Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke Sungai

Kebiasan tersebut sulit diubah meski sudah dibangun jamban

Bandar Lampung, IDN Times- Hari Toilet Sedunia diperingati setiap 19 November.Guna memeringati hari itu, Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) bersama SNV mengadakan sejumlah rangkaian acara.

Kegiatan awal berupa diskusi bersama para jurnalis di Bandar Lampung terkait potret jamban masyarakat perkotaan di Lampung khususnya di Bandar Lampung.

1. Persoalan sanitasi berkaitan erat dengan lingkungan

Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke Sungaihttps://www.sekolahan.co.id/

Direktur Eksekutif YKWS Febrilia Ekawati, menyampaikan, saat ini sanitasi aman di Bandar Lampung baru mencapai 0,13 persen. Sedangkan menurut data dari Balai Pengembangan Prasarana Wilayah (BPPW) Lampung, sanitasi layak di Kota Bandar Lampung menempati angka 80,61 persen pada tahun 2019.

“Dari data tersebut  persoalan sanitasi berkaitan erat dengan persoalan lingkungan. Dua tahun berturut-turut kita selalu mendapat predikat kota terkotor di Indonesia. Ini terlepas dari perolehan Adipura karena indikator dari kota terkotor kan selain pengelolaan sampah yang baik ada faktor lain,” ujarnya.

Menurutnya Febrilia, yang seharusnya menjadi catatan bukanlah diperoleh atau tidaknya Adipura melainkan persoalan serta strategi pemerintah memperbaiki kualitas lingkungan di Kota Bandar Lampung. Merujuk pada pembangunan sanitasi tingkat nasional, pemerintah pusat menargetkan sanitasi layak di Kota Bandar Lampung mencapai 95 persen pada 2024 mendatang. Sedangkan target sanitasi aman hingga 2024 adalah 12 persen.

2. Anggaran sanitasi di Bandar Lampung kurang dari 1 persen

Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke Sungaigoogle

I Nyoman Swartana selaku Urban Sanitation Specialist di SNV mengatakan, merujuk pada sanitasi layak di perkotaan, idealnya perkotaan sudah memenuhi standar sanitasi yang memiliki toilet dengan tangki septik. Harapannya, tidak ada lagi yang membuang kotoran ke sungai.

SNV mencatat, saat ini baru 70 kelurahan dari 126 kelurahan di Bandar Lampung yang mendeklarasikan sebagai Open Defecation Free (ODF). Merujuk kondisi itu, perlu kerja keras, dan komitmen dari pemerintah kota dalam hal komitmen kebijakan, anggaran dan pelaksanaan.

“Kalau misal penduduk kota Bandar Lampung 1 juta kemudian akses sanitasi layak sekarang 80 persen dengan target 95 persen berarti harus dikejar 140 ribu jiwa ini mestinya akses sanitasi layak. Kalau kita pecahkan per tahun berarti kota Bandar Lampung mesti ada penambahan akses sebanyak 2,56 persen dan ini membutuhkan komitmen anggaran juga,” jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan Nyoman, dari sisi anggaran sanitasi di Kota Bandar Lampung saat ini, kurang dari 1 persen. Sedangkan nasional mengharapkan minimal 2 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan untuk sanitasi.

Baca Juga: Area Pembuangan Sampah di Balam Disulap Jadi Taman Bermain Anak

3. Instalasi pengolahan lumpur tinja Bandar Lampung overload

Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke SungaiIlustrasi instalasi pengolahan lumpur tinja. (tangerangkota.go.id)

SNV menyatakan, sampai saat ini masih belum ada kebijakan yang bisa mempercepat akses sanitasi yang layak dan aman. Akses itu meliputi adanya toilet, tangki septik dan penyedotan secara berkala dalam waktu tiga tahun sekali kemudian dibawa ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). 

“Tidak bisa cuma disedot kemudian dibuang sembarangan itu gak aman. Karena WHO sendiri menyebut kalau satu meter kubik lumpur tinja yang dibuang sembarangan sama dengan 1.000 orang BABS. Ini akan menjadi kontradiktif kalau misal pemerintah menganjurkan ODF tapi di satu sisi ketika penyedotan, fasilitas pengolahan IPLT-nya tidak berfungsi sehingga menyebabkan ODF status itu tidak sah,” ujar Nyoman.

Ia menambahkan, fungsi dan kemampuan IPLT untuk megolah lumpur tinja itu penting karena salah satu indikator sanitasi aman. Saat ini kapasitas IPLT di Bandar Lampung hanya 15 meter kubik padahal seharusnya 500 sampai 600 meter kubik.

“Yang harus dipikirkan bagaimana komitmen pemerintah daerah dan operator kebersihan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang ke IPLT Bakung itu terolah dengan baik dengan aman. Sebab berapa pun ukurannya harus ada treatment apakah operasional IPLT tersebut dijalankan dengan baik?. Bagaimana pun jika kita tidak melakukan operasional dan perawatan yang baik dibangun sebesar apa pun pasti kondisiny akan over juga,” tandas Nyoman.

4. Masyarakat di Lampung masih membuang tinja ke sungai

Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke Sungaiwww.indonesiakaya.com

YKWS juga menyoroti perilaku masyarakat Lampung terkait pembuangan hajat masih relatif sama baik di perkotaan/kabupaten. Ada yang membuang kotoran tinja ke kolam, sungai, rel kereta api, kebun, bahkan membuang menggunakan plastik.

Menurut Febrilia, kebiasan tersebut sulit diubah meski sudah dibangun jamban, mereka tetap kembali ke sungai. “Tinggal bagaimana pemerintah setempat, untuk terus memicu warganya agar tidak buang air besar sembarangan atau membuang kotoran ke sungai,” jelasnya.

Ia menambahkan, selain itu pada masyarakat perkotaan masih ditemukan masyarakat yang memiliki jamban namun menyalurkan kotorannya ke sungai. “Faktanya masih ada masyarakat yang berada di pinggiran sungai membuang kotoran tinjanya ke sungai. Bahkan di Bandar Lampung perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) juga  masih jadi persoalan. Yang menyalurkan kotoran tinja ke sungai masih banyak,” terangnya.

5. ODF bukan akhir dari sanitasi

Miris! Masyarakat di Lampung Masih Buang Tinja ke SungaiIDN Times/Istimewa

Kabupaten di Provinsi Lampung mulai menargetkan kabupatennya menjadi ODF. Saat ini dari 13 kabupaten di Lampung yang sudah ODF baru Kabupaten Pringsewu, Lampung Selatan dan Way Kanan. Menyusul Kabupaten Tulang Bawang Barat yang akan mendeklarasikan sebagai kabupaten ODF akhir Desember 2020.

Namun menurut Nyoman, ODF bukan akhir dari sanitasi melainkan hanya akses atau langkah awal menuju sanitasi yang aman. “ODF itu bukan kepemilikan. Karena masih ada yang sharing, dia gak punya toilet tapi punya akses menggunakan toilet tetangga,” jelasnya.

Merujuk pada SDGs 2030 ,maka 100 persen harus memiliki toilet sendiri tidak ada yang berbagi atau menggunakan toilet tetangga. Bahkan Nyoman menjelaskan dari tiga kabupaten yang sudah mendeklarasikan ODF tersebut masih belum sepenuhnya mencapai akses sanitasi yang aman.

Itu karena masyarakatnya ada yang kembali BABS ke sungai. Hal tersebut yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk terus memicu masyarakat tidak hanya berhenti pada status ODF.

Baca Juga: Cerita Millennial Lampung Ajak Warga Pesisir Tak BABS di Laut

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya