TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Yoga, Resign dari Perusahaan Kini Pengusaha Sukses Sabut Kelapa

Terima penghargaan presiden sebagai duta petani andalan

Yoga Adi Baskoro (kanan) menjadi entrepreneur sabuk kelapa. (IDN Times/Istimewa).

Bandar Lampung, IDN Times - Nasionalisme dan pemberdayaan masyarakat menjadi pedoman Yoga Adi Baskoro menjadi entrepreneur yang tak biasa (out of the box). Bermula dari karyawan perusahaan swasta, Yoga memutuskan mengundurkan diri dan memilih menjadi wirausahawan. 

Ia memanfaatkan sabut kelapa (coco fiber) dan cocopeat yang merupakan limbah ataupun sisa-sisa dari buah kelapa menjadi barang bernilai ekonomi hingga mengantarkannya menjadi pengekspor ke luar negeri.
Pemuda asal Tempuran, Lampung Tengah, Provinsi Lampung ini juga pernah menerima penghargaan dari presiden.

Berikut IDN Times rangkum cerita inspiratif Yoga dilansir dari siniar (podcast) IIB Darmajaya.

1. Tak mudah yakinkan keluarga saat resign dari perusahaan

magazine.job-like.com

Yoga mengatakan, perjuangannya untuk berdikari tak begitu mudah. Terlebih  meyakinkan keluarga lantaran  mengundurkan diri dari perusahaan yang telah memberikan kenyamanan. 

Namun ia meyakini terhadap peluang usaha ekspor sabut kelapa. “Awalnya saya masih menjadi pekerja salah satu perusahaan di Lampung Selatan, tapi tidak memberikan manfaat lebih kepada warga sekitar. Sehingga, saya memutuskan keluar (resign) pada tahun 2016,” ucapnya.

Memutuskan keluar dari perusahaan dengan posisi berada di top management, Yoga tak menyesal sama sekali. “Saya yakinkan keluarga bahwa dengan berdikari dan memberikan manfaat kepada warga sekitar akan lebih bermanfaat serta memiliki kepuasan sendiri. Saya tahu hulu ke hilir dari bisnis ini dan keluarga pun akhirnya percaya,” katanya. 

Baca Juga: Keren! Mahasiswa Darmajaya Lolos Magang di Microsoft dan Bukalapak

2. Awal usaha sempat pasang surut

google

Yoga mengatakan, mengalami pasang surut saat menjalani usahanya. “Awalnya mengekspor (2018) coco fiber ke luar negeri dan banyak juga berhubungan dengan instansi terkait di Provinsi Lampung. Jadi kalau kita sudah tahu ilmunya tidak akan sulit untuk menjalani,” ceritanya.

Meskipun begitu, lanjut dia, sempat coco fiber (sabut kelapa) yang diekspor tidak diterima oleh buyer (pembeli) karena tidak sesuai dengan klasifikasi. “Waktu itu sempat terjadi penolakan (penalti), karena kadar air dari coco fiber tinggi, sehingga harus mengirim kembali. Ya sudah lumayan mengalami kerugian seharga lima motor matic,” kata Warga Sekampungudik, Lampung Timur ini. 

Belajar dari hal tersebut, dia pun langsung mengecek dan memastikan bahan yang akan dikirim. “Sabut kelapa memiliki nilai jual tinggi dan sangat diminati pasar internasional. Perusahaan furniture di luar negeri menjadikan coco fiber menjadi salah satu bahan pembuatan kasur, meja, tali dan lain sebagainya,” terang Yoga.

3. Banyak masyarakat tidak mengetahui nilai ekonomi dari sabut kelapa

Tim PKM PM UNIPMA

Menurut Yoga, banyak masyarakat tidak mengetahui nilai ekonomi dari sabut kelapa. “Dari kondisi seperti itu saya menginfluence mereka untuk mengumpulkan sabut kelapa dan menerimanya. Ada 30 home industry di Provinsi Lampung yang membantu untuk mengirimkan ekspor ke luar negeri,” bebernya.

Sabut kelapa menurutnya merupakan salah satu bagian dari nasionalisme. “Di negara kita ini kan penghasil kelapa dan limbahnya banyak dari kulit kelapa. Kalau dimanfaatkan dengan baik maka pendapatan perkapita masyarakat juga naik. Sehingga dapat menambah pendapatan negara terutama dari ekspor perdagangan,” urainya.

Kegigihannya memberdayakan masyarakat untuk bertani tak bertepuk sebelah tangan. Yoga mendapat pengukuhan dari Presiden RI Joko Widodo sebagai Duta Petani Andalan (DPA) Agustus 2021 lalu. 

“Sekarang sudah ada dua gudang untuk coco fiber dan cocopeat. Satu di Lampung dan satu di Yogyakarta. Di Lampung sabut kelapa dapat dari Pesisir Barat dan Lampung Selatan untuk memenuhi kebutuhan ekspor,” jelas Yoga.

4. Lebarkan sayap ke luar Lampung

idntimes.com

Yoga menerangkan usaha yang digelutinya ini juga masih membuka peluang besar terhadap siapapun. Karena dalam memenuhi kebutuhan ekspor satu pembeli dari perusahaan luar negeri permintaannya sampai 720 ton.

“Saya hanya dapat mengirimkan rata-rata dua kontainer (36 ton) dalam 45 hari sekali. Dengan 1,5 juta butir kelapa menghasilkan sabut kelapa yang dikonversi menghasilkan Rp1,8 miliar,” kata dia yang juga Consulting Engineer di perusahaannya PT Tunas Nusantara Group itu.

Yoga kini sedang melebarkan usaha ke Palembang, Sumatera Selatan yang banyak memiliki tanaman buah kelapa. “Kita mengembangkan ke daerah yang mendekati bahan baku. Banyak daerah yang memiliki potensi untuk bahan baku ini dan membantu pekerja lokal yang bukan hanya usia produktif,” tuturnya.

Baca Juga: 625 Mahasiswa Darmajaya Berkomitmen Bantu Pemulihan Ekonomi Lampung

Berita Terkini Lainnya