Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk Murid

Kisah guru inspiratif Lampung semangat mengajar

Bandar Lampung, IDN Times - Perjuangan seorang guru kita kenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka tetap semangat mengajar anak didiknya meski terkadang terkendala dengan fasilitas maupun keterbatasan secara fisik. Bahkan sudah bukan rahasia umum lagi, gaji guru honorer hingga saat ini masih sangat minim. 

Menjelang peringatan hari guru 5 Oktober mendatang, IDN Times merangkum kisah guru inspiratif Lampung semangat mengajar meski keterbatasan fasilitas dan fisik.

1. Difabel tapi percaya diri

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridZairiah Lubis guru difabel di Lampung sudah 21 tahun mengajar (IDN Times/Istimewa)

Semangat, ceria dan inspiratif. Tiga kata itu pantas disematkan untuk sosok guru tak lelah berjuang meski pandemik COVID-19 melanda. Adalah Zairiah Lubis, guru Taman Kanak-Kanak (TK) Nursa di Komplek Yuka, Panjang, Bandar Lampung.

Selama 21 tahun Zairiah mengabdikan diri sebagai guru honorer. Keterbatasan fisik sebagai difabel tak membatasi aktivitasnya.
Ia bahkan dikenal sebagai perempuan percaya diri, mudah bergaul tanpa merasa minder dengan keterbatasannya.

2. Pernah mengajar korban narkoba

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridZairiah Lubis guru difabel di Lampung sudah 21 tahun mengajar (IDN Times/Istimewa)

Zairiah menceritakan keinginan besarnya menjadi guru sudah tertanam sejak usia remaja. Sayangnya, perempuan kelahiran Medan, Sumatera Utara ini tak kuasa menolak permintaan sang ayah untuk menjadi seorang pengacara.

"Jadi awalnya dulu di Medan saya ambil jurusan Ilmu Hukum ngikutin kemauan orangtua," ceritanya.

Namun setelah lulus 1986 Zairiah tak melanjutkan menjadi pengacara. Ia justru mengajar anak-anak korban narkotika di lingkungan pondok sosial Medan.

Menurutnya itu pengalaman tersulit karena yang dihadapi bukan anak biasa. Sejak itu ayahnya akhirnya mengizinkan Zairiah menjadi guru.

“Saya juga dulu sempat mengajar pemberantasan buta huruf di Palembang. Dari situlah saya kenal dengan suami dan ikut ke Lampung karena suami saya dari Lampung,” kata Zairiah kepada IDN Times, Selasa (28/9/2021).

3. Jadi guru multitalent se-Kota Bandar Lampung

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridZairiah Lubis guru difable di Lampung sudah 21 tahun mengajar (IDN Times/Istimewa)

Di Lampung, Zairiah semakin mengembangkan kemampuannya mengajar. Bahkan kuliah Sarjana S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Namun, setelah memiliki dua orang anak, suaminya meninggal dunia. Zairiah akhirnya secara mandiri menjadi ibu sekaligus kepala keluarga.

Pada saat itu, Zairiah menjadi guru di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) Panjang. Melihat kemampuan Zairiah sangat bagus dalam mengajar, pihak yayasan memintanya mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK).

Bahkan di tahun 2015, Zairiah menjadi pemenang sebagai guru TK Multitalent se-Kota Bandar Lampung dan mendapat hadiah umrah gratis dari wali kota Bandar Lampung saat itu.

“Anak-anak bisa akrab dan menerima saya. Kebetulan teman-teman ada yang tamat SMA aja dan gak ngerti kurikulum jadi mereka belajar dari ibu,” kata perempuan akrab disapa Bu Lubis ini.

4. Jalan kaki 3 km ke sekolah

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridZairiah Lubis guru difable di Lampung sudah 21 tahun mengajar (IDN Times/Istimewa)

Saat mengajar Zairiah tak pernah menggunakan jasa ojek untuk bisa sampai ke sekolah. Dia menempuh sekitar 3 kilometer berjalan kaki.

Menurutnya jika menggunakan jasa ojek tidak sesuai honor dia terima. Bahkan selama pandemik ini pun dia rela mendatangi rumah muridnya lantaran ada beberapa murid tidak memiliki gawai untuk belajar online.

“Kalau online kan muridnya menengah ke bawah apalagi di masa pandemik ada bapaknya yang gak kerja gak punya uang buat beli kuota. Gak papa capek sedikit yang penting bisa mengajar langsung bertemu anak-anak dengan protokol kesehatan,” ungkapnya.

5. Rindu kampung halaman tapi tak cukup ongkos pulang

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridPanorama Pulau Samosir dilihat dari Toba dari The Kaldera Toba Nomadic Escape, Toba Samosir (IDN Times/Prayugo Utomo)

Meski hanya tinggal seorang diri rumah panggungnya yang berada di dekat laut, Zairiah mengatakan, rumahnya tak pernah sepi. Teman-teman atau tetangga sekitar kerap berkunjung dan menikmati suasana rumahnya yang dirasa sangat sejuk dan menenangkan.

Namun meski begitu dia juga tak menampik tetap merindukan kampung halamannya di Medan yang sudah lama tak dikunjungi. Di sana masih ada ibu dan adiknya sementara ayahnya sudah meninggal dunia.

“Terakhir ke Medan 2012 itu masih naik bus ongkos 300 ribu. Sampai sekarang belum pernah pulang karena berat di ongkos. Sebenernya pengin ziarah tapi ya selama ini cuma bisa video call aja,” ucapnya.

6. Tak ada jaringan internet di sekolah

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk MuridFreepik

Kisah guru lain yang juga pantang menyerah mengajarkan ilmu pada anak didiknya adalah Yerli Agalia. Ibu guru muda yang baru saja menyelesaikan tingkat sarjana strata satu FKIP ini langsung mengajar di SMP Gadingrejo, Desa Mataram, Pringsewu.

Mengajar di tengah pandemik COVID-19 sudah menjadi tantangan tersendiri bagi Yerli karena harus mengajar secara dalam jaringan (daring). Di tambah akses internet sulit, membuat alumni Universitas Lampung ini berpikir ekstra agar anak didiknya bisa menerima pembelajaran secara maksimal.

Meski anak-anak belajar secara daring, menurutnya, para guru tetap datang ke sekolah dan mengirim materi atau pun tugas di sekolah.

"Tapi kan di sekolah gak ada jaringan, jadi subuh-subuh itu sebelum berangkat aku udah ngirim tugas ke grup WA," ujarnya.

7. Urunan belikan gawai untuk murid

Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk Muridpexels.com/@cottonbro

Menurut Yerli, anak didiknya yang tinggal di desa tersebut juga cukup kesulitan mengakses tugas diberikan melalui grup WA. Bahkan pernah ada dua murid dikelasnya tak memiliki gawai. Sehingga Yerli bersama guru lainnya memutuskan urunan untuk membelikan gawai dua murid itu.

"Walau pun sebenarnya banyak media pembelajaran kreatif karena kendala jaringan ini jadi gak bisa buat apa-apa. Jadi paling aku bikin PPT atau video. Itu juga sulit diakses sama muridku," ujarnya.

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya