TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Curhatan Petani di Lampung Berjibaku Hadapi Ganasnya Perubahan Iklim

Kenaikan temperatur di Lampung 0,5 deretan celcius

Momen panen ladang persawahan di Desa Sidomakmur, Lampung Selatan. (IDN Times/Istimewa).

Intinya Sih...

  • Perubahan iklim memaksa petani di Lampung menghadapi tantangan menjaga tanaman agar tetap tumbuh dan produktif.
  • Petani di Lampung harus menghadapi kendala cuaca panas yang berdampak pada ketersediaan air untuk pengairan sawah.
  • Kenaikan temperatur di Provinsi Lampung sekitar 0,5 derajat Celcius, mengubah pola cuaca dan berdampak pada pertanian serta kesehatan.

Lampung Selatan, IDN Times - Dampak perubahan iklim secara global kian hari kian ganas semakin dirasakan berbagai sektor, termasuk pertanian di Provinsi Lampung.

Kondisi ini dikemukakan, Joko Umboro, seorang petani di Desa Sidomakmur, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan sekaligus ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Makmur Sejati.

Menurutnya, perubahan iklim ini memaksa petani harus berjibaku menjaga tanamannya agar tetap tumbuh dan produktif. Alhasil, kondisi serupa juga mengubah jadwal tanam padi hingga berdampak pada hasil panen.

"Kalau dulu 10 tahunan lalu, petani di sini bisa tanam padi empat kali setahun, tapi kalau sekarang dua kali tanam aja sudah alhamdulillah," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (27/9/2024).

1. Akali cuaca panas berujung kekeringan

Momen panen ladang persawahan di Desa Sidomakmur, Lampung Selatan. (IDN Times/Istimewa).

Joko melanjutkan, salah satu kendala terberat bagi petani sekitar menghadapi perubahan iklim ialah cuaca panas, lantaran berdampak langsung pada ketersedian air hingga mengakibatkan kekeringan.

Caranya, para petani sekitar mengakali pengairan sawah dengan embung buatan dirancang menampung ketersedian air, hingga swadaya mengakali dengan sumur bor.

"Mau gak mau, kita petani di sini rata-rata sekarang masing-masing sudah punya sumur bor pribadi yang khusus difungsikan mengairi sawah," jelas dia.

2. Produktivitas panen tak maksimal

Momen panen ladang persawahan di Desa Sidomakmur, Lampung Selatan. (IDN Times/Istimewa).

Berbicara soal produktivitas, Joko membeberkan, petani setempat tahun ini baru saja memanen hasil musim tanam gadu telah dimulai sejak awal Juni 2024. Hasilnya, tingkat keberhasilan panen padi petani rata-rata paling maksimal hanya 80 persen.

"Hitungan perbandingannya, seperempat hektare itu biasanya bisa 1,7 ton, tapi kalau kemarin maksimal hanya paling 1,4 dan 1,5 ton udah maksimal," terangnya.

Meski masa panen kurang maksimal, ia dan rekan-rekan petani desa setempat tetap bersyukur dengan kondisi tersebut. Itu merujuk perbandingan dengan kemarau panjang tahun lalu akibat fenomena El Nino. "Kalau tahun kemarin parah, rata-rata sepanjang tahun petani gagal panen," sambung dia.

Baca Juga: Peringatan Dini! Bandar Lampung Status Siaga Banjir

3. Harapkan hujan akhir 2024

Momen panen ladang persawahan di Desa Sidomakmur, Lampung Selatan. (IDN Times/Istimewa).

Menatap akhir tahun 2024 ini, Joko berharap agar musim penghujan dapat segera datang. Itu agar ia dan rekan-rekan petani desa setempat dan sekitarnya bisa segera kembali memulai musim tanam padi ketiga di tahun ini.

"Dari yang sudah-sudah (tahun-tahun sebelumnya), biasanya mulai turun hujan itu awal November, mudah-mudahan saja di tahun ini juga demikian," ucapnya.

4. Perubahan iklim di Lampung sekitar 0,5 deretan celcius

Berdasarkan catatan BMKG, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Lampung, Indra Purna menyampaikan, tren perubahan iklim di Indonesia mengalami kenaikan temperatur kisaran 0,5 sampai dengan 1 derajat celcius selama kurun waktu 30 tahun terakhir.

Sedangkan di Provinsi Lampung, rata-rata pergeseran kenaikan temperatur iklim sekitar 0,5 derajat Celcius. Akibatnya, terjadi perubahan pola cuaca seperti kelembapan udara, angin, dan hujan.

"Kondisi ini seperti apa yang terjadi belakang sekarang ada perubahan cuaca cukup signifikan di fase atu periode pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke penghujan," terangnya.

5. Gas karbon sumbangan signifikan kenaikan temperatur

ilustrasi pabrik (IDN Times/Muhammad Surya)

Indra membeberkan, kenaikan temperatur cuaca tersebut umumnya berkorelasi dengan penambahan gas karbon akibat aktivitas manusia. Pasalnya, semakin banyak aktivitas menggunakan bahan bakar fosil, maka gas karbon kian meningkat diiringi dengan kenaikan temperatur.

Dampaknya, perubahan iklim ini otomatis bila pola unsur cuaca berubah, maka akan menimbulkan dampak bagi semua kehidupan, termasuk pada sektor petanian.

"Ada beberapa sektor yang rentan terhadap perubahan iklim ini. Salah satunya pertanian dan kesehatan. Jadi laju kenaikan temperatur berhubungan dengan penambahan gas karbon," tandasnya.

Baca Juga: Warning! BMKG Lampung Imbau Waspada Peningkatan Kecepatan Angin

Berita Terkini Lainnya