Cerita Porter Bakauheni, Penumpang Ramai Tapi Penghasilan Minim 

Banyak penumpang enggan pakai jasa porter

Intinya Sih...

  • Asepuddin, seorang porter di Pelabuhan Bakauheni, mengalami penolakan dari penumpang yang enggan menggunakan jasanya.
  • Tidak semua penumpang membutuhkan jasa porter, ada yang rela mengakut barang bawaannya sendiri.
  • Dengan penghasilan minim, Asepuddin harus bekerja sampingan sebagai buruh kasar untuk mencukupi kehidupan keluarganya.

Lampung Selatan, IDN Times - Usia senja tak mematahkan semangat Asepuddin (61), seorang porter alias kuli panggul di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan tetap semangat mengais rezeki di tengah angkutan arus mudik Lebaran 2024.

Bermodalkan seragam setelan merah khas porter pelabuhan setempat dan topi warna hitam mulai memudar, Asep, sapaan akrabnya, seakan tak kenal lelah menyusuri setiap sudut keramaian penumpang sambil menawarkan jasanya.

Tak jarang tawaran atas jasanya mendapatkan penolakan dari penumpang. Seperti halnya terjadi pada masa angkutan lebaran tahun ini, ramainya pemudik hendak meninggalkan maupun tiba di Lampung tak berbanding lurus dengan pendapatan Asep.

"Sama-sama aja (pendapatan menjelang Lebaran 2024), paling banyak juga 100 ribu, penumpang ramai tapi sepi barangnya gak ada," ujarnya saat diwawancarai di depan pelataran area check in penumpang kapal Pelabuhan Bakauheni, Minggu (7/4/2024).

Baca Juga: Puncak Arus Mudik di Pelabuhan Bakauheni Bergeser H-2 dan H-1 Lebaran

1. Ramai pemudik tak jamin beri pendapatan tinggi

Cerita Porter Bakauheni, Penumpang Ramai Tapi Penghasilan Minim Aktivitas pemudik di H-3 Lebaran 2024 di Pelabuhan Bakauheni. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Sebagai kuli panggul, aktivitas ramai pemudik diakui Asep belum tentu memberinya jaminan peningkatan pendapatan. Pasalnya, tidak semua penumpang pergi dan tiba membutuhkan jasa kuli panggul.

Bahkan beberapa penumpang tersebut rela mondar-mandir mengakut barang bawaannya, dibanding memakai jasa porter.

"Kalau kita kan gak seperti angkutan kendaraan umum, ya kita bukan cari ramainya tapi cari barangnya," imbuhnya.

2. Kebanyakan penumpang enggan pakai jasa porter

Cerita Porter Bakauheni, Penumpang Ramai Tapi Penghasilan Minim Penampakan porter di Pelabuhan Bakauheni tengah menunggu penumpang pakai jasa angkut barang. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Berprofesi sebagai porter selama 30 tahun lebih, seiring itu juga bertambahnya tahun jasa porter dikatakan Asep seakan mulai dilupakan para penumpang Pelabuhan Bakauheni.

Bahkan beberapa rekan porter, termasuk dirinya sesekali harus gigit jari pulang ke rumah tanpa sepeserpun mendapatkan penghasilan. Padahal, ia pribadi tak pernah mematok harga tinggi dalam sekali angkut barang.

"Sekali angkut ada 10 sampai 30 ribu, yang jelas keikhlasan dari penumpang aja. Saya pribadi sama teman-teman gak maksa, seikhlasnya," katanya.

3. Penghasilan minim kadang alih profesi sebagai buruh kasar

Cerita Porter Bakauheni, Penumpang Ramai Tapi Penghasilan Minim Potret Pelabuhan Bakauheni saat H-3 Lebaran 2024. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Dikarenakan penghasilan bisa dibilang sangat minim, tak jarang Asep harus memutar otak bekerja sampingan sebagai buruh kasar mulai dari membantu orang menggarap kebun hingga menjadi kuli proyek. Itu semua diakui demi mencukupi kehidupan istri dan ketiga anaknya kini mulai beranjak dewasa.

"Kalau saya pribadi intinya ya bersyukur saja, alhamdulillah istri masih bisa makan, anak-anak bisa sekolah, ya itu saja sudah cukup," tandas pria asal Serang sudah tinggal puluhan tahun di Desa Kenyayan, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan tersebut.

Baca Juga: H-3 Lebaran, Antrean Kendaraan Mulai Terlihat di Pelabuhan Bakauheni

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya