Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?

Kasus P2GP di Lampung 60 persen, di atas rata-rata nasional

Bandar Lampung, IDN Times -Sudah pernah mendengar istilah Pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan (P2GP)? Itu merupakan tindakan sunat atau khitan untuk perempuan.

Isu tersebut masih sangat jarang menjadi bahan diskusi dikalangan masyarakat. Bahkan di beberapa tempat dilakukan secara terbuka karena dianggap hal biasa.

Merujuk hal itu, Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung menggelar pemaparan hasil penelitian P2GP di Provinsi Lampung dan Sulawesi Tenggara.

"Kenapa kita pilih Lampung dan Sulawesi Tenggara, karena kasus P2GP Sulawesi Tenggara 39 persen dan Lampung di atas rata-rata nasional yaitu 60 persen," kata Niken Lestari Koordinator FAMM Indonesia, Senin (4/10/2021).

1. Penelitian dilakukan di Lampung dan Sulawesi Tenggara

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?Ilustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Niken memaparkan, hasil penelitian dilakukan selama 10 bulan itu dihadapan narasumber yang akan memberi tanggapan. Di antaranya Ketu IBI Provinsi Lampung Mery Destiaty, Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Dewi Susilastuti, Anggota Majelis Musyawarah KUPI, Husein Muhammad dan Amirudin Ketua MUI Bandar Lampung.

Menurut Niken, penelitian menyasar narasumber berusia 18-35 tahun berjenis kelamin perempuan dan berdomisili di kota/kabupaten di Provinsi Lampung dan Sulawesi Tenggara.

"Narasumber pernah mengalami, melihat atau mendengar tentang sunat perempuan. Ada juga narasumber pendukung laki-laki muda 18-35 tahun Perempuan dan laki-laki dewasa yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, pemangku adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat," papar Niken.

2. P2GP tidak dianggap bentuk kekerasan

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?Ilustrasi bayi. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Dari hasil penelitian itu, Niken menyampaikan, sebagian besar narasumber perempuan mengalami P2GP dan baru mengetahuinya ketika terlibat dalam penelitian ini.

"Di Lampung lebih banyak dilakukan pada bayi berusia 40 hari (sebelum aqiqah). Beberapa klinik atau RS menyediakan jasa tindik dan P2GP sebagai bagian dari paket persalinan," ujarnya.

Menurut Niken P2GP masih berlanjut karena sebagian narasumber tidak ingat P2GP yang dialami karena di Lampung dilakukan pada usia bayi 7-10 tahun.

"Dianggap tidak menyakiti perempuan jika tidak terjadi pemotongan atau pelukaan pada genital. Apalagi membicarakan seksualitas bagi perempuan muda dianggap tabu," ujarnya.

Selain itu, lanjut Niken, mereka merasa P2GP aman jika dilakukan tenaga medis dan ini merupakan bagian penting dari budaya atau tradisi keislaman.

"Praktik P2GP tidak dianggap sebagai bentuk kekerasan. Masyarakat tidak pernah mendengar ada ulama yang mencegah atau melarang P2GP," jelas Niken.

Baca Juga: Tips Mudah Program Cepat Hamil, Pengantin Baru Wajib Tahu! 

3. Melibatkan pemuda mencegah P2GP

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?GERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Niken menyarankan perlu adanya pencegahan P2GP, seperti konseling dari tenaga kesehatan ke keluarga dan orang tua bahwa tidak ada manfaat medis dari P2GP.

Kemudian, pelibatan komunitas perempuan muda menyusun konten populer di media sosial tentang P2GP. Serta melibatkan perempuan dan laki laki ulama dalam mencegah P2GP di media populer.

"Bisa juga melibatkan orang muda dalam diskusi kritis tentang praktik P2GP," ujarnya

4. P2GP bahaya dan tidak bermanfaat untuk perempuan

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?ghp-news.com

Ketu IBI Provinsi Lampung Mery Destiaty menyampaikan, ada anggapan bahwa P2GP merupakan praktik yang dipercaya dapat memuliakan perempuan (mak rumah), walaupun secara medis tidak ada.

Menurut Mery, P2GP tidak ada manfaatnya untuk perempuan. Bahkan dapat berbahaya bagi kesehatan reproduksi. Sebab pelukaan pada klitoris dapat menyebabkan pendarahan dan akan sulit dihentikan tanpa memiliki pengetahuan yang khusus.

"Jika pendarahan tidak dapat ditangani secara cepat dan tepat menyebabkan kematian. Klitoris merupakan organ seksual perempuan yang sensitif, memiliki saraf dan pembuluh darah yang banyak," urainya.

5. P2GP bukan kewenangan bidan

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?Pixabay/Sam Chen

Menurut Mery, meski pemerintah telah berupaya menghapuskan praktik P2GP melalui pendekatan kebijakan, namun upaya ini belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Hal ini ditunjukkan masih tingginya persentase masyarakat yang melakukan P2GP

Mery menjelaskan adanya Kompetensi dan Kewenangan Tenaga Kesehatan dalam Praktik P2GP bahwa etika profesi kesehatan melarang pengrusakan terhadap organ yang sehat.

"P2GP tidak diajarkan di dunia kesehatan dan kurikulum pendidikan tenaga kesehatan," ujarnya.

Bahkan, Mery mengatakan P2GP bukan kompetensi dan kewenangan bidan. Serta bertentangan dengan amanat Undang-Undang dalam perlindungan kesehatan reproduksi bagi perempuan.

6. Tak ada hadis tentang khitan perempuan

Khitan Perempuan, Budaya atau Ketentuan Agama?Pexels.com/Abdulmelik majid

Sementara itu menurut Anggota Majelis Musyawarah KUPI, Husein Muhammad, tidak ada teks Al-Quran mengatakan tentang khitan untuk perempuan bahkan laki-laki.

"Tapi ada satu kata, hendaklah kamu megikuti Ibrahim. Ulama mengatakan ayat ini masuk pada isu khitan karena Nabi Ibrahim khitan pada usia 80 tahun. Itu untuk laki-laki kalau perempuan tidak ada," kata ulama yang aktif memperjuangkan kesetaraan gender itu.

Sehingga Husein menyimpulkan, tidak ada satu pun hadis yang memfalidasi khitan untuk perempuan. Menurutnya pandangan mayoritas ulama ahli fikih dunia muslim mengatakan khitan perempuan bukan wajib tapi menggunakan istilah makrumah.

"Makrumah itu praktik dianggap baik oleh tradisi masyarakat. Tapi tidak ada teks agama menganjurkan sunat perempuan. Jadi ini bisa diubah. Kita bisa melihat jumlah kaum muslim di dunia tidak semua menghitankan kaum perempuan. Ini hanya tradisi masyarakat bukan keputusan agama," paparnya.

Baca Juga: Program Kehamilan Melalui Inseminasi Buatan Kini Hadir di RS Belleza

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya