Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam Jurnalis

UU ITE lebih banyak memberangus kebebasan berekspresi

Bandar Lampung, IDN Times - Rencana revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dijanjikan pemerintah sejak 2021 lalu hingga kini belum mengalami kemajuan. Surat presiden tentang revisi UU ITE  sudah dilayangkan ke DPR pada 16 Desember 2021 lalu. Tak hanya itu, draf revisi dan daftar inventaris masalah (DIM) yang diajukan koalisi masyarakat sipil masih mandek di pimpinan DPR.

Hingga kini, belum ada kabar dari Senayan tentang nasib kelanjutan rencana revisi UU ITE. Rencana revisi pun berada di tengah ketidakjelasan, semakin banyak warga terancam terjerat pasal-pasal pemidanaan dalam UU ITE sangat elastis. Jurnalis salah satu kelompok masyarakat  paling berisiko mengalami jeratan itu.

Saat rencana revisi UU ITE belum ada kemajuan, pemerintah justru kembali mengajukan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk segera dibahas di DPR.  

Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, pembahasan RUU KUHP tidak transparan, sebab publik belum mendapat draf RUU KUHP yang dibahas DPR dan pemerintah akhir Mei lalu. Selain itu, AJI mencatat setidaknya ada 14 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers dibahas dalam draf RUU KUHP tahun 2019.

Berikut IDN Times rangkum selengkapnya.

1. Data warga terjerat UU ITE

Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam JurnalisPixabay

Pasal-pasal bermasalah itu di antaranya mengatur pemidanaan terhadap penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, penghinaan terhadap pemerintah yang berakibat terjadinya kerusuhan masyarakat, menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, penyiaran berita bohong, penyiaran kabar yang tidak pasti, dan sebagainya. Pasal pasal itu membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan. 

Data dari Safenet menunjukkan terdapat 372 kasus warga yang terjerat UU ITE sejak UU tersebut diundangkan hingga 2020. Jumlah itu meliputi kasus dengan berbagai status penanganan, baik yang berakhir dengan vonis bersalah, penahanan oleh polisi, berhenti pada tahap laporan, atau tidak jelas penanganannya. 

Data hingga 2021, laporan Safenet menunjukkan jumlah kasus sudah bertambah menjadi 393. Dari 372 warga yang terjerat pada 2020 tersebut, 21 diantaranya berprofesi sebagai jurnalis. Jumlah tersebut belum termasuk kasus-kasus yang menjerat jurnalis beberapa waktu terakhir.

Di Bandar Lampung, baru-baru ini pada 31 Agustus 2022 lalu, Tinur Restanto Eka Putra, jurnalis kirka.co dilaporkan ke polisi terkait UU ITE atas dugaan laporan berita di media tersebut dari warga. Sebelumnya, pengurus LBH Bandar Lampung bahkan sempat dilaporkan ke polisi karena kampanye digital mengawal kasus agraria Malangsari di Lampung Selatan.

2. Pers berhadapan banyak pasal mudah menjerat

Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam JurnalisMassa Forum Jurnalis Medan menggelar aksi tutup mulut di depan Gedung Pemko Medan, Senin (19/4/2021). Mereka menuntut Wali Kota Bobby Afif Nasution untuk meminta maaf atas insiden dugaan perintangan dan intimidasi oleh tim pengamanan terhadap jurnalis beberapa waktu lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma mengatakan, ada masalah mendasar yang tidak tepat, baik dalam rumusan pasal-pasalnya maupun penerapan abusif dengan menggunakan UU ITE.  Menurutnya, UU ITE justru lebih banyak memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat, bahkan menyasar ke jaminan kebebasan akademik dan kebebasan pers.

“Kritik sudah kewajiban jurnalis karena sudah kerja-kerjanya.  Sedangkan diskusi dan aksi adalah bagian ikhtiar kami. Sebelum ada korban kita sudah harus bergerak. Pejabat harusnya berterima kasih pada jurnalis yang selalu mengkritik untuk kebaikannya dalam menjalankan demokrasi,” kata Dian dalam diskusi Mendesak Revisi ITE dan Penghapusan Pasal Bermasalah RUU KUHP digelar AJI Bandar Lampung, Minggu (18/9/2022).

Di ranah siber lanjut Dian, pers berhadapan dengan begitu banyak pasal yang mudah menjerat dengan pidana pencemaran nama baik, menyiarkan berita bohong, atau penghinaan. Hal demikian kian sistematik terjadi membatasi pers di ruang siber atau digital seiring dengan hadirnya UU ITE.

“Sebagai jurnalis penguatan etika dan menghadapi sengketa harus melalui Undang-undang pers nomor 40 tahun 1999. Jangan sampai jurnalis yang bekerja untuk publik malah kena pasal yang mengkriminalisasi dengan UU ITE dan RKUHP,” ujarnya.

3. Penegakan kebebasan pers masih banyak persoalan di RKUHP dan UU ITE

Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam JurnalisMassa Forum Jurnalis Medan menggelar aksi tutup mulut di depan Gedung Pemko Medan, Senin (19/4/2021). Mereka menuntut Wali Kota Bobby Afif Nasution untuk meminta maaf atas insiden dugaan perintangan dan intimidasi oleh tim pengamanan terhadap jurnalis beberapa waktu lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Diskusi digelar secara dalam jaringan tersebut juga menghadirkan Sumaindra Jawardi Direktur LBH Bandar Lampung. Menurut Indra, Pelemahan kebebasan pers justru memperlihatkan ‘main hakim sendiri’. Negara justru menolak mengambil tindakan untuk melindungi pers. Indra menekankan, dalam kebebasan pers  bukan hanya membutuhkan lingkungan liberal tetapi juga membutuhkan perlindungan.

Indra mengatakan, perspektif liberal sebagai asal-usulnya didasarkan pada gagasan individu harus bebas untuk memublikasikan dalam berita atau media massa apa pun yang mereka suka tanpa campur tangan dari pemerintah, orang lain atau kelompok.

“Ketika jurnalis melakukan kesalahan maka harus diperiksa secara etik, karena tanggung jawabnya kepada publik. Ketika kerja-kerjanya bukan kerja jurnalis saya rasa clear adalah pidana. Tapi ketika berbicara soal kerja-kerja jurnalistik itu adalah ranah etik, ranah dewan pers dalam sengketa pers,” terangnya.

Lebih lanjut Indra mengatakan, penegakan kebebasan pers masih banyak persoalan di RKUHP dan UU ITE, harus memiliki perspektif yang sama dan mendorong merevisi UU ITE dan penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah di RKUHP.

“Artinya dalam kondisi seperti ini kita harus memastikan tidak ada kawan-kawan yang dikriminalisasi. Kita harus bersama-sama karena semua bisa kena,” kata Indra.

4. Hasil pembahasan diskusi

Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam JurnalisIlustrasi pers (IDN TImes/Arief Rahmat)

Hasil pembahsan diskusi tersebut, meminta masyarakat memiliki perspektif yang sama untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi. Kemudian, mendorong Dewan Pers untuk menyosialisasikan Mou Dewan Pers dan Polri dalam perlindungan kemeredakaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan di tingkat Polda dari Aceh sampai Papua.

Selain itu, mendesak pemerintah untuk ikut aktif menjamin kebebasan berpendapat masyarakat, terutama menjadi kebebasan pers melalui kerja-kerja jurnalis. Lalu, membuat gerakan lanjutan atau kontinuitas demi mengawal UU ITE dan RKUHP yang disinyalir masih berpotensi merugikan masyarakat dan jurnalis. Serta. mendorong masyarakat bahu-membahu menentang kebijakan yang membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Baca Juga: AJI Bandar Lampung Gelar Penghargaan Saidatul Fitriah dan Kamaroeddin

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya