bukti Korupsi Jalan Sutami Dilimpahkan ke Kejati Lampung

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya