Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam Punah

Salam “Tabik Pun” dan lagu daerah harus terus dilestarikan

Bandar Lampung, IDN Times - Bahasa Lampung diucapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh anak kecil hingga orang dewasa, khususnya di Kota Bandar Lampung jarang digunakan. Masyarakat lebih nyaman menggunakan Bahasa Indonesia saja, bahkan bahasa prokem seperti warga Jakarta.

Hal itu salah satu pemicunya adalah, Lampung memang dikenal sebagai salah satu provinsi 'sejuta' etnis. Tak hanya suku Lampung, banyak suku lain di nusantara mendiami provinsi di ujung selatan Pulau Sumatra ini.

Alhasil penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memang merupakan pilihan praktis bagi masyarakat dengan beraneka ragam budaya tersebut.

1. Perubahan budaya memang tak bisa ditampik

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahIlustrasi tari lampung. (indonesiakaya.com).

Pengamat Budaya Provinsi Lampung, Dr. Bartoven Vivit Nurdin mengatakan bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Budaya itu secara tidak langsung akan mengalami suatu perubahan.

Secara teori sosial budaya, perubahan itu memang terus menerus ada. Sehingga tergantung bagaimana kolektifnya para pemilik bahasa itu dalam membawa budaya.

“Nah perubahan itu jalannya masing-masing. Dalam bahasa daerah, kalau penuturnya semakin sedikit dan tidak mensosialisasikannya ke generasi berikutnya maka perubahan yang terjadi tentu saja akan mengalami kepunahan. Begitupun sebaliknya,” kata akademisi Prodi Sosiologi FISIP Universitas Lampung (Unila) ini, Jumat (17/6/2022).

2. Jumlah populasi merupakan salah satu pengaruh perubahan budaya

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam Punahpinterest

Vivit menyebutkan, pernah melihat jumlah populasi menurut etnis di Provinsi Lampung sekitar tahun 2010. Ternyata masyarakat suku Lampung di Provinsi Lampung bukanlah etnis mayoritas.

“Etnis Lampung hanya 25 persen, dan paling banyak itu etnis Jawa (62 persen). Nah secara kuantitas itu juga bisa memengaruhi bahwa bahasa itu menjadi tidak populer dan akhirnya tidak digunakan,” katanya.

Hal itu tak mengherankan, lanjutnya karena masyarakat Lampung memang sangat terbuka dengan pendatang. Sampai saat ini saja sudah ada lebih dari 10 etnis tinggal di Provinsi Lampung.

“Apalagi sejak transmigrasi pada 1905, kita bisa lihat bahwa penerimaan masyarakat native dengan masyarakat pendatang itu sangat terbuka,” katanya.

Baca Juga: Nasib Seni Teater di Lampung, Seniman Senior: Rusak Parah

3. Salam “Tabik Pun” merupakan cara pelestarian Bahasa Lampung yang baik

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahIlustrasi salam. (Orami)

Vivit menambahkan, budaya plural ini mengakibatkan adanya akulturasi (bersentuhan kebudayaan) dan asimilasi (percampuran kebudayaan) di Lampung dan mengakibatkan bahasa tidak disosialisasikan kepada pendatang atau generasi berikutnya dengan maksimal.

“Pelestarian Bahasa Lampung juga tergantung pada kebijakan pemerintah. Saya lihat seperti Salam Khas Lampung “Tabik Pun” itu juga bisa digunakan sebagai upaya mereka melestarikan budaya Lampung. Memutar lagu daerah itu juga sering kita temukan,” ujarnya.

Merujuk hal itu menurut Vivit, masyarakat Lampung ingin melestarikan bahasa daerahnya tentu harus diperkuat dengan mewariskannya ke generasi berikutnya.

4. Akademisi juga harus membantu melestarikan

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahIDN Times/Silviana

Vivit juga mengatakan, akademisi tak luput dari peran untuk melestarikan budaya di Provinsi Lampung. Seperti menyisipkan budaya Lampung dalam mata kuliah berkaitan dengan kearifan lokal karena dalam mata kuliah tersebut tak hanya mempelajari secara umum tapi juga bicara soal subkultur bahasa.

“Itu salah satu upaya kita bagaimana dengan mata kuliah tersebut kita coba menanamkan kembali budaya-budaya Lampung kepada mahasiswa,” ujarnya.

Selain itu, adanya jurusan Bahasa Lampung pada program strata satu dan magister juga merupakan salah satu penerapan budaya daerah lokal. Bahkan di Unila pun terdapat Pusat Budaya Lampung menjadi pusat kajian dalam melestarikan budaya termasuk bahasa Lampung.

5. Mulok Bahasa Lampung wajib disetiap jenjang sekolah

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahSiswa menulis aksara Lampung. (Instagram/sony_14).

Kepala Bidang Kebudayaan Heni Astuti mewakili, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Sulpakar mengatakan, upaya pemerintah dalam pelestarian budaya khususnya bahasa Lampung adalah dengan penerapan muatan lokal Bahasa Lampung di sekolah-sekolah.

“Dari SD sampai SMA itu meski sedikit hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, kita berikan bahasa Lampung kepada anak-anak, wajib,” katanya.

Selain itu, disdikbud juga telah memberikan surat edaran ke sekolah dan instansi pemerintahan untuk memutar lagu-lagu khas Lampung setiap kali ada momen atau kegiatan.

“Kemudian Sekretariat Bahasa Lampung di Biro Kesejahteraan Rakyat Pemprov juga mengadakan lomba berkenaan bahasa Lampung tiap tahun. Lalu ada pertemuan rutin dalam rangka pengembangan Bahasa Lampung dari kantor bahasa juga,” imbuhnya.

Baca Juga: Cerita Pedagang Thrift Lampung Banyak Suka Duka, Omzet Tak Menentu

6. Beasiswa mahasiswa FKIP Bahasa Lampung

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahMahasiswa FKIP Unila. (Instagram/riskawulanda).

Sejak tahun lalu, Heni mengatakan, Pemerintah Provinsi Lampung telah memiliki program beasiswa untuk mahasiswa Jurusan FKIP Bahasa Lampung di Universitas Lampung.  

“Jadi pemprov melalui disdikbud bekerjasama dengan Unila memberikan beasiswa kepada mahasiswa S1 Jurusan FKIP Bahasa Lampung. Dan itu tak hanya dari pemprov saja, tapi dari kabupaten/kota pun ada. Jadi melalui seleksi Unila dipilih anak yang akan dapat, diprioritaskan untuk anak tidak mampu dan minat Bahasa Lampung,” jelasnya.

Ia mengatakan beasiswa tersebut penuh. Bahkan dari beberapa pemerintah daerah ada yang memberikan asrama dan biaya hidup kepada anak daerahnya.

7. Hari khusus berbahasa Lampung

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahWagub Lampung, Nunik mengobrol dengan masyarakat. (Instagram/mbak_nunik).

Menanggapi alasan mulai memudarnya bahasa Lampung khususnya pada kaum milenial, Heni mengatakan, peran orang tua sebenarnya sangat besar. Tidak membiasakan berbahasa daerah di rumah akan terbawa hingga dewasa.

“Misalnya ortunya sama-sama orang Lampung tapi di rumah tetap pakainya bahasa Indonesia, di kota saya rasa kebanyakan seperti itu. Mungkin di daerah ada yang pakai Bahasa Lampung ya di rumahnya,” katanya.

Ia mengatakan, lingkungan perkotaan yang sudah mulai beragam senantiasa menyokong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

“Makanya ini kita sebenarnya ada ide tapi memang belum ya, jadi bagaimana jika ada satu hari khusus diwajibkan berbicara Bahasa Lampung gitu. Nanti kami ada sih agenda bersama biro hukum untuk membicarakan perda soal kebudayaan, mungkin salah satu bentuk implementasinya nanti kita bisa minta sama pemprov untuk mengusulkan itu,” tutupnya.

8. Lingkungan milenial lebih mendukung untuk menggunakan bahasa Indonesia ketimbah bahasa daerah

Penutur Bahasa Daerah Kian Berkurang, Bahasa Lampung Teracam PunahSMA YP Unila Bandar Lampung. (IDN Times/Istimewa).

Rachel, salah satu siswa SMK di Bandar Lampung mengatakan, siswa maupun guru di sekolahnya menggunakan bahasa indonesia dalam percakapan sehari-hari. “Gak ada yang pakai bahasa daerah sih kalau di sekolah aku,” katanya singkat.

Ia menceritakan, ayahnya beretnis Lampung sedangkan Ibunya berasal dari Serang (Jaseng). Meski demikian ia menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan kesehariannya. 

“Pernah sih dulu diajakin ngomong Bahasa Lampung dan Jaseng, tapi kalau diajarin ya sebatas ngajak ngobrol aja. Jadi karena cuma sedikit ngerti jadi pakai bahasa Indonesia aja,” ujarnya.

Baca Juga: 2 Tahun Nihil Kecelakaan Kapal Niaga dan Penumpang di Lampung

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya