Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan Agama

Perkembangan zaman menggerus budaya pawai obor di Lampung

Intinya Sih...

  • Tradisi pawai obor di Lampung semakin tergerus oleh perkembangan zaman
  • Partisipasi masyarakat dalam tradisi Nuzulul Quran menurun, terutama anak muda
  • Masyarakat berupaya melestarikan tradisi dan memaknai Nuzulul Quran sebagai momen penting dalam sejarah Islam

Bandar Lampung, IDN Times - Indonesia kaya akan tradisi diwariskan secara turun temurun. Salah satunya tradisi menyambut malam Nuzulul Quran, yakni malam turunnya Alquran pertama kali kepada Nabi Muhhamad SAW.

Tradisi menyambut malam Nuzulul Quran itu identik dengan pawai obor atau melakukan kegiatan di masjid. Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi pawai obor di malam Nuzulul Quran sudah jarang lakukan oleh masyarakat Lampung.

Menurut Budayawan Lampung Udo Z Karzi, di kampung halamannya, Kabupaten Lampung Barat khususnya daerah Liwa, kini hanya di daerah pedesaan masih mengadakan tradisi tersebut.

“Kalau setahu saya, di beberapa daerah di Lampung Barat masih ada yang mengadakan, tapi sudah tidak sebanyak dulu. Sekarang sudah mulai berkurang masyarakat mengadakan tradisi tersebut karena tergerus dengan tradisi kota,” kata Sastrawan Indonesia asal Lampung tersebut kepada IDN Times, Sabtu (23/3/2024).

1. Nama tradisi malam Nuzulul Quran di Lampung Barat

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaPotret tradisi malam Pitu Likukh sambut Nuzulul Quran di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung (instagram/keratonmargangaras)

Kepada IDN Times, Udo menceritakan pengalamannya mengikuti tradisi pawai obor di kampung halamannya Liwa sekitar 30 tahun lalu, diadakan setiap malam 27 Ramadan. Masyarakat menyebutnya dalam Bahasa Lampung yakni Malaman Pitu Likukh.  

Menurutnya, tradisi sudah ada sejak masuknya Islam ke Lampung Barat itu diikuti seluruh masyarakat dari kalangan tua maupun muda dan dibentuk susunan panitia untuk mengoordinir berjalannya tradisi sakral tersebut.

“Biasanya siang-siang anak-anak muda dan orang tua menyiapkan 5 sampai 7 obor dari bambu untuk dinyalakan saat petang atau setelah Magrib. Obor-obor itu ada yang dipasang di pagar atau pintu masuk rumah. Lalu malam harinya anak-anak muda melakukan pawai obor keliling sambil menyanyikan syair seperti pantun berbahasa Lampung.  Selain obor, masyarakat juga menyusun batok kelapa dan dibakar sampai atas. Jadi sangat terang kalau malam 27 itu,” ceritanya.

2. Pawai obor sebagai simbol cahaya turunya Alquran

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaPotret tradisi malam Pitu Likukh sambut Nuzulul Quran di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung (instagram/keratonmargangaras)

Udo mengatakan, masyarakat memaknai tradisi tersebut sebagai pengingat turunnya Alquran pertama kali dan sebagai kitab yang memberikan penerangan bagi umat Islam. Sehingga, masyarakat menyalakan obor dan batok kelapa sebagai simbol cahaya serta menyambutnya dengan penuh kegembiraan.

“Sebenarnya memang ada semangat untuk membangkitkan tradisi itu. Di beberapa daerah masih ada, tapi spontanitasnya kurang. Semua tradisi yang kemudian dibangkitkan sekarang itu, pemaknaannya kurang jadi ya sifatnya mobilisasi, berbeda dengan dahulu memang benar-benar ada penghayatan yang lahiriah,” ujarnya.

Baca Juga: BPS Lampung dan Unila Kerjasama Gagas Program Desa Cinta Statistik

3. Jadi tradisi wajib di daerah Pesisir Lampung

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaPotret tradisi malam Pitu Likukh sambut Nuzulul Quran di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung (instagram/keratonmargangaras)

Di Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, malam Nuzulul Quran juga diberi nama Malam Pitu Likukh dan menjadi tradisi wajib bagi masyarakat adat Lampung Pesisir. Menurut salah satu warga di sana, Wahyu Hidayah, di malam Pitu Likukh, masyarakat setempat melakukan tradisi Memaleman atau menancapkan obor besar terdiri dari susunan batok kelapa setinggi satu sampai tiga meter di setiap rumah.

Selain itu masyarakat juga menyiapkan hidangan untuk dibawa ke masjid. Lalu, dua hari setelahnya, dilanjutkan dengan tradisi pawai obor serta dimeriahkan dengan mobil hias dan peserta muli mekhanai perwakilan setiap pekon di daerah tersebut. 

"Jadi semua warga desa, mulai dari sore hari itu mengantar ratusan pahar (alat tempat seserahan hidangan) ke masjid dan disusun rapi. Nanti malamnya baru doa bersama dan lanjut makan bersama," kata mahasiswa Universitas Lampung tersebut. 

4. Tradisi masih berjalan tapi partisipasi gen z berkurang

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaPotret pemuda di Kecamatan Ngaras Kabupaten Pesisir Barat (instagram/keratonmargangaras)

Namun menurut Wahyu, kini peringatan malam Nuzulul Quran sudah tidak semeriah zaman dahulu. Hal itu disebabkan menurunnya partisipasi anak muda, karena mayoritas Gen-Z sudah pergi merantau meninggalkan kampung halaman. 

"Tapi secara keseluruhan tradisinya masih sama dan tanpa ada satu apapun yang berkurang. Kami juga dapat dukungan dari pemerintah daerah seperti memfasilitasi alat-alat kesenian yang diperlukan masyarakat, misalnya dalam pengadaan pahar baru atau lainnya," jelasnya. 

Sebagai genarasi muda, Wahyu merasa perlu melestarikan budaya dan tradisi terdahulu. Apalagi malam Nuzulul Quran menurutnya momen penting dalam sejarah Islam yang mengingatkan umatnya akan keberadaan Alquran sebagai petunjuk hidup dan sumber ilmu diberikan oleh Allah.

“Sebab itu, peringatan Nuzulul Quran ini saya pandang sebagai kesempatan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan implementasi ajaran Alquran dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.  

5. Pawai obor bukan berarti mendewakan api

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaSuasana aksi pawai obor di Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dari sudut pandang Agama Islam, menurut Ustazah Nabilla, acara pawai obor dalam rangka menyambut Nuzulul Quran bukanlah syirik atau untuk memberi nilai lebih bahkan mendewakan api. Menurutnya, tradisi tersebut bertujuan sebagai sarana syiar khazanah budaya Islam. Sebab, terangnya cahaya obor memberikan inspirasi kemantapan dalam melangkahkan kaki dalam kehidupan.

Dosen Fakultas Adab UIN Raden Intan Lampung itu menjelaskan, Nuzulul Quran merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah peradaban Islam. Sebagian besar masyarakat muslim Indonesia bersuka cita menyambut malam ke-17 Ramadhan, sehingga layaknya hari-hari besar keagamaan lain, acara seremoni peringatan malam tersebut digelar dengan berbagai cara, di masjid dan mushala.

“Yang pada intinya ketika ada tradisi menyambut Nuzulul Quran, sesungguhnya dalam rangka syiar seperti dalam surat Al-Haj ayat 32 yang artinya demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati,” jelasnya.

6. Amalan bisa dilakukan saat malam Nuzulul Quran

Menilik Tradisi Malam Nuzulul Quran dari Kacamata Budaya dan AgamaIlustrasi nuzulul quran. Pexels/Pok Rie

Lebih lanjut jebolan Aksi Asia 2018 itu menjelaskan peringatan Nuzulul Quran bisa dijadikan sebagai momentum untuk mengedukasi, supaya umat Islam lebih dekat dengan Alquran baik dalam hal membaca, menulis, mengamalkan dan menghafalkan.

“Bulan Ramadan merupakan waktu berkah yang diisi dengan amal kebaikan oleh umat Muslim, berharap mendapat pengampunan dan keberkahan dari Allah SWT. Salah satu momen penting yang patut diisi dengan amalan baik adalah malam Nuzulul Quran.

Uztazah Nabila menambahkan, beberapa amalan bisa dilakukan saat malam Nuzulul Quran di antaranya, memperbanyak baca Alauran, berdoa, salat malam, hadir di majelis ilmu dan mendengarkan tausiyah agama.

Baca Juga: Ribuan Personel Siaga Amankan Mudik hingga Lebaran 2024 di Lampung

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya