Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan Mitigasi

Relokasi warga bantaran sungai bisa picu konflik

Intinya Sih...

  • Walhi Lampung prihatin kejadian banjir di lebih dari 10 titik Kota Bandar Lampung, yang secara geografis tidak jauh dari sungai
  • Pemkot Bandar Lampung gagal meminimalisir intensitas banjir dan lakukan upaya mitigasi, serta menanggapi banjir dengan respons tanggung jawab yang kurang tepat
  • Relokasi warga bantaran sungai menjadi wacana kontroversial karena bisa menciptakan konflik baru antara pemerintah dan warga, serta sulitnya peningkatan RTH di Bandar Lampung sebagai solusi jangka panjang

Bandar Lampung, IDN Times – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung prihatin kejadian banjir di lebih dari 10 titik Kota Bandar Lampung, Sabtu (24/2/2024). Apalagi, titik banjir tersebut secara geografis tidak jauh dari sungai di Bandar Lampung.

Merujuk hal itu, Walhi menilai, ada dua kegagalan Pemerintah Kota Bandar Lampung mengatasi persoalan banjir. Menurut Direktur Eksekutif Daerah Walhi Lampung Irfan Tri Musri, kegagalan pertama Pemkot Bandar Lampung adalah tidak mampu meminimalisir intensitas banjir di kota setempat.

“Sepanjang satu tahun belakang, intensitas banjir bukan hanya angka yang bertambah, tapi secara titik lokasi terus bertambah. Sehingga memang kita simpulkan gak ada keseriusan pemkot atasi pesoalan banjir,” tukasnya saat konferensi pers di Sekretariat Walhi Lampung, Minggu (25/2/2024).

Kegagalan kedua menurut Irfan, Pemkot gagal lakukan upaya mitigasi. Ketika terjadi banjir sangat minim lakukan upaya mitigasi. Bahkan untuk posko pengungsian atau evakuasi yang ditetapkan, masih membuat masyarakat terdampak banjir bingung.

“Karena memang tidak ada sistem manajemen mitigasi dan sistem peringatan dini dibangun Pemerintah Kota Bandar Lampung,” tegasnya.

1. Program Gerebek Sungai bukan satu-satunya solusi

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiAktivitas pengerukan sedimentasi Sungai Banjir Kanal Barat yang menggunakan ekskavator milik tim BBWS Pemali-Juana. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Irfan menyatakan, Walhi juga menyoroti pernyataan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana di beberapa media terkait respons jangka pendek penanganan banjir. Penanganan jangka pendek yang dimaksud adalah perbaikan tanggul, membagikan beras dan nasi kotak kepada warga terdampak banjir.

“Beras dan nasi kotak ini bukan bagian upaya penanggulangan banjir. Tapi itu bentuk respons tanggungjawab Pemerintah Kota Bandar Lampung. Apalagi ada program jangka panjang buat kanal banjir. Persoalan banjir selama ini bukan (disebabkan) salah satu sektor saja. Tapi cukup banyak variabel berkontribusi terhadap banjir,” paparnya.

Irfan juga menyoroti program Gerebek Sungai digulirkan pada periode awal pemerintah Eva Dwiana. Walhi menilai program itu tepat untuk meniminalisir banjir, tapi bukan satu-satunya solusi.

Variabel lainnya menurutnya, bukan hanya pendangkalan sungai akibat sedimentasi tapi juga persoalan hilangnya daerah tangkapan air, hilangnya daerah resapan air, berkurangnya ruang terbuka hijau, alih fungsi lahan, sistem drainase yang buruk. Termasuk sistem pengolahan sampah yang sangat buruk di Kota Bandar Lampung ikut berkontribusi

“Sehingga pemkot berbicara terkait penanggulangan banjir dan minimalisir banjir, bukan hanya sebatas normalisasi sungai melalui Gerebek Sungai, bukan hanya betulkan tanggul. Tapi semua persoalan harus diidentifikasi dan diselesaikan akar persoalan,” beber Irfan.

2. Relokasi warga bantaran sungai bisa picu konflik

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiBanjir merendam Kota Bandar Lampung, Sabtu (24/2/2024). (IDN Times/Istimewa).

Irfan menjelaskan, saat ini kebijakan Pemkot Bandar Lampung tidak menempatkan persoalan lingkungan hidup dan bencana sebagai “panglima” dalam pembangunan. Alhasil, aktivitas alih fungsi ruang, pembangunan tidak berkeadilan ruang terus, terjadi di kota setempat.

“Alih fungsi ruang terbuka hijau, hilangnya ruang terbuka hijau, daerah resapan air, masih terus terjadi. Perda RTRW Nomor 4 Tahun 2021 bahkan, alokasi Ruang Terbuka Hijau hanya 4,5 persen,” ujarnya.

Ketua Dewan Daerah Walhi Lampung Prabowo Pamungkas menambahkan, pihaknya juga menyoroti pernyataan wali kota Bandar Lampung akan memanggil warga menetap di bantaran sungai untuk wacana ke depan direlokasi. Walhi juga mempertanyakan apakah itu menjadi kebijakan tepat atau justru menjadi menciptakan konflik baru antara pemerintah dan warga.

“Mungkin warga sudah tinggal lama di sana. Kita harus pastikan jangan bikin kebijakan jadi picu masalah baru. Justru dicari apa jadi persoalan utama (banjir)?. Apakah pindahkan masyarakat di bantaran jadi solusi utama?” ujarnya.

Prabowo juga menyoroti aktvitas komersil dan usaha di pinggir sungai, apa dapat perlakuan yang sama untuk direlokasi seperti pemukiman warga di bantaran sungai. “Relokasi warga gak semudah pindahkan barang, akan terjadi gesekan sosial, ekonomi dan lingkungan,” tukasnya.

“Relokasi ini bukan merupakan langkah utama, kami tidak merestui. Harus adil pemerintah. Jika ada wacara relokasi warga, lalu bagaimana perlakuan pemerintah dengan sektor swasta? Sektor swasta banyak kontribusi picu kejadian banjir, alih fungsi kawasan lahan, ruang terbuka hijau yang mana didukung pemkot (via perizinan),” bebernya

Baca Juga: Cerita Warga Lampung Rumah Kebanjiran, Kini Fokus Bersihkan Perabotan

3. Peningkatan RTH bukan sekadar kuantitas

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiPhoto by Holly Mandarich on Unsplash

Terkait menambah RTH di Bandar Lampung menjadi solusi jangka panjang menanggulangi banjir, Irfan menyatakan, sulit dilakukan. Ia menilai, peningkatan RTH bukan hanya kuantitas, tapi kualitas RTH di semua titik. Termasuk daerah resapan air bisa dimaksimalkan.

Walhi saat ini mendorong adanya normalisasi sungai dan harus ada restrukturisasi terkait sistem drainase Kota Bandar Lampung. “Drainase kota ini peninggalan (tahun) 80 dan 90an. Sedangkan daya tampung lingkungan dranasie saat ini sangat jauh berbeda,” jelasnya.

Sistem pengolahan sampah Bandar Lampung juga harus diperbaiki untuk meminimalisir agar muaranya ke Tempat Pembuangan Akhir. “Tapi selama ini akibat sistem pengolahan buruk banyak bermuara ke wilayah-wilayah sungai,” ujarnya.

4. Berharap jadi peringatan terakhir untuk berbenah

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiBanjir merendam Kota Bandar Lampung, Sabtu (24/2/2024). (IDN Times/Istimewa).

Lebih lanjut disampaikan Prabowo, merujuk kejadian banjir kemarin, Walhi Lampung mencatat, ada 11 titik banjir di Bandar Lampung. Dari titik banjir tersebut, 100 persen lokasi berdekatan dengan sungai.

“Bicara intensitas hampir semua lokasi bukan kali pertama kejadian bencana banjir. Seperti di Kelurahan Rajabasa Nunyai, belakang Politeknik Negeri Lampung, di Sungai Balau Kali Balau Kencana titik banjir sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu,” urainya.

Merujuk hal itu Walhi Lampung menyimpulkan, kejadian banjir di Bandar Lampung 24 Februari 2024 lalu terbesar selama 10 tahun terakhir. Itu merujuk jumlah titik dan intensitas banjir dibanding kejadian pernah terjadi periode 2013 dan 2017 lalu.

Prabowo berharap, bencana banjir terjadi Sabtu lalu idealnya menjadi peringatan terakhir harusnya membuat pemkot sadar ada situasi dan kondisi. Apabila tidak ada kebijakan atau terobosan spesifik untuk penanggulangan banjir, maka bencana serupa akan terus terulang dan titik lokasi banjir semakin banyak dan meluas

“Jangan pemkot cepat ambil kesimpulan. Relokasi gak mudah. Kebijakan itu dari bawah (dengar aspirasi). Penyebab banjir ini akibat aktivitas kebijakan bersifat top down. Dari pemerintah, izin dari pemerintah (ke sektor swasta), masyarakat rasakan dampaknya,” tegasnya.

Baca Juga: Tips Keamanan Kelistrikan Saat Rumah Kebanjiran, Waspadalah!

5. Bencana bukan takdir, tetapi masifnya pembangunan

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiPembangunan JPO Siger Milenial. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ketua BEK SP Sebay Lampung, Reni Mutia juga angkat bicara terkait bencana banjir di Bandar Lampung. Menurutnya, bencana ekologis terjadi bukan karena takdir, tapi terjadi karena adanya sistem dibuat pemerintah.

“Masifnya pembangunan tanpa memikirkan dampak-dampaknya. Pemerintah tanpa melihat bagaimana resapan air, bagaimana pembuangan air saat hujan. Kami cukup kaget dengan kejadian (banjir) ini,” ujarnya.

Reni menambahkan, kejadian banjir akibat kiriman air dari sungai. Nahas, debit air yang besar untuk jalur sungai ternyata tidak mampu tertampung akibat terjadi penyempitan sungai.

“ (penyempitan sungai) akibat proses pembangunan gak pikirkan tata kelola ruang. Kalau kita mau lihat, gorong-gorong sudah semakin sempit, tempat pembuangan resapan air sudah tidak ada. Ini sangat miris. Bahkan, Banyak masyarakat terdampak khususnya perempuan. Korban belum ada, tapi harta benda (kerugian) pasti ” bebernya.

6. Minta pemkot cepat lakukan upaya mitigasi dan litigasi

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiTiga kecamatan di Kota Bandar Lampung terdampak banjir akibat intensitas hujan deras terjadi, Sabtu (24/2/2024) sore hingga malam.. (Dok Polda Lampung).

Merujuk kondisi itu, Reni mendorong Pemkot Bandar Lampung melakukan upaya mitigasi dan litigasi secara cepat. Ia juga meminta pemkot tak hanya memikirkan pembangunan kota saja.

“Akar permasalahan apa? Kenapa bisa terjadi. Akibat pembangunan masif, daerah resapan air harus diperluas dan beri edukasi kepada masyarakat yang belum sadar terhadap kebersihan lingkungan dan tata kelola sampah. Masih ada buang sampah ke sungai,” ujarnya.

Reni juga menyoroti pembagian makanan kepada masyarakat terdampak banjir. Menurutnya, itu bukan solusi. “Kalau gak ada banjir, mereka bisa cari makan. Solusi praktis kasih makanan hanya pragmatis untuk pencitraan,” tegasnya.

7. Walhi buka posko pengaduan

Walhi Lampung: Pemkot Gagal Minimalisir Banjir dan MitigasiEvakuasi bayi usia 3 bulan di Jalan Nyunyai Kecamatan Rajabasa, Sabtu (24/2/2024) malam. (IDN Times/Tangkapan Layar).

Bowo menyatakan, peristwa banjir terjadi 24 Februari 2024, bukan pertama kali terjadi. Tapi sejarah akan mencatat, peristiwa itu salah satu banjir terparah, banyak titik terdampak dan cukup memprihatikan

Merujuk hal itu, Walhi Lampung membuka posko pengaduan bagi warga terdampak banjir. Tujuannya, warga bersama Walhi ingin meminta pertanggungjabawan dari Pemkot Bandar Lampung.

“Penanggulangan bencana Pemkot punya Perda baru Nomor 7 Tahun 2023. Sejauh mana penanggulangan bencana di Bandar Lampung. Semestinya wali kota harus berdasarkan perda tersebut (penanganggulangan bencana).

Oleh karena imbuhnya, Walhi berencana investigasi dan inventarisir terkait fakta sebenarnya terjadi di lapangan dan bagaimana banjir di Bandar Lampung bisa terjadi. Untuk itu, pihaknya membuka peluang warga bisa melapor langsung ke Walhi Lampung.

“Kami punya legal standing untuk lakukan upaya gugatan di pengadilan. Akan lebih baik jika dapat legal standing langsung dari masyarakat. Mudah-mudahan masyarakat Kota Bandar Lampung mau dan bersedia untuk lakukan upaya lebih,” harap Bowo.

Ia menambahkan, saat terjadi bencana alam, pertanggungjawaban pemerintah sangat penting. Bukan hanya pascabencana semata, tapi upaya mitigasi apa saja seharusnya bisa dilakukan sebelum terjadi bencana.

“Mudah-mudahan bisa jadi langkah strategis. (Walhi) siap terima pengaduan korban banjir. Secara langsung Walhi buka pengaduan atau posko bagi masyarakat jadi korban banjir untuk lakukan upaya hukum dalam rangka perbaikan kebijakan ataupun aturan-aturan di Kota Bandar Lampung,” kata Bowo.

Baca Juga: Warga Temukan Jasad Diduga Korban Banjir Bandar Lampung

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya