Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester 

Sangat membantu meski bunganya gila-gilaan

Intinya Sih...

  • Sejumlah kampus negeri di Pulau Jawa menawarkan pembayaran UKT menggunakan jasa pinjol.
  • Mahasiswa terdesak ekonomi mengaku menggunakan pinjol untuk membayar UKT, meskipun bunga sangat tinggi.
  • Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila menilai sistem pinjol untuk pembayaran UKT bukan solusi yang tepat karena berdampak psikologis negatif.

Bandar Lampung, IDN Times - Sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan jasa Pinjaman Online (Pinjol) belakangan banyak dibicarakan. Itu karena salah satu kampus negeri di Pulau Jawa menawarkan mahasiswanya membayar UKT menggunakan jasa pinjol.

Meski tujuannya meringankan mahasiswa terkendala pembayaran UKT dan masih di bawah ambang batas aturan bunga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kebijakan tersebut ternyata memunculkan berbagai penolakan. Salah satunya karena cicilan bunga. 

Saat ini kampus di Lampung memang belum ada yang menerapkan sistem pembayaran UKT melalui pinjol. Namun sejumlah mahasiswa ditemui IDN Times mengaku sudah menggunakan pinjol karena terdesak masalah ekonomi. Salah satunya bersedia diwawancara menyeutujui sistem pinjol sebagai solusi bagi mahasiswa yang masih ingin kuliah namun tak tahu dari mana sumber mendapat uang dengan cara cepat dan mudah.   

Berikut IDN Times rangkum selengkapnya. 

1. Terpaksa ajukan pinjol demi lunasi bayaran UKT

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester ilustrasi pinjol(pexels.com/monstera production)

Periode 2021 sampai 2022 menjadi tahun menyesakkan bagi NV, seorang mahasiswa pascasarjana yang terpaksa mengajukan pinjol untuk membayar uang semester sebesar Rp7 juta. Ia tak pernah membayangkan akan mengajukan pinjaman senilai Rp8 juta dengan bunga sekitar Rp3 juta setiap bulannya.

“Waktu itu saya terdesak banget, karena dari awal sudah tanda tangan di kampus untuk menyanggupi bayar UKT. Terus dengan kondisi carut marut waktu itu, saya tiba-tiba kecelakaan, ibu saya sakit, jadi semua tabungan ludes dan gak tau harus dapat uang dari mana buat bayar uang semester ini,” cerita NV kepada IDN Times, Sabtu (17/2/2024).

Meski sudah memiliki uang tabungan pendidikan hasil bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Lampung, NV tak punya pilihan selain menggunakan tabungan tersebut untuk membiayai hidupnya yang harus recovery selama setahun pasca kecelakaan dan membayar biaya rumah sakit ibunya.

Kondisi tersebut membuatnya tak memungkinkan menabung untuk biaya pendidikan bahkan harus menguras ludes tabungannya.

“Sebelum memutuskan pinjol, saya sudah coba mengajukan pinjaman karyawan, karena setahu saya bisa. Tapi ternyata tidak bisa karena status saya masih kontrak, jadi gak di ACC. Cuma di ACC 2,5 persen dari yang saya butuhin. Itu menurut saya kurang banget, jadi ya mending gak usah sekalian. Karena yang saya butuhin kan 7 juta buat bayar semesteran dan dapat pinjaman kantor sekitar 2,5 juta itu Ya Allah berapa sih,” kata NV.

2. Sangat membantu meski bunganya gila-gilaan

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester shutterstock.com

Sampai 2023, keadaan NV semakin terjepit lantaran ayahnya sakit dan harus dirawat selama satu tahun di rumah sakit. Kondisi tersebut membuatnya terpaksa kembali mengajukan pinjol senilai Rp5 juta ke pihak pinjol yang sama. Namun menurutnya, kali ini ia hanya mengangsur selama tiga bulan sehingga bunganya lebih kecil.

“Kondisi saya ini selalu terhantam kanan kiri depan belakang. Jadi setelah setahun melunasi pinjol, setelahnya bapak saya yang sakit full setahun di rumah sakit. Kepepet lagi dong akhirnya pinjam lagi Rp5 juta. Sometimes itu kaya obat dan racun secara bersamaan tapi gak punya pilihan lain jadi intinya saya ajuin lagi,” ucap NV.

NV mengakui bunga pinjol memang sangat tinggi. Tapi dia selalu mengusahakan untuk bayar tepat waktu untuk menghindari namanya terkena BI Checking . Namun menurutnya, melihat sulitnya kondisi dialami saat itu, pinjol sangat membantu meringankan masalah ekonomi.

“Saya bingung waktu itu. Sedangkan UKT harus cepet dibayar. Akhirnya saya pilih pinjol, yang menurut saya gampang diakses. Dengan kondisi saya waktu itu yang menurut saya kayak gak ada yang bisa bantu buat mendapatkan uang segitu, itu sangat membantu walaupun akhirnya bunganya gila-gilaan,” tuturnya.

Baca Juga: Meski Harga Naik, Ternyata Segini Stok Beras di Lampung

3. Setuju jika ada pembayaran UKT pakai jasa pinjol

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester finansial.bisnis.com

NV bahkan menyutujui dan akan mengambil, jika ada kampus di Lampung menawarkan pembayaran UKT menggunakan jasa pinjol. Menurutnya, tawaran tersebut sangat bermanfaat untuk anak-anak sandwich generation yang harus menanggung biaya hidup keluarga tapi punya keinginan kuliah.

“Sorry to say, saya setuju sistem pembayaran UKT menggunakan pinjol. Karena untuk anak-anak sandwidch generation kayak saya itu susah banget kalau untuk bayar SPP. Kan kita kuliah bukan cuma bayar SPP, tapi ada biaya hidup, beli buku dan lain-lain. Ketika kita lagi kuliah dan kita sandwich generation yang orang tua kita sebenarnya gak sanggup buat biayain, menurut saya itu membantu si sebenarnya,” jelasnya.

Besaran UKT kian mencekik membuat NV tak lagi berharap ada pengurangan atau penurunan. Menurutnya, ketika seseorang memiliki keinginan untuk kuliah tapi keadaannya terdesak dan tidak tahu mendapatkan sumber uang, pinjol bisa membantu meski ada bunganya.

“Kita berharap UKT dikurangin atau makin turun tuh kaya makin impossible menurut saya. Karena kan pasti ada inflasi juga, misal kita ambil pinjaman di tahun ini ketika sudah 4 tahun kemudian otomatis beda dong karena inflasi, jadi menurut saya masih ya udah deh gak papa,” ujarnya.

4. Hunter beasiswa demi terlepas dari jeratan UKT tinggi

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester ilustrasi penerima beasiswa (pexels.com/Joshua Mcknight)

Namun, usaha NV untuk tetap melanjutkan pendidikan tak hanya bergantung pada dana pinjol. Setelah dua kali mengajukan pinjol ia merasa sudah cukup dan memutuskan untuk mencari beasiswa kuliah. Beruntungnya, ia diterima salah satu lembaga yang memberikan beasiswa S2. Sehingga, ia berencana meninggalkan pendidikan sudah ditempuh selama beberapa semester dan kembali mengulang dari semester awal menggunakan beasiswa tersebut.

“Walaupun status saya sebagai mahasiswa S2 masih aktif, tapi nanti rencananya saya lanjutin yang beasiswa aja. Karena udah gak sanggup lagi buat berpikir, duh semester depan bayar pakai apa lagi. Emang uang yang kemarin buat bayar itu menurut saya sia-sia sih, tapi daripada mengeluarkan uang tambah banyak lagi ya udah deh lepas aja. Namanya hidup kan pilihan hehe. Gak papa lah yang penting tahun depan gak bayar lagi, duh pening banget soalnya,” kata NV.

5. Unila pernah terapkan sistem UKT cicilan tapi macet

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester Ilustrasi Biaya Pendidikan. Pixabay/AlexBarcley

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung (Unila) Nairobi, kebijakan kampus menawarkan pinjol untuk pembayaran UKT mahasiswa bukan solusi yang tepat. Ia khawatir, sistem pinjol justru akan menimbulkan konsumtif pada mahasiswa sehingga mudah mendapatkan uang kemudian mereka lupa kalau uang itu harus dibayar.

“Kalau ini terjadi kan malah jadi seperti jerat. Bisa menjerat kaki kiri dulu kemudian kaki kanan, akhirnya tergantung tidak bisa melakukan apa-apa. Pada akhirnya bukan membuat mahasiswa itu selesai malah akan terbengkalai kuliahnya,” kata Nairobi saat dihubungi IDN Times Jumat, (16/2/2024).

Nairobi tak menampik jika suatu saat ada kampus di Lampung yang akan menerapkan sistem tersebut. Namun menurutnya, jika kebijakan tersebut diterapkan di Unila ia akan menyarankan untuk tidak diterapkan. Hal itu karena Unila sebelumnya pernah menerapkan sistem pembayaran secara dicicil tanpa bunga yakni Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI).

“Itu tanpa bunga diberikan pada mahasiswa kurang mampu yang akan menyelesaikan pendidikannya. Itu pun dulu masih banyak yang macet, sampai sekarang ijazah-nya tidak diambil, karena sangsinya sebelum lunas KMI, dia tidak bisa ambil Ijazah,” katanya.

6. Pinjol berdampak pada psikologi

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester ilustrasi sedih karena banyak hutang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Disampaikan Nairobi, meski penerapan pinjol untuk bayar UKT tidak berdampak besar terhadap ekonomi jika mahasiswa gagal bayar pinjol. Namun kondisi tersebut akan berdampak pada psikologis mahasiswa. Sehingga ia tidak menyarankan jika kampus menawarkan pinjol untuk pembayaran UKT.

“Yang kita lihat bukan dampak ekonomi, tapi dampak psikologisnya. Kegagalan investasi orang tua atau sumber daya manusia kalau sampai mereka gagal bayar kemudian terjerat uang yang semakin membesar dan menjadi beban, pada akhirnya menjadi tidak produktif. Kalau kita berbicara dampak ekonomi tidak terlalu. Kecuali jumlahnya besar dan massif, baru terdampak. Kalau ini kan baru di salah satu perguruan tinggi yang menerapkan,” terangnya.

Menurut Nairobi, tak semua mahasiswa menggunakan pinjol untuk kebutuhan mendesak. Dikhawatirkan, ada yang menggunakan sistem tersebut untuk menambah kebutuhan konsumtif mahasiswa sehingga mengorbankan pembayaran UKT karena dimudahkan dengan sistem pinjaman. Apalagi jika mahasiswa tersebut tidak memiliki usaha untuk membayar cicilan, tentu akan menjadi beban tambahan bunga yang semakin memberatkan.

“Mahasiswa yang meminjam itu kan mahasiswa yang “miskin”, orang yang kekurangan dalam membayar SPP. Kalau dia tidak punya usaha, tidak produktif itu yang jadi masalah. Masalahnya sekarang mahasiswanya produktif gak? Orang tuanya punya usaha gak?. Kalau itu semua ada, ya gak ada masalah. Tapi saya yakin kalau dia punya usaha, gak mungkin dia minjam,” terangnya.

7. Sudah ada sepertiga beasiswa dari total mahasiswa

Dilema Sandwich Generation Terjebak Pinjol demi Lunasi Uang Semester Ilustrasi pendidikan Pisces (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Nairobi menambahkan, saat ini pemerintah sudah memberikan hampir sepertiga beasiswa dari total mahasiswa. Sehingga menurutnya, mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar UKT bisa memanfaatkan beasiswa atau melakukan hal produktif untuk menambah penghasilan.

“Kalau misal memberi pinjaman itu susah, tapi kalau memberikan subsidi itu sudah dilakukan lewat beasiswa Bidikmisi atau PMPAP. Setahu saya ada banyak sekali beasiswa sampai sepertiga dari jumlah mahasiswa,” tandasnya.

Baca Juga: Cek! Tiket Kereta Api Lebaran 2024 Lampung-Palembang Mulai Dijual

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya