Cerita Mbak Igo, Dapat Stigma Negatif Karena Kelola Bank Sampah

Sempat akan bubarkan bank sampah sudah berdiri sejak 2019

Intinya Sih...

  • Pengelolaan sampah masih menjadi PR besa di sejumlah daerah
  • Virgoria Pujiningsih mendirikan Bank Sampah Golden Polkestanka untuk mengatasi persoalan sampah
  • Igo mengalami banyak tantangan dalam mendirikan bank sampah, namun tetap semangat dan berhasil membuat perubahan positif dalam pengelolaan sampah

Bandar Lampung, IDN Times - Pengelolaan sampah masih menjadi PR besa di sejumlah daerah. Cara masyarakat dalam membuang sampah sembarangan dan tidak dibarengi dengan pengelolaan tepat membuat lingkungan kotor dan tak nyaman dilihat.

Kondisi tersebut sempat dirasakan oleh Virgoria Pujiningsih di lingkungan kerjanya Kampus Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, di Kota Bandar Lampung.

Kepada IDN Times, perempuan akrab disapa Mbak Igo itu sempat merasa iri dengan tempat lain terlihat bersih dan nyaman. Sementara di halaman depan kampusnya banyak tumpukan sampah tak dikelola sesuai standar pengelolaan sampah.

“Dulu di Poltekkes itu sampah kaya di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ilegal pinggir jalan. Jadi orang masuk itu dihadapkan dengan sampah. Padahal kita adalah lingkungan pendidikan Kesehatan,” cerita Igo saat kepada IDN Times, Sabtu (27/4/2024).

Tak tinggal diam melihat tumpukan sampah menjamur di lingkungan kampusnya, sebagai Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana, Igo inisiatif membuat gerakan mengatasi persoalan sampah, kini dikenal dengan nama Bank Sampah Golden Polkestanka.

Namun ada banyak tantangan dihadapi, baik secara internal maupun eksternal hingga membuatnya hampir menghentikan gerakan bank sampah tersebut.

1. Tak semua pihak mendukung gerakan peduli sampah plastik

Cerita Mbak Igo, Dapat Stigma Negatif Karena Kelola Bank SampahKarya daur ulang dari Bank Sampah Golden Polkestanka (IDN Times/Istimewa)

Igo mengatakan, ada banyak tantangan dalam mendirikan bank sampah bertujuan untuk mengedukasi masyarakat khususnya warga kampus Poltekes dalam mengelola sampah. Menurutnya, tidak semua pihak mendukung gerakan bank sampah, bahkan mengumpulkan sampah masih dianggap hal negatif. 

"Ada yang bilang, ngapain sih bikin ecobrick nanti juga jadi sampah lagi. Padahal kan ini bisa jadi cara untuk memenjarakan plastik agar tidak berterbangan ke laut, sungai atau menumpuk di selokan," kata alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Lampung tersebut. 

Namun menurutnya, tantangan tebesar ada dalam diri sendiri, karena butuh banyak energi untuk bergerak memerangi sampah sekaligus memberi edukasi. Semangat menggebu diawal memulai gerakan bijak menggunakan sampah plastik pada 2019 lalu sempat membuat Igo kehabisan energi dan memutuskan untuk berhenti. 

"Awal itu saya terlalu semangat, sampai akhirnya saya down karena lingkungan tidak sepenuhnya mendukung. Jadi saya sempat berhenti dan berpikir untuk membubarkan program menabung dan mendar ulang sampah ini,” kenangnya.

Namun, alih-alih membubarkan gerakannya, Igo justru kembali semangat semangat dan menghalau segala stigma negatif dari orang sekitar. Ia kembali fokus pada orang-orang yang mau diajak bergerak dan sibuk menghasilkan karya dari sampah-sampah sudah dikumpulkan.

Baca Juga: Kasus DBD di Lampung Naik, Personel Brimob Jemput Bola Fogging Gratis

2. Hiasi kampus dengan produk daur ulang

Cerita Mbak Igo, Dapat Stigma Negatif Karena Kelola Bank SampahKarya daur ulang dari Bank Sampah Golden Polkestanka (IDN Times/Istimewa)

Kini, jika memasuki area lobby Kampus Poltekkes, pengunjung akan disuguhkan dengan pernak-pernik daur ulang karya bank sampah golden seperti kursi ecobrick, kursi dari galon, karpet dari plastic dan botol-botol bekas dihias. Tak hanya di lobby, barang daur ulang tersebut juga mulai menghiasi sudut kelas dan perpustakaan.  

Berbagai kegiatan di kampus juga sudah mulai mengurangi penggunaan produk kemasan sekali pakai. Seperti saat rapat disiapkan dispenser dan gelas. Sedangkan dalam acara besar terpaksa menggunakan air minum kemasan, namun harus menyiapkan tempat sampah terpilah.

“Jadi kita gak cuma memberi edukasi ke instansi luar misal ada yang minta edukasi karena edukasi dan menabung sampah ini sudah masuk dalam layanan public Poltekkes. Tapi kita sekaligus jadi role model dalam pengelolaan sampah,” terangnya.

Menurut Igo, pengelolaan sampah ini memerlukan pembentukan karakter untuk menumbuhkan kecintaan yang lain terhadap lingkungan. Sebab itu, ia tak hanya fokus mengumpulkan sampah tapi melibatkan berbagai pihak untuk mengelola sampah bersama. Igo merasa senang sekaligus bangga karena halaman kampus mula besih dari sampah.

“Awalnya itu saya nimbrung sama Hari Kesehatan Nasional (HKN), kan pada hari itu mahasiswa ngadain kegiatan jadi saya nimbrung dan mencanangkan Ayo Mulai Bijak Plastik dengan cara mengurangi penggunaan plastic sekali pakai untuk kegiatan-kegiatan di kampus,” kata Igo.

3. Temukan sesuatu bernilai pada sampah

Cerita Mbak Igo, Dapat Stigma Negatif Karena Kelola Bank SampahKarya daur ulang dari Bank Sampah Golden Polkestanka (IDN Times/Istimewa)

Igo mengatakan, kini pengelolaan sampah sudah menjadi tuntutan dan tanggung jawab semua pihak penghasil sampah. Hal itu berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, semua penghasil sampah harus bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan. Bahkan ada edaran terbaru Gubernur Provinsi Lampung imbauan untuk kantor swasta maupun lingkup Pemerintah Provinsi Lampung ramah lingkungan.

“Sebelumnya juga ada Pergub tentang pembatasan penggunaan plastik. Cuma aplikasi di lapangan masih belum terlaksana. Karena permasalahan sampah ini gak selesai-selesai kalau cuma satu pihak. Yang kita tumbuhkan itu sebenarnya kesadaran dan kepeduliaan lingkungan, kemudian akhirnya dengan sampah kita ingin mendapat sesuatu yang benilai, jadi dapat cuan lah,” terangnya.

Seperti program dari Bank Sampah Golden selain menabung sampah dengan konversi nilai rupiah, kini ada gerakan menabung sampah dengan nilai gramasi emas bekerjasama dengan pegadaian.

“Jadi kita juga jadi binaan pegadaian, menerima berbagai jenis sampah dari mahasiswa maupun masyarakat umum untuk mendapat reward saat menabung sampah. Tapi tujuan utamanya bukan itu ya. Kembali ke tujuan utamanya adalah kesadaran memilah sampah dan bijak menggunakan plastic sekali pakai,” tegasnya.

4. Gerakan peduli sampah di Lampung alami kemajuan meski tak massif

Cerita Mbak Igo, Dapat Stigma Negatif Karena Kelola Bank SampahKarya daur ulang dari Bank Sampah Golden Polkestanka (IDN Times/Istimewa)

Igo juga menyampaikan, gerakan anak muda di Lampung dalam menangani sampah kini sudah mengalami kemajuan meski belum terlihat massif. Hal itu disebabkan tidak semua komunitas peduli lingkungan atif bergera. Dari 115 bank sampah di Lampung, yang aktif sekita 90 komunitas.

“Kalau untuk pergerakan, menurut saya banyak anak muda sekarang bergerak untuk lingkungan. Walapun mungkin pergerakannya masih langkah-langkah kecil tapi kan gerakan besar dimulai dari yang kecil,” ujarnya.

Igo mengatakan, gerakan bisa dimulai dari diri sendiri seperti mulai membawa tumbler saat bepergian, menggunakan totebag serta tidak menggunakan plastic sekali pakai.

Baca Juga: Gadis di Bandar Lampung Korban "Halo Dek" Anggota Marinir Gadungan

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya