Ini Cara Kritisi Calon Pemimpin di Medsos Agar Tak Kena UU ITE

Bedakan antara kampanye negatif dan kampanye hitam

Bandar Lampung, IDN Times - Kritik melalui media sosial kini menjadi salah satu tren dan alat paling ampuh bagi masyarakat untuk bersikap kritis terhadap isu-isu terkini. Bahkan program dan kinerja pemerintah.

Namun Undang-undang ITE menjadikan pengguna media sosial tidak bisa sembarangan membuat konten atau melontarkan komentar terhadap sebuah isu. Karena salah-salah  perkataan itu malah bisa membawa penulisnya kena hukum atau ancaman pidana.

Apalagi saat ini merupakan waktu-waktu rawan. Pemilu Setentak 2024 semakin dekat sehingga hoaks soal pemilu dan politik akan banyak bermunculan.

Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Handi Mulyaningsih mengatakan, ada beberapa cara agar masyarakat tetap bisa kritis dalam pesta demokrasi saat ini tanpa harus takut dengan ancaman UU ITE. 

1. Harus tahu perbedaan negatif campaign dan black campaign

Ini Cara Kritisi Calon Pemimpin di Medsos Agar Tak Kena UU ITEgoogle.com/image

Handi menyebutkan, pertama-tama masyarakat wajib tahu perbedaan dari negatif campaign dan black campaign. Meski sama-sama dimaknai kurang baik, istilah ini memiliki perbedaan tipis sehingga perlu diwaspadai.

“Ada kampanye negatif dan ada kampanye hitam. Kampanye negatif ini meski yang disampaikan hal-hal negatif, tapi itu fakta atau benar. Ada buktinya. Misalnya calon A pernah disidang atau pernah dipenjara. Itu kan ada buktinya, ada data validnya,” jelasnya, Minggu (6/8/2023).

Sedangkan kampanye hitam atau black campaign adalah penyebaran isu negatif namun tidak terbukti atau belum terbukti kebenarannya. Sehingga wajib dihindari.

“Intinya menyebarkan informasi yang buktinya tidak ada atau tidak valid. Cuma ngomong ngawur saja. Itu yang disebut kampanye hitam,” katanya.

Baca Juga: Benarkah Wakil Pemuda dan Perempuan Sudah Muncul di Pemilu 2024?

2. Kampanye negatif tidak akan mendapat sanksi UU ITE

Ini Cara Kritisi Calon Pemimpin di Medsos Agar Tak Kena UU ITEPexels/Tracy Le Blanc

Handi melanjutkan  jika masyarakat ingin memberikan kritik pada seorang calon pemimpin di Pemilu 2024, misalnya menyebarkan track record buruknya melalui media sosial itu diperbolehkan asal dengan cara kampanye negatif.

“Jadi meski yang disampaikan itu negatif, misalnya tujuannya untuk mengurangi elektabilitasnya, supaya orang-orang jangan pilih dia itu kalau disampaikan bersama bukti validnya boleh saja. Tidak akan kena UU ITE,” paparnya.

Data-data valid ini, selain bisa diperoleh dari lembaga-lembaga resmi yang berwenang misalnya kepolisian, lapas, atau kemenkum HAM. Masyarakat juga bisa mencari bukti tersebut di KPU karena badan ini memiliki semua data track record tersebut.

3. Wajib memerangi hoaks

Ini Cara Kritisi Calon Pemimpin di Medsos Agar Tak Kena UU ITEunsplash

Ia juga menyebutkan  masyarakat juga wajib memerangi hoaks. Masyarakat khususnya generasi MZ (milenial dan Z) harus paham dan tidak terpengaruh dengan isu-isu yang sifatnya menghasut.

“Apalagi sosial media kini semakin banyak dan luas. Ada platform terbuka dan tertutup. Seperti grup WA itu juga kan sosmed ya, tapi tertutup. Makanya kita juga wajib paham mana yang memang berita valid dan mana yang hoaks,” katanya.

Handi mengatakan, memerangi hoaks itu memang tidak mudah karena ada kultur, struktur dan rules. Maka pentingnya budaya literasi adalah kita wajib mencari bukti segala informasi di media sosial. Jangan mudah percaya dengan postingan atau trending.

“Trending itu gak mesti benar. Kita harus punya kemampuan untuk filter medsos. Kalau ada isu baru jangan langsung percaya. Cek dulu kebenarannya,” imbuhnya.

4. Mengkritisi track record hingga menyebut nama calon diperbolehkan

Ini Cara Kritisi Calon Pemimpin di Medsos Agar Tak Kena UU ITEilustrasi dua orang wanita sedang menunjuk layar laptop. (Pexels.com/Mentatdgt)

Anggota KPU Provinsi Lampung, Antoniyus menyampaikan, masyarakat bisa bebas menyebarkan track record para calon pemimpin dalam rangka berpartisipasi meramaikan pesta demokrasi serta memilih pemimpin paling tepat.

Namun tentunya, track record tersebut juga harus valid alias bukan sebuah hoaks semata. Karena informasi berupa hoaks juga bisa dibawa ke ranah hukum.

“Bisa kok mengkritis track record calon. Gak masalah. Misalnya jangan pilih calon yang pakai narkoba atau pernah dipenjara. Gak masalah. Namanya disebutkan pun boleh. Tapi jangan sebut pernah selingkuh, soalnya kan itu belum terbukti,” katanya.

Baca Juga: Rekomendasi Foto Self Studio di Bandar Lampung, Estetik Abis!

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya