TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rekomendasi Buku Sejarah Reformasi 1998, Cocok Dibaca Mahasiswa

Berlatar sejarah, kampus dan isu sosial yang nyata

(Ilustrasi Baca Buku Novel) kajianpustaka.com

Bandar Lampung, IDN Times - Kisah diangkat dalam novel merupakan hasil karya imajinasi membahas tentang permasalahan kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Namun tidak semua novel adalah imajinasi pengarang yang tidak nyata. Ada juga novel diangkat dari kisah nyata lalu dikemas dengan cerita fiksi.

Di antaranya adalah deretan novel berlatar sejarah Indonesia pada masa reformasi 1998 ini. Para penulis besar Indonesia mendokumentasikan peristiwa kelam tersebut menjadi sebuah karya apik dan memiliki pesan moral sangat kuat.

Novel-novel berlatar sejarah ini cocok dibaca mahasiswa sebagai pengetahuan umum tentang tragedi kelam sampai saat ini masih jadi isu diskusi yang hangat. Berikut IDN Times rangkum deretan novel sejarah reformasi 1998 dikemas dalam novel fiksi.

1. Pasung Jiwa (Okky Madasari)

Ilustrasi buku Pasung Jiwa (dok.Gramedia/Pasung Jiwa)

Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari memiliki pesan moral kuat karena menceritakan bagaimana keadaan Indonesia pada zaman reformasi. Buku ini cocok dibaca mahasiswa sebagai bekal pengetahuan tentang kondisi penegakan keadilan pada masa itu, pembungkaman suara-suara rakyat menyampaikan pendapat dan rahasia orang-orang dihilangkan karena menyampaikan pendapat.

Novel ini juga akan menggugah hati nurani pembaca karena mengangkat cerita orang-orang suaranya tidak didengar dan mendapat penindasan. Karakter dan persoalan diangkat dalam novel sangat kompleks dan terasa nyata.

Seperti pembullyan, pandangan sosial, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan dirasakan rakyat, nasib buruh pabrik dan kehidupan perempuan juga jadi sorotan dalam novel ini.

Baca Juga: Cerita Tri Meryastuti, Penulis Buku Antikorupsi Asal Bandar Lampung

2. Lelaki di Tengah Hujan (Wenri Wanhar)

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Aline Viana Prado)

Novel bertema sejarah dengan latar belakang tahun 1998 karya Wenri Wanhar ini menggambarkan kepemimpinan masa itu sangat otoriter. Novel sejarah ini menceritakan narasi pinggiran yang tak banyak diketahui dari narasi besar perjuangan 1998 selama ini.

Kisah sejarah perjuangan para pemuda di sini dibalut dengan sajian fiksi roman dengan tokoh utama Bujang Parewa seorang mahasiswa UNS. Parewa menentang kekuasaan Rezim orde baru dengan cara menggabungkan kekuatan mahasiswa lain, buruh, rakyat, dan pihak-pihak yang sejalan untuk melawan Suharto.

Novel terbit pertengahan Maret 2019 ini juga mengisahkan sejarah aktivisme anak muda bergerilya dari kota ke kota, hingga kisah-kisah asmara dan persahabatan diramu menjadi cerita yang apik.

3. Trilogi Soekram (Sapardi Djoko Damono)

Instagram.com/nikenlucia

Trilogi Soekram karya Sapardi Djoko Damono ini juga sangat cocok dibaca mahasiswa karena mengambil latar di kampus, rumah tangga dan kerusuhan Mei 1998. Novel ini menarik dan unik, karena mengisahkan tentang tokoh Soekram tiba-tiba loncat keluar dari cerita dan menggugat sang pengarang.

Misalnya, mengapa ia tak selesai ditulis. Mengapa ia tak bisa menentukan jalan ceritanya sendiri. Mengapa ia tak bisa menjadi pengarang. Mengapa kisah cintanya disusun dengan rumit.

Novel karya penyair besar Indonesia ini menunjukkan hubungan paling kompleks sekaligus paling sejati antara pengarang dan tokoh di dalam tulisannya.

4. Notasi (Nora Quatro)

ilustrasi membaca buku (pexels.com/RF._.studio)

Membaca novel sejarah tak selalu membosankan, salah satunya novel Notasi karya Quatro ini romance yang dikemas dengan latar sejarah tahun 1998. Novel ini mengisahkan tokoh bernama Nino, mahasiswa Teknik Elektro dan Nalia mahasiswa kedokteran gigi dari kampus ternama di Jogja, UGM.

Mereka adalah mahasiswa berani menyuarakan perlawanan pada para penguasa saat itu. Di tengah cerita kerusuhan reformasi 1998, penulis menyisipkan romance antara Nino dan Nalia justru saling jatuh cinta. Namun tak seperti kisah cinta masa kini, karena saat itu Nino tiba-tiba hilang saat melakukan aksi.

Penulis juga mengangkat isu etnis Tionghoa yang didiskriminasi, para mahasiswa jadi korban penembakan gas air mata dan tembakan para sniper, toko-toko yang tutup lebih cepat karena takut dilempari batu, juga media yang dibungkam rapat seperti Tempo saat itu.

Baca Juga: Rekomendasi Buku dari Korea Selatan Dibaca Member Boyband BTS

Berita Terkini Lainnya