Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut Dikorupsi

Cari kerja susah, gaji banyak potongan

Intinya Sih...

  • Zul dan Chairul menolak kebijakan Tapera yang memotong gaji mereka, merasa lebih aman menabung sendiri untuk memiliki rumah.
  • Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung menolak program Tapera karena beban potongan yang sudah tinggi bagi pekerja dan pengusaha.
  • Program Tapera dianggap positif oleh Asosiasi Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat Lampung serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, menganggap program ini akan membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.

Bandar Lampung, IDN Times - 

“Ini apa lagi sih!  Narik duit potongannya udah gede, biaya transfer udah kena pajak, nambah Tapera lagi”

Kalimat itu adalah keluhan Zul, pekerja freelance di Lampung yang tidak setuju dengan adanya kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) disahkan Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah No (PP) no 21 tahun 2024 tentang tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Tanggapan senada juga disampaikan oleh Chairul, sebagai karyawan swasta juga tak setuju dengan kebijakan Tapera. Meski pemerintah mengklaim Tapera menjadi solusi Gen Z memiliki rumah sendiri, keduanya kompak ingin menabung sendiri dan membangun rumah sesuai keinginan mereka.

Berikut IDN Times rangkum alasan Gen Z di Lampung tidak setuju dengan kebijakan Tapera serta tanggapan akademisi dan pengusaha terkait program Tapera.

1. Cari kerja susah, gaji banyak potongan

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut Dikorupsiilustrasi seseorang yang butuh pekerjaan (freepik.com/freepik)

Zul merasa keberatan jika uang hasil kerjaan belum pasti itu masih harus dipotong untuk tabungan perumahan menurutnya juga belum jelas kapan ia dapatkan. Jika dirinci, pendapatan Zul dari hasil bekerja freelance sudah mendapat potongan sebesar 10 persen, 20 persen dan sekitar 5 persen.

“Ya gak setuju lah! Udah banyak potonganku. Kalau ngomongin freelance ini penuh dengan ketidakpastian, ya pendapatan dan pekerjaannya. Tapi potongannya udah pasti karena kita bergantung sama platfrom dari situs. Nah saya ini bergantung sama dua situs, yang satu potongannya 20 persen dan satunya potongan 10 persen. Misal dapat 1 juta dipotong dari situs 20 persen berarti Rp800 ribu. Terus cairin ke bank masih dipotong 5 persen. Kalau tambah potongan 3 persen abis dong, jadi abu gaji saya,” jelasnya saat diwawancara IDN Times, Sabtu (8/6/2024).

Selain itu, Zul juga khawatir uang tabungan tersebut akan dikorupsi seperti kasus yang sudah-sudah. Ia juga tak yakin hasil tabungan dari 3 persen gaji tersebut mampu memberikan rumah, bahkan dalam waktu 10 tahun. Sebagai Gen Z ia merasa mampu menabung sendiri untuk membeli rumah.

“Kita ini jadi freelance gara-gara susah cari kerja, udah dikasih kerjaan sama orang luar negeri malah dipotong pemerintah sendiri, gimana dong. Saya aja lamar kerja susah banget,” kata Zul.

2. Khawatir dikorupsi dan kualitas rumah jelek

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut DikorupsiPotret komplek perumahan bersubsidi dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). (dok. Kementerian PUPR)

Senada dengan Zul, Gen Z lain di Lampung, Chairul juga tidak setuju dengan kebijakan Tapera yang mewajibkan pekerja membayar tabungan untuk perumahan. Sebagai pekerja swasta ia lebih memilih nabung sendiri karena merasa lebih aman.

“Karena khawatir ada penyelewengan, dananya dikorupsi sama oknum atau untuk proyek-proyek ambisius pemerintah yang gak seharusnya. Terus kalau perumahan dari pemerintah juga khawatir soal kualitasnya, bisa jadi dipilih kualitas paling rendah. Kalau rumah kan jangka panjang, jadi kalau bahannya jelek takutnya malah gak awet dan cepet rusak,” ujarnya.

Menurutnya, potongan Tapera sebesar 2,5 persen dari gajinya tersebut akan sangat berpengaruh pada pendapatannya karena sudah di potong iuran BPJS dan biaya hidup makin tinggi. Sehingga Irul khawatir, kebutuhannya tidak terpenuhi karena gajinya sudah banyak potongan.

Baca Juga: Potret Langit Lampung Peristiwa Blackout Diabadikan Tim OAIL ITERA

3. Apindo minta penerapan Tapera secara sukarela, bukan wajib

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut DikorupsiPexels/Oleksandr P

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung juga secara tegas menolak program Tapera. Menurut Ketua Apindo Lampung, Ary  Meizari Alfian, selama ini pekerja maupun pengusaha sudah memiliki beban cukup tinggi. Mulai dari potongan PPH 21 sekitar 5 sampai 35 persen sesuai penghasilan pekerja. Kemudian, ada BPJS Ketenagakerjaan atau JHT sebesar 5,7 persen ditanggung perusahaan 3,7 dan pekerja 2 persen. Lalu, potongan BPJS Kesehatan 5 persen, ditanggung perusahaan  4 persen dan pekerja 1 persen. 

“Tahun ini juga PPN akan dinaikkan, jadi terlalu banyak beban-beban yang dibebankan kepada pekerja dan pemberi kerja maupun pada masyarakat. Di sisi lain, siapa yang bisa menjamin bahwa pengelolaan anggaran akan dilakukan secara benar, tidak akan terjadi korupsi dan lain-lain. Sekarang ini kan kita lihat banyak sekali korupsi dilakukan di dalam pengelolaan sebuah anggaran,” kata Ary Meizari.

Menurutnya, pemerintah bisa mengoptimalkan sumber pendananaan BPJS Ketenagakerjaan yang jumlahnya masih sangat besar namun pemanfaatannya masih minim, yakni sekitar 138 triliun belum dimanfaatkan.

“Terkait layanan rumah bagi pekerja, kan di JHT sudah dianggarkan 30 persen, dan itu kita ketahui 138 triliun masih belum termanfaatkan. Kenapa gak itu saja yang digunakan untuk layanan perumahan. Jadi Apindo sudah mengambil sikap, menolak program Tapera. Tapi kalau toh memang itu akan diberlakukan, kita minta jangan diberlakukan wajib tetapi sukarela sifatnya,” tegasnya.

4. Berdampak positif bagi bisnis property

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut DikorupsiIlustrasi bangunan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Ketua Asosiasi Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat Lampung, Tri Joko Margono, kebijakan Tapera berdampak positif bagi pemilik bisnis property terutama property masyarakat berpenghasilan rendah (MPR). Menurutnya, program Tapera justru akan membantu masyarakat penghasilan rendah yang membutuhkan rumah, bisa mendapatkan rumah subsidi dari pemerintah dengan suku bunga flat hanya 5 persen.

Apalagi, program satu juta rumah dalam waktu setahun dari pemerintah belum terpenuhi. Sehingga Joko optimis Tapera akan menjadi solusi bagi masyarakat belum memiliki rumah. 

“Makanya pengumpulan dana itu bakal membantu masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan. Sedangkan peserta yang tidak membutuhkan rumah, dananya tidak hilang tapi akan kembali dengan imbal investasi yang wajar,” jelas pemilik bisnis Jatiwangi Property di Bandar Lampung ini.

5. Akademisi Unila sebut istilah tabungan kurang tepat

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut Dikorupsiilustrasi mengatur keuangan (freepik.com/freepik)

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Nairobi juga menganggap program Tapera akan memberikan peluang masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapat rumah. Program ini dianggap sebagai gotong royong mengumpulkan dana bagi orang-orang kemungkinan mendapatkan rumah sangat kecil. Menurutnya, jika berdasarkan aturannya, masyarakat bisa menabung dengan kuota tabungan 3 persen diambil dari gaji pekerja 2,5 dan ditanggung perusahaan 0,5 persen.

Kemudian, lanjutnya, dana tersebut akan dihimpun dan setelah satu tahun menjadi peserta Tapera, bisa mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga lebih kecil dibanding mengambil secara perorangan. Sedangkan masyarakat sudah punya rumah bisa menggunakan tabungan tersebut untuk Kredit Renovasi Rumah (KRR) dan yang sudah memiliki tanah bisa mengambil Kredit Bangun Rumah (KBR).  

“Cuma, kalau diwajibkan kepada semua masyarakat sebenarnya ada masalah karena konotasi tabungan ini kan sisa dari pendapatan. Kalau menurut saya sebenarnya istilahnya bukan tabungan perumahan rakyat, bagusnya investasi perumahan rakyat. Karena itu investasi orang untuk memiliki rumah. Kalau tabungan itu agak beda, karena nanti ini akan diinvestasikan lagi dengan lembaga lain si Tapera ini, kemudian uangnya dibesarin. Dan uang ini lah yang digunakan untuk menyediakan rumah,” jelasnya.

6. Tujuannya bagus tapi menyakiti buruh penghasilan kecil

Polemik Tapera, Gen Z Lampung Tak Setuju, Takut DikorupsiBuruh demo Tapera di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat. (IDN Times/Amir Faisol)

Meski program tersebut dianggap memiliki tujuan bagus, Nairobi tak menampik jika cara pemerintah mewajibkan pembayaran Tapera akan menyakiti pekerja buruh berpenghasilan kecil. Namun, pihaknya menekankan, potongan penghasilan tersebut akan memberikan kenyamanan di masa depan karena tujuannya sudah jelas untuk mendapat rumah. Menurutnya, peluang mendapatkan rumah akan lebih besar dibanding tidak memiliki Tapera.

“Bagi pekerja buruh, sakit memang penghasilnnya dipotong segitu. Tapi peluang dia punya rumah pasti ada. Karena cuma setahun mengikuti program ini dia boleh ikut KPR, dibanding orang yang gak ikut, siapa yang akan ACC dia dapat KPR karena perlu uang muka dan lain-lain. Jangan marah dulu karena dipotong sekarang pendapatnya, karena yang dihitung itu future valuenya. Nilai masa depan itu lebih berharga dari pada nilai sekarang,” terangnya

Menurut Nairobi, ketika dihadapkan dengan sebuah pilihan, masyarakat seharusnya bisa mengambil pilihan terbaik dan berpikir secara ekonomi. Bahwa setiap pilihan memang harus ada yang dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu yang berharga di masa depan.

“Kalau diadakan pilihan, apakah kemudian boroskan penghasilan untuk sesuatu tidak penting atau untuk masa depan lebih baik? Kalau memang penghasilan kita dipotong sekian, ya kurangi rokoknya, kurangi pengeluaran tidak produktifnya untuk mendapatkan rumah di masa depan, itu pengorbanan namanya. Tapi kalau Gen Z mungkin berpikirnya beda, mereka lebih kraetif dan inovatif, pasti levelnya beda. Rumah mereka pasti bukan tipe yang seperti ini, karena ini kan tipe rumah yang sangat-sangat sederhana,” kata Nairobi.

Pihaknya juga berpesan agar pengelola Tapera benar-benar hati-hati, transparan, akuntabel dan harus bisa memberikan kredit rumah paling ringan. Kemudian, memberikan kepastian pada peserta bahwa mereka yang memenuhi syarat pasti akan mendapat rumah.

Baca Juga: Rekomendasi Tempat Cuci Sepatu di Bandar Lampung, lagi Ada Diskon 

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya