Kesetaraan Gender dalam Islam, Tuhan Lebih Feminin daripada Maskulin? 

Laki-laki dan perempuan sama-sama kesulitan lawan patriarki

Intinya Sih...

  • Kesetaraan gender dalam Islam sudah ada sejak dulu, namun masih menjadi perdebatan di kalangan umat Islam.
  • Sudut pandang laki-laki dan perempuan seharusnya saling melengkapi, bukan saling mendiskriminasi.
  • Tradisi patriarki membuat perempuan dianggap sebagai mahluk kelas dua, padahal Islam menempatkan laki-laki dan perempuan setara secara gender.

Bandar Lampung, IDN Times - Memahami kesetaraan gender memang bukan hal mudah. Tak heran jika isu tersebut masih jadi perdebatan hingga kini. Bahkan ada anggapan bahwa dari sudut pandang agama Islam, Tuhan lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan.

Hal itu karena pemimpin, pencari nafkah, pencari ilmu identik dengan tugas laki-laki. Sedangkan perempuan, hanya diminta untuk di rumah saja mengurus pekerjaan domestik.

Lalu, apakah tradisi menganggap perempuan sebagai manusia kelas dua tersebut memang dibenarkan dalam ajaran Islam? Serta apakah tugas perempuan hanya urusan sumur, kasur dan dapur?

Kali ini IDN Times sudah merangkum penjelasan Habib Husein Ja’Far Al Hadar melalui Podcast di YouTube Dedy Corbuzier, tentang sudut pandang agama Islam dalam menempatkan peran perempuan dan laki-laki di kehidupan sosial masyarakat. 

“Kesetaraan gender sudah ada sejak dulu. Dan dalam Islam, itu sudah selesai dibahas bahwa laki-laki dan perempuan setara. Tapi dalam kalangan umat Islam belum tentu, ada saja oknum umat Islam masih diskriminatif terhadap perempuan sehingga menjadi permasalahan di kalangan luas,” kata Habib Ja’far dalam podcast Login episode 2 diunggah pada Rabu (13/03/2024).

1. Tuhan lebih Feminim daripada maskulin?

Kesetaraan Gender dalam Islam, Tuhan Lebih Feminin daripada Maskulin? Pinterest

Habib Ja’Far mengatakan, sudut pandang laki-laki dan perempuan seharusnya saling melengkapi. Tapi yang terjadi di sosial masyarakat saat ini justru saling mendiskriminasi. Hal itu disebut ego dan dalam Islam ego harus di lawan.

“Bukan berarti seorang perempuan yang memperjuangkan agar dirinya tinggi derajatnya setara dengan laki-laki itu sesuatu yang tidak Islami. Justru itulah sesuatu yang sangat Islami,” ujarnya.

Menurut Habib, anggapan Tuhan sangat seksisme karena semua aturan hanya menguntungkan laki-laki adalah pemahaman salah karena salah paham terhadap Tuhan. Jika dilihat dari 99 Asmaul Husna atau sifat Tuhan diajarkan dalam agama Islam, Tuhan justru lebih feminin daripada maskulin.

Hal itu berdasarkan penelitian Antropolog dan Fenomenolog Islam maupun non Islam membagi hanya kurang dari 5 persen sifat Tuhan yang maskulin dan 90 persen adalah siat feminim.

“Misalnya yang maskulin itu Tuhan maha membalas atau maha keras. Selebihnya Tuhan itu Rahman maha pengasih, penyayang, pemaaf, pokoknya maha-maha yang sangat feminim. Dan ingat perempuan itu punya rahim, laki-laki tidak punya. Rahim itu dalam Islam sifat utama Tuhan, Ar-rahman dan Ar-Rahim. Secara fisik itu ada pada perempuan," jelasnya.

Kendati demikian, Habib Ja’Far menekankan, perspektif tersebut hanya untuk membantah anggapan Tuhan itu seksisme. Tapi sejatinya, 99 Asmaul Husna adalah satu kesatuan sifat Tuhan. Karena laki-laki dan perempuan, sesuatu yang tidak ada pada Tuhan dan tidak boleh sandarkan kepada Tuhan.

“Jadi ini hanya untuk membantah pandangan bahwa seolah-olah Tuhan lebih ke lelaki. Tapi sebenarnya Tuhan itu lebih ke perempuan secara sifat,” ujarnya.

Baca Juga: Ada Hadis sebut Traveling Adalah Azab, Bagaimana Maksudnya?

2. Perempuan dan laki-laki berbeda secara biologis tapi setara secara gender

Kesetaraan Gender dalam Islam, Tuhan Lebih Feminin daripada Maskulin? pinterest

Habis Ja’far menjelaskan dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan memang jelas berbeda secara biologis, tapi setara secara gender. Perbedaan secara biologis tersebut dilihat dari perempuan menyusui, melahirkan dan haid adalah sesuatu melekat pada perempuan.

Sedangkan secara gender yang dibentuk oleh konstruk sosial, perempuan dan laki-laki setara. Hal itu dibuktikan pada kisah Sayyidah Khadijah, salah satu perempuan termulia istri tercinta Nabi Muhammad adalah seorang pekerja. Bahkan bertemu dengan nabi saat menjadi CEO dan mempekerjakan nabi, lalu akhirnya menikahi nabi.

“Jadi yang nembak duluan gak harus laki-laki. Karena dalam Islam, hak nikah ada di perempuan. Kalau perempuan gak mau maka pernikahan tidak akan terjadi. Karena salah satu rukun dalam pernikahan adalah ada mempelai perempuan yang tidak dipaksa untuk menikah. Tapi hak cerai ada di laki-laki. Jadi bagi orang-orang yang memisahkan dan membandingkan agama lebih berpihak pada perempuan atau laki-laki itu tidak ada keberpihakan karena agama Islam itu adil dan setara,” terangnya.

3. Pesan terakhir Nabi Muhammad SAW perempuan dan laki-laki harus setara

Kesetaraan Gender dalam Islam, Tuhan Lebih Feminin daripada Maskulin? ilustrasi seorang perempuan berceramah (sandiegouniontribune.com)

Habib juga mematahkan stigma pekerjaan menuntut ilmu hanya untuk laki-laki, sedangkan perempuan hanya urusan sumur, kasur dan dapur. Padahal faktanya, salah satu perempuan termulia istri nabi yang lain Sayyidah Aisyah adalah periwayat hadis terbanyak di kalangan laki-laki dan nomor satu di kalangan perempuan.

Begitu juga, jika bicara aktivisme, salah satu perempuan dijamin masuk surga adalah Sayyidah Asiyah istri Fir’aun seorang aktivis yang melawan kedzoliman Fir’aun.

“Tapi secara sosial seolah-olah kalau pekerja, aktivis, penuntut ilmu itu hanya laki-laki saja. Jadi itu menurut saya konstruk dalam masyarakat yang tidak memiliki landasan agama dan tidak bersumber dari agama. Bahkan pesan terakhir Nabi Muhammad, angkatlah derajat perempuan itu jangan sampai lagi-lagi ia menjadi objek bagi laki-laki saja, jangan sampai menjadi warga kelas kedua  dan jangan sampai tidak setara. Kata nabi, perempuan kamu adalah orang-orang terhormat seperti kamu,” paparnya.

4. Laki-laki dan perempuan sama-sama kesulitan melawan patriarki

Kesetaraan Gender dalam Islam, Tuhan Lebih Feminin daripada Maskulin? ilustrasi budaya patriarki (pexels.com/Annushka Ahuja)

Menurut Habib Ja’Far, tradisi menjadikan perempuan sebagai mahluk kelas dua sudah ada jauh sebelum Islam itu ada. Bahkan seolah tidak ada nabi perempuan, padahal jumlah nabi ada ribuan dan tidak ada yang bisa memastikan tidak ada perempuan. Tapi karena pola pikir yang sangat laki-laki tersebut, akhirnya seolah semua nabi adalah laki-laki.

Habib mengatakan, kendali yang mengutamakan laki-laki tersebut adalah patriarki, sebuah tradisi sudah ada sejak dulu dan susah bagi laki-laki menyadari bahwa Islam atau agama apa pun tidak mengajarkan seperti itu. Bahkan susah juga bagi perempuan secara mental untuk menaikkan derajatnya setara pada laki-laki karena sudah dididik dari lahir perempuan itu sebagai mahluk kelas kedua dan objek.

“Itu menurut saya masalah banget. Akhirnya berapa banyak potensi perempuan dari agama apa pun yang tidak bertumbuh hanya karena stigma atau tradisi patriarki. Kita menyia-nyiakan mahluk Tuhan dengan segala potensi, padahal itu seharusnya disyukuri,” jelasnya.

Baca Juga: Miracle of Quran: Surat An Nahl Menceritakan Proses Terbentuknya Madu

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya