Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi Perusahaan

Puluhan pekerja media di Lampung mengalami PHK

Intinya Sih...

  • Puluhan pekerja media di Lampung mengalami PHK dalam beberapa bulan terakhir.
  • Perusahaan media tidak memberikan pesangon sesuai dengan masa kerja, melanggar Pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.
  • Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma menyatakan keprihatinan atas meningkatnya kasus PHK pekerja media di Lampung dan kondisi kesejahteraan yang suram.

Bandar Lampung, IDN Times – Serikat Pekerja Media (SPM) Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengecam tindakan perusahaan media yang tidak memenuhi hak normatif pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kritik ini muncul seiring dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap puluhan pekerja media di Lampung dalam beberapa bulan terakhir.

“Dalam beberapa bulan terakhir, puluhan pekerja media di Lampung mengalami PHK, dan banyak dari mereka yang tidak mendapatkan pesangon sesuai dengan masa kerja mereka,” ungkap Koordinator SPM Lampung, Derri Nugraha, pada Minggu (18/8/2024).

Derri mencontohkan kasus terbaru, di mana tiga jurnalis dari Tribun Lampung menerima surat pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi pada 5 Agustus 2024. "Perusahaan meminta ketiganya menandatangani surat kesepakatan PHK dengan pesangon hanya satu kali gaji. Padahal, salah satu dari mereka sudah bekerja selama 4 tahun 8 bulan," jelas Derri.

1. PHK karena efisiensi dilakukan untuk dua kondisi

Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi Perusahaanilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Derri menjelaskan, jika merujuk Pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja, pekerja berhak mendapat pesangon yang nilainya sesuai dengan masa kerja.

Kemudian, untuk masa kerja 4 tahun atau lebih namun kurang dari 5 tahun,  berhak atas pesangon lima bulan upah. Selain itu, pekerja juga berhak atas uang penghargaan masa kerja sejumlah dua kali upah, serta uang penggantian hak. 

"Langkah PHK atas dasar efisiensi pun patut dibuktikan dengan jelas. Sebab, dalam pasal 43 PP 35/2021 dan penjelasannya diterangkan, bahwa PHK karena efisiensi dilakukan untuk dua kondisi, yaitu ketika perusahaan mengalami kerugian dan mencegah terjadinya kerugian," jelasnya. 

2. Perusahaan tidak boleh sembarangan melakukan PHK atas dalil efisiensi

Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi Perusahaanilustrasi seseorang yang butuh pekerjaan (freepik.com/freepik)

Lebih lanjut Derri menjelaskan, perusahaan yang mengalami kerugian dapat dibuktikan antara lain berdasarkan hasil audit internal atau audit eksternal. Sementara, efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian ditandai dengan antara lain adanya potensi penurunan produktivitas perusahaan atau penurunan laba yang berdampak pada operasional perusahaan.

Kemudian, Putusan MK No. 19/PUU-IX/2011  berpendapat dengan mendasarkan pada SE Menaker 907/2004, bahwa perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh upaya-upaya seperti, mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.

Lalu, mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja atau buruh secara bergilir untuk sementara waktu, tidak  memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya serta memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

“Artinya, perusahaan tidak boleh sembarangan melakukan PHK atas dalil efisiensi sebelum memenuhi syarat-syarat tersebut,” ujar Derri Nugraha.

Derri juga menyampaikan, korban PHK tersebut sedang mengajukan keberatan atas pesangon yang diterima. SPM dan AJI mendesak agar Tribun Lampung memenuhi hak mereka tanpa terkecuali.

3. Kondisi kesejahteraan pekerja media di Lampung suram

Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi PerusahaanIlustrasi jurnalis.Pexels

Sementara itu, Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma menyatakan keprihatinan atas meningkatnya kasus PHK pekerja media di Lampung. Apalagi, bila ada perusahaan yang memperhatikan hak-hak normatif pekerjanya.

“Meskipun tantangan ekonomi yang dihadapi perusahaan media sangat berat, pemenuhan hak-hak normatif karyawan harus tetap menjadi prioritas utama. Sebab, para pekerja media merupakan elemen penting untuk menjaga keberlangsungan dan kualitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat,” kata Dian.

Dian mengatakan, kondisi kesejahteraan pekerja media di Lampung memang suram. Pelbagai persoalan terkait ketenagakerjaan seperti  pemotongan upah, gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak, ketidakjelasan status ketenagakerjaan dan beban kerja ganda, masih membayangi profesi jurnalis dan pekerja media di Lampung.

4. Mengupah pekerja di bawah UMP merupakan perbuatan pidana

Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi Perusahaanilustrasi menghitung gaji (pexels.com/Karolina Kaboompics)

Dian mengatakan, berdasarkan data AJI Bandar Lampung sepanjang 2022-2023, sekitar 36 pekerja media dan jurnalis dari empat media mengalami PHK. Pada 2024 saja, ada 12 pekerja media mengalami PHK. Beberapa di antaranya terkena PHK sepihak dan tak mendapat hak-hak normatif sebagai pekerja seperti pesangon dan tunjangan lainnya. Persoalan lainnya terkait upah pekerja.

Menurutnya, AJI mendapat informasi, masih banyak perusahaan media yang menggaji karyawannya di bawah UMP. Selain itu, ada perusahaan yang memberlakukan pemotongan upah bila jurnalis tak membuat berita sesuai target. Terdapat pula perusahaan yang mencicil gaji pekerjanya. Jadi, jurnalis tak menerima gaji secara utuh melainkan diangsur sebanyak 3-4  kali dalam sebulan.

“Mengupah pekerja di bawah UMP merupakan perbuatan pidana. Maka pekerja yang menerima upah tak sesuai UMP bisa melapor ke polisi,” ujarnya.

5. Serikat pekerja media Lampung dan AJI Bandar Lampung membuka posko pengaduan

Jurnalis di Lampung Dihantui Badai PHK Alasan Efisiensi PerusahaanIlustrasi pekerja yang mengalami tekanan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dian menambahkan, beban kerja ganda juga mesti ditanggung oleh jurnalis di Lampung. Selain membuat berita, terdapat perusahaan yang mewajibkan jurnalisnya untuk mencari pemasukan melalui iklan atau kerja sama. Biasanya mereka diberi target tertentu setiap bulan. Sehingga jurnalis bekerja bak sales marketing untuk perusahaan. Jika tak memenuhi omzet tertentu, upah mereka juga akan dipotong.

"Bahkan, omzet itu dijadikan hutang terhadap jurnalis. Maksudnya, jumlah omzet yang tidak terpenuhi akan dianggap sebagai hutang jurnalis terhadap perusahaan. Hal itu akan bermasalah ketika pekerja hendak resign dari perusahaan. Mereka mesti melunasi utang omzet yang belum terpenuhi tersebut, barulah bisa keluar dari perusahaan," bebernya.

Melihat situasi itu, Serikat Pekerja Media Lampung dan AJI Bandar Lampung membuka posko pengaduan hubungan industrial. Bagi jurnalis dan pekerja media yang mengalami persoalan ketenagakerjaan seperti PHK sepihak, gaji di bawah UMP, pemotongan upah, dll, bisa mengisi google form berikut https://bit.ly/FormPengaduanTenagaKerjaMedia . 

“SPM Lampung dan AJI akan menjaga kerahasiaan pekerja yang membuat pengaduan. Nantinya, pelapor akan menerima bantuan advokasi untuk penyelesaian kasusnya,” tandasnya.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya