Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung Usai

Tidak pernah ada ganti rugi

Bandar Lampung, IDN Times -Konflik manusia dan gajah di Kabupaten Lampung Timur sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, hingga kini belum ada solusi nyata agar gajah-gajah tersebut tidak merusak perkebunan warga.

Lokasi menjadi titik penyerangan gajah tak menentu, namun 40 persen berada di Desa Tegal Yoso, Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur. Terutama pada dusun 4,5, dan 6.

Menurut Sugiyanto, penduduk Desa Tegal Yoso, serangan gajah itu disebabkan perambahan hutan. Akibatnya, habitat gajah terganggu dan mereka pun keluar hutan untuk mencari makan.

"Dulunya mereka gak nyerang. Sekarang-sekarang aja mereka nyerang karena orang-orangnya pada merambah hutan," kata Sugiyanto kepada IDN Times, Jumat (27/8/2021).

Baca Juga: Budidaya Lebah, Solusi Konflik Manusia dan Gajah di Lampung Timur

1. Belum ada solusi nyata untuk selesaikan masalah serangan gajah ini

Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung UsaiIDN Times/Silviana

Sugiyanto tak mengingat kapan tepatnya ia mulai menjaga perkebunan karet milik orangtuanya supaya tidak diserang gajah. Menurutnya, saat itu ia masih belum menikah. Sedangkan saat ini anaknya sudah berusia 17 tahun.

Ia menceritakan semasa muda pernah mengikuti aksi di Bandar Lampung bersama 23 desa penyanggah yang ada di Lampung Timur. Tujuannya meminta solusi pada gubernur supaya gajah tersebut tidak menyerang perkebunan warga.

"Gak ada solusi lain dari pemerintah. Satu-satunya cara, ya jagain gajahnya. Karena kalau sampe diserang kita gagal panen," ujar laki-laki akrab disapa Sugik ini.

2. Saat masa tanam tiba siap-siap hadapi serangan gajah

Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung Usaipexels.com/Antoine Conotte

Menurut Sugik, jika masa tanam tiba, warga harus siap siaga menjaga kebunnya dari serangan gajah. Itu dimulai sejak pukul 18.00 WIB hingga menjelang pagi.

"Tapi lebih bagus jam 5 sore udah siap siaga karena kalau kita kemaleman, keduluan gajahnya nanti," jelasnya.

Namun di musim kemarau saat ini warga masih belum mulai menanam sehingga gajah-gajah tersebut jarang keluar dari hutan.  Menurutnya, di bulan Desember nanti masuk masa tanam, gajah-gajah baru beraksi merusak tanaman warga.

"Kalau padi sama jagung pasti dimakan, walau pun belum buah. Tapi kalau singkong dicabutin aja. Terus kalau karet dibuangin mangkok wadah getahnya itu. Tergantung gajahnya lagi ngamuk apa enggak," cerita Sugik.

3. Tak pernah ada ganti rugi

Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung UsaiIlustrasi Uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Sugik juga menceritakan bagaimana gajah-gajah tersebut semakin cerdas saat menyerang tanaman warga. Kelompok gajah itu sudah mengetahui titik penyerangan dari manusia. Sehingga mereka datang di tempat berbeda secara berpencar. Padahal menurut Sugik, jika gajah tersebut datang berbarengan akan lebih mudah mengusirnya.

"Rombongan gajahnya banyak, ada rombongan 8 ekor, 12, sama 25 ekor. Kalau di Tegal Yoso sini paling sering rombongan 25 ekor. Dalam satu malam itu bisa empat tempat yang diserang," tuturnya.

Saat ditanya soal kerugian perkebunan yang diserang gajah, Sugik justru tertawa. Menurutnya tak ada gunanya menghitung kerugian tersebut.

"Ya banyak ruginya, tapi buat apa dihitung? Orang gak ada ganti rugi," ungkapnya.

4. Jumlah penjaga dan gajah tidak sebanding

Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung Usaipinterest.com

Sementara itu, Isyanto selaku pegiat lingkungan Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) mengatakan, tidak pernah ada ganti rugi untuk warga yang hasil pertaniannya dirusak oleh gajah.

Menurutnya, tidak mungkin ada dana ganti rugi dari pemerintah karena dana yang tidak pasti tidak boleh dianggarkan. Dengan demikian, antisipasinya hanya sekadar patroli.

Namun patroli yang dilakukan belum mampu menghalau semua gajah masuk hutan lagi, sebab jumlah penjaga dan gajah yang keluar hutan tidak sebanding.

"Panjang batas yang harus dijaga 5 kilometer, yang patroli hanya 8 orang. Ya gak mungkin ke bendung. Padahal warga yang punya kebun juga wajib menjaga ladangnya tapi masih tetap kewalahan," papar Isyanto.

Delapan orang tersebut, menurutnya, dibekali kalung GPS untuk memantau apakah rombongan gajah sudah dekat perkebunan. Lalu mereka menginformasikan pada warga dan mengusir gajah-gajah tersebut dengan tembakan mercon.

"Tembakan mercon ke arah gajah ini supaya gajahnya masuk hutan lagi. Tapi kendalanya saat ini mercon itu dibeli dari uang honor selama satu bulan Rp240 ribu dan cairnya setiap tiga bulan sekali," ujarnya.

Menurut Isyanto, perlu adanya penambahan Sumber Daya Manusia untuk menjaga perbatasan tempat gajah keluar hutan itu. Selain itu honor untuk penjaga gajah juga perlu di tambah sebab mereka perlu membeli mercon untuk menghalau gajah masuk hutan.

5. Masyarakat perlu menambah aktivitas lain yang bisa menambah nilai ekonomi

Konflik Gajah dan Manusia di Lampung Timur Tak Kunjung UsaiPekarangan warga Desa Tegal Yoso Lampung Timur digunakan untuk menanam sayuran(IDN Times/Silviana)

Melihat konflik gajah dan manusia yang berakibat pada kerugian ekonomi masyarakat, YKWS bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung mengagas program supaya warga setempat bisa mendapat penghasilan di luar hasil panen. Selain itu supaya masyarakat memiliki aktivitas lain dan tidak merambah hutan lagi.

"Mitigasi lainya yang kami tawarkan, pemberdayaan kegiatan optimalisasi pemanfaatan SDA lain di antaranya memanfatkan pekarangan menanam sayuran. Nanti kalau ada sisa bisa dijual hasil tanam sayurnya," terangnya.

Selain itu sembari menunggu masa panen sayuran, masyarakat juga diarahkan membuat pola menanam yang menarik supaya Desa Tegal Yoso bisa menjadi objek wisata ke Desa.

"Saat ini masyarakat sudah mulai menanam sayuran di pekarangan rumah. Hasilnya juga sudah mereka nikmati. Selama dua bulan ini perambah hutan juga mulai berkurang," kata dia.

Baca Juga: Waspada! BOR di RS Lampung Utara 94,1 Persen, Tertinggi di Lampung

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya