Penjelasan Kemendikbud tentang Penggunaan Istilah Kekerasan Seksual

Bukan menggunakan istilah pelecehan seksual

Bandar Lampung, IDN Times - Hingga saat ini isu kekerasan seksual di Indonesia masih santer terjadi. Berdasarkan data Komnas Perempuan, terhitung sejak Januari sampai November 2022 saja ada sebanyak 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dilaporkan di Indonesia.

Pada acara Semnas tentang kekerasan seksual oleh Universitas Lampung di Hotel Radisson (9/1/2023), Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, Shara Zakia Nissa mengatakan, kasus seperti ini memang termasuk kategori kekerasan meski tidak ada kerugian fisik didapat korban.

“Kenapa sih kita menyebutnya kekerasan, bukan pelecehan? Karena dalam kasus seperti ini ada unsur paksaan. Khasnya di situ, ada paksaan atau tindakan seseorang yang tidak diinginkan oleh pihak lainnya,” katanya.

1. Adanya tindak manipulatif pada kekerasan seksual

Penjelasan Kemendikbud tentang Penggunaan Istilah Kekerasan SeksualIlustrasi manipulatif. (psychcentral.com)

Selain itu, penggunaan kata kekerasan ini juga menandakan perilaku kekerasan seksual biasanya juga bersifat manipulatif. Shara menjelaskan, hal itu menyebabkan korban biasanya tidak tahu dirinya sebenarnya sedang mendapat kekerasan seksual.

“Makanya ketika seseorang mengalami kekerasan seksual bisa jadi dia tidak sadar karena adanya tindakan manipulasi dari pelaku. Makanya disebut kekerasan seksual bukan pelecehan seksual,” katanya.

Ia memaparkan beberapa contoh tindak manipulatif dari pelaku pelecehan seksual misalnya dengan iming-iming, ancaman secara halus, melirik, menggoda dan sebagainya. Itu tergantung dari relasi kuasa pelaku terhadap korbannya.

“Maka sebelum kejadian, kita harus sadar apa saja yang memang mau masuk nih ketindak kekerasan seksual. Sehingga hal itu bisa dicegah,” ujarnya.

Baca Juga: Marak Kekerasan Seksual di Pesantren, Ini Desakan Damar untuk Kemenag 

2. Bentuk kekerasan seksual

Penjelasan Kemendikbud tentang Penggunaan Istilah Kekerasan Seksualkabardamai.id

Bentuk kekerasan seksual bermacam-macam. Ada verbal, fisik, dan non fisik. Shara menyampaikan sering kali beberapa orang tidak menganggap hal-hal verbal atau nonfisik seperti melirik, bersiul, dan menggoda merupakan tindakan kekerasan seksual.

“Padahal hal-hal seperti itu juga termasuk ke dalam tindak kekerasan seksual. Karena jika sudah menghina atau melecehkan karena adanya ketimpangan relasi kuasa atau gender sehingga menyebabkan seseorang menderita secara psikis atau gangguan reproduksi atau gangguan sosial itu merupakan kekerasan seksual,” jelasnya.

Secara hukum, ada 21 jenis kekerasan seksual di Indonesia yakni:

  1. Menyampaikan ujaran diskriminasi atau melecehkan pada tampilan fisik seseorang, kondisi tubuh, atau identitas gendernya
  2. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan
  3. Menyampaikan rayuan, lelucon, siulan, dan sebagainya yang bernuansa seksual pada korban
  4. Menatap korban dengan nuansa seksual
  5. Mengirimkan pesan dan konten bernuansa seksual pada seseorang tanpa persetujuan
  6. Mengambil, merekam, dan mengedarkan foto, rekaman audio maupun visual korban tanpa persetujuan
  7. Mengunggah foto tubuh, informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan
  8. Menyebarkan informasi terkait tubuh atau data pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan
  9. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan aktivitas pribadi atau di ruang yang bersifat pribadi
  10. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui
  11. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
  12. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium atau menggosokkan bagian tubuh pada tubuh korban tanpa persetujuan
  13. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan
  14. Memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
  15. Mempraktikkan budaya bernuansa kekerasan seksual dalam komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan
  16. Melakukan percobaan perkosaan, meskipun tidak terjadi penetrasi
  17. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
  18. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi
  19. Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil
  20. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja
  21. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

3. Adanya tonic Immobility pada korban kekerasan seksual

Penjelasan Kemendikbud tentang Penggunaan Istilah Kekerasan Seksualilustrasi tonic immobility (parapuan.co)

Dalam kasus kekerasan seksual, sangat dilarang bagi masyarakat untuk menyalahkan atau blaming victim pada korban. Sehingga sampai pelaku memang terbukti tak bersalah, masyarakat wajib berpihak pada korban.

“Kadang kita sering temukan ada beberapa orang yang malah bilang ‘itu korbannya pakai baju apa tuh, pulangnya malam sih’ dan sebagainya. Malah menyalahkan korban, sudah melaporkannya saja butuh keberanian ini malah dicari kesalahannya,” paparnya.

Shara menjelaskan, terkadang orang bertanya-tanya mengapa korban kekerasan seksual tidak melawan, mencoba kabur, dan sebagainya. Ternyata hal itu dikarenakan adanya kelumpuhan sementara atau dalam bahasa ilmiah disebut Tonic immobility.

“Kelumpuhan sementara ini memang benar adanya. Kalau kita bilangnya saking syoknya sehingga korban tidak bisa berbuat apa-apa,” imbuhnya.

4. Nilai PPKS wajib diterapkan ditiap lembaga dan organisasi

Penjelasan Kemendikbud tentang Penggunaan Istilah Kekerasan Seksualdok. kalderanews.com

Oleh karenanya, ia menambahkan sebaiknya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) harus ada di setiap organisasi dan lembaga baik itu bersifat formal dan non formal.

“Pencegahan kasus kekerasan seksual juga tidak harus seperti misalnya mengadakan seminar. Tapi juga dibuat peraturan misalnya di perguruan tinggi ada turunan peraturan di tiap fakultas, memasukan nilai anti kekerasan seksual ke komunitas misalnya ormawa, pembatasan pertemuan individual antara dosen dan mahasiswa diluar jam kampus atau diluar kampus misalnya,” paparnya.

Sehingga hal-hal antikekerasan seksual sebenarnya bisa diterapkan mulai dari hal kecil sampai kompleks seperti peraturan lembaga atau organisasi dan masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkannya.

Baca Juga: Kekerasan Seksual Banyak Terjadi di Kampus, Satgas PPKS Unila Dibentuk

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya