Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna 

Dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari

Bandar Lampung, IDN Times - Masyarakat suku Lampung memiliki adat istiadat sangat kental masih terus dilestarikan hingga saat ini. Salah satu adat istiadat paling melekat dimiliki masyarakat suku Lampung adalah falsafah hidup dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari.

Ada lima falsafah hidup dipegang erat masyarakat suku Lampung, di antaranya Piil Pesenggiri, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambaiyan dan Bejuluk Beadek.

Lima falsafah hidup tersebut memiliki arti mendalam dan saling berkaitan untuk hidup bermasyarakat maupun sebagai pedoman hidup diri sendiri. Berikut IDN Times rangkum makna selengkapnya berdasarkan penjelasan Sosiolog Universitas Lampung sekaligus pengamat budaya Lampung, Abdul Syani. 

1. Piil pesenggiri

Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna Acara adat sekura Lampung Barat (Instagram.com/Dedioktawijaya)

Abdul Syani menjelaskan, dari segi falsafah hidup, masyarakat Lampung secara umum memiliki kesamaan pandangan hidup disebut dengan piil pesenggiri berarti tatanan moral sebagai pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat adat Lampung dalam segala aktivitas hidupnya.

Piil (fiil=arab) artinya perilaku, dan pesenggiri maksudnya bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban. Piil pesenggiri merupakan potensi sosial budaya daerah memiliki makna sebagai sumber motivasi agar setiap orang dinamis dalam usaha memperjuangkan nilai-nilai positif, hidup terhormat dan dihargai di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Sebagai konsekuensi untuk memperjuangkan dan mempertahankan kehormatan dalam kehidupan bermasyarakat, maka masyarakat Lampung berkewajiban untuk mengendalikan perilaku dan menjaga nama baiknya agar terhindar dari sikap dan perbuatan tidak terpuji. Sehingga, piil pesenggiri sebagai lambang kehormatan harus dipertahankan dan dijiwai sesuai dengan kebesaran Juluk-adek yang disandang, semangat nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambaiyan dalam tatanan norma Titie Gemattei.

Sebab itu, piil pesenggiri merupakan suatu keutuhan dari unsur-unsur mencakup Juluk-adek, Nemui-nyimah, Nengah-nyappur, dan Sakai-Sambaiyan yang berpedoman pada Titie Gemattei adat dari leluhur mereka. Apabila ke-4 unsur ini dapat dipenuhi, maka masyarakat Lampung dapat dikatakan telah memiliki piil pesenggiri.

Piil-pesenggiri pada hakikatnya merupakan nilai dasar intinya terletak pada keharusan untuk mempunyai hati nurani yang positif (bermoral tinggi atau berjiwa besar), sehingga senantiasa dapat hidup secara logis, etis dan estetis.

2. Nemui Nyimah

Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna Sambut bulan suci ramadan masyarakat adat Lampung gelar festival Bulimau (Instagram.com/adat_lampung)

Nemui Nyimah diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi. 

Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja nemui yang berarti mertamu atau mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda “simah”, kemudian menjadi kata kerja “nyimah” yang berarti suka memberi (pemurah). Sedangkan secara harfiah nemui-nyima dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat.

Dengan demikian, maka elemen budaya nemui-nyimah tidak dapat diartikan keliru mengarah kepada sikap dan perbuatan tercela atau terlarang tidak sesuai dengan norma kehidupan sosial berlaku.

Bentuk konkret nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat adalah sebagai sikap kepedulian sosial dan rasa setiakawan. Suatu keluarga yang memiliki keperdulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya berpandangan luas ke depan dengan motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan orang lain.

Baca Juga: Tari Bedana, Tarian Interaksi Masyarakat Lampung Sarat Falsafah Etika

3. Nengah Nyappur

Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna Sambut bulan suci ramadan masyarakat adat Lampung gelar festival Bulimau (Instagram.com/kemilaupesawaran)

Nengah Nyappur memiliki makna sikap suka bergaul, suka bersahabat dan toleran antar sesama. Nengah-nyappur menggambarkan anggota masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan. Itu menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa (toleransi)  tinggi antar sesamanya.

Nengah berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja berarti berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda cappur menjadi kata kerja nyappur berarti baur atau berbaur.

Sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap ini melambangkan sikap nalar yang baik, tertib sekaligus embrio dari kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan.

Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian menggabarkan anggota masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan.

4. Sakai Sambaiyan

Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna Para penari cangget di acara Begawi adat Lampung (IDN Times/Istimewa)

Sakai sambaiyan memiliki makna tolong menolong dan gotong royong yaitu menunjukkan rasa partisipasi serta solidaritas tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya. Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan.

Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan.

Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk benda dan jasa bernilai ekonomis dalam praktiknya cenderung menghendaki saling berbalas. Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara social berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan balasan.

Tata nilai budaya masyarakat Lampung itu merupakan kebutuhan hidup dasar bagi seluruh anggota masyarakat setempat agar bertahan secara wajar dalam membina kehidupan dan penghidupannya. Itu tercermin dalam tata kelakuan sehari-hari, baik secara pribadi ataupun bersama dengan anggota kelompok masyarakat maupun bermasyarakat secara luas.

5. Bejuluk Beadek

Lima Falsafah Hidup Masyarakat Lampung, Sarat Makna Prosesi mosok adat Lampung Pepadun, memberikan suapan kepada kedua mempelai (Web/Widrializa)

Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung. Sebab itu juluk-adek merupakan identitas utama melekat pada pribadi yang bersangkutan.

Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara adat sebagai media peresmiannya dengan mengikuti tatanan yang telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam struktur kepemimpinan adat. Misalnya, Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas dan seterusnya.

Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula urutannya bergantung pada adat yang berlaku pada kelompok masyarakat bersangkutan. Juluk-adek (gelar adat) terdiri dari kata juluk dan adek, yang masing-masing mempunyai makna,

Juluk adalah nama panggilan keluarga seorang pria/wanita yang diberikan pada waktu mereka masih muda atau remaja dan belum menikah. Sedangkan adek bermakna gelar/nama panggilan adat seorang pria/wanita yang sudah menikah melalui prosesi pemberian gelar adat.

Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota masyarakat Lampung harus memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud prilaku pergaulan kemasyarakatan sehari-hari. Juluk-adek merupakan asas identitas dan sebagai sumber motivasi bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam setiap perilaku dan karyanya.

Wah, ternyata falsafah hidup masyarakat Lampung banyak nilai positif ya. Bagaimana dengan falsafah hidup daerah asalmu? 

Baca Juga: Tradisi Unik Pernikahan Adat Lampung, Ada Pesta 7 Hari 7 Malam!

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya